Takjub rasanya melihat ratusan orang berkumpul dan menyuarakan semangat bersama pada perayaan ulang tahun ke-103 Sampoerna di areal parkir Plant Sampoerna Rungkut, Surabaya.
Perjalanan usaha selama lebih dari satu abad pastilah mengalami berbagai hal.
Jika dihitung dengan masa kerja seorang karyawan antara 30 dan 40 tahun, paling tidak usia ini telah melalui 3-4 generasi.
Keluarga Sampoerna sendiri sampai saat ini mencapai generasi keempat sejak pertama kali Liem Seeng Tee merintis industri rokok secara komersial pada 1913.
Usaha ini dimulai di tengah-tengah tumbuhnya semangat nasionalisme di Tanah Air. Berbagai organisasi pergerakan bermunculan atas dasar kesadaran bangsa Indonesia akan hak dan kebebasan sebagai bangsa merdeka.
Pada masa-masa ini, berdirilah organisasi seperti Budi Utomo, Sarekat Dagang Islam (SDI) yang kemudian menjadi Sarekat Islam (SI), ataupun organisasi berbasis komunis seperti Indische Sociaal Democratische Vereniging (ISDV).
Tumbuhnya kesadaran pada putra-putri Nusantara ini tidak terlepas dari kesempatan yang mereka peroleh untuk mengenyam pendidikan modern. Mereka mendapat wawasan dan pengetahuan bahwa setiap bangsa bebas menentukan nasibnya sendiri. Tak terkecuali bangsa Indonesia, yang pada saat itu dijajah oleh pemerintah kolonial Belanda.
Fase ini sering disebut dengan zaman bergerak. Disebut demikian karena Indonesia tengah bergerak atau melakukan pergerakan untuk menuntut hak kemerdekaan.
Sementara itu, kota-kota besar di Indonesia, khususnya Surabaya, sudah sejak akhir abad ke-19 telah berkembang menjadi sebuah kota industri yang ramai. Daerah Dapuan telah berkembang menjadi daerah industri sejak abad ke-19. Selain itu, proses industrialisasi secara besar-besaran dilakukan oleh Belanda pada 1916 dengan membentuk kawasan industri terpadu di wilayah Ngagel.
Tanah Ngagel yang semula merupakan perkebunan tebu dan kawasan pabrik gula yang dimiliki oleh Tjoa Tjwan Khing dikavling dan dijual kepada investor(1). Pada 1920, NV Machinefabriek Braat mulai membangun pabriknya di Ngagel.
Setelah pabrik mesin Braat berdiri di Ngagel, maka dibangunlah beberapa pabrik lain secara berturut-turut, yaitu NV Constructiewekplaats Noordijk, NV Constructiewerplaats Bakker, NV Smederijen Gieterij de Vulcaan, dan Constructie Werkplaats Eiffel.Pada 1921, jumlah industri manufaktur di Surabaya sebanyak 293 unit dan menyerap 18.254 tenaga kerja [2].