Mohon tunggu...
Althamira Frishka
Althamira Frishka Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis yang tertarik dengan kesehatan mental, perempuan dan anak. Temukan karya A.F di IG @althamirafrishka

Selanjutnya

Tutup

Diary

Wejangan Bapak #2

23 Januari 2024   15:43 Diperbarui: 26 Januari 2024   20:20 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ah, jadi ingat ... Kata Bapak di depan calon suami bahwa anak gadisnya ini cengeng. Ternyata seperti itulah aku di mata Bapak. Jangan larang ia untuk berdagang/bekerja atau apapun kegemaran dia. 

Ah, jadi ingat, pada kakak perempuan  di depan calon suami, Bapak berkata bahwa anak gadisnya ini keras kepala. Jangan larang ia untuk berdagang/bekerja atau apapun kegemaran dia, support dia.

Ah, jadi ingat, pada kakak perempuan di depan calon suami kelak akan berkata, anak gadisnya yang ini spesial. Pun masih rahasia spesial dalam hal apa. Mungkin bisa jadi Wejangan Bapak #3 nanti ya.

Mudah-mudahan para calon suami ingat. Wallahu a’lam bishawab

Maka pesan Bapak, raih kebahagianmu sendiri, Nak. Gantung dan pasrahkan pada Yang Maha Kuasa. Pun, masih rahasia. Kenapa Bapak kerap kali berulang-ulang berpesan. "Tetaplah menghasilkan uang sendiri, Nak." Apakah karena anak-anaknya perempuan semua? Dia tidak ingin anak-anak gadisnya menjadi 'pengemis' di mata orang lain? Padahal, disetiap pengajian, rezeki suami ya rezeki istri. Rezeki hanya 1. Entah itu dari tangan suami atau dari tangan keduanya. Mungkin 3 tahun lagi, kalau ada kesempatan ngobrol dengan Bapak, bisa jadi teka-teki ini akan terkuak. Kenapa Bapak bersikukuh dan keras kepala bahwa anak gadisnya harus bekerja?

...

Bapak memastikan pada anak² perempuannya bahwa dia selalu ada untuk tempat dia berpulang. Banyak destinasi yang ingin ia habiskan bersama anak perempuannya. Namun raganya tak kuat lagi. Hatinya pun kini patah. Bahkan tak ingin mengharap. Sudah cukup hatinya kerap pilu. "Pulanglah, Nak." Hanya kata-kata itulah yang selalu tercekat di tenggorokkannya. Namun dia simpan, pendam, hingga akhirnya merasa kehilangan anak perempuannya.

Ah, apa ini rasanya ditinggal pergi menempuh hidup masing-masing oleh anak yang hanya titipan Ilahi ini? Atau karena ini semakin hari semakin banyak syarat yang ia ajukan untuk jadi calon menantunya?

Bapak bilang, bahwa bakti anak perempuan terbesar pada orangtua ialah, anaknya bahagia bersama keluarga barunya. Maka sudahkah suami bertanya pada istri, "Dek, apakah engkau bahagia hari ini?" Sama seperti Bapak yang setiap kali pulang kerja, dia bertanya. "Bagaimana cerita hari ini?"

Alhasil, Bapaklah tempat anak gadisnya berkeluh kesah.

Tiba² Bapak datang, celingukan, "Hair dryernya mana?"

Lantas aku bertanya, "Buat apa?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun