Mohon tunggu...
Chafiyani WulanPertiwi
Chafiyani WulanPertiwi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Magister Ilmu Pangan, Institut Pertanian Bogor

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Peran Ahli Pangan dalam Pemenuhan Kebutuhan Pangan Halal

14 November 2023   12:00 Diperbarui: 14 November 2023   12:05 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Unsplash.com

Indonesia menempati peringkat ke-4 negara dengan populasi penduduk terbanyak di dunia dengan jumlah mencapai 278 juta penduduk pada tahun 2022 dan diperkirakan akan terus bertambah hingga 312 juta penduduk dalam 10 tahun ke depan (UN, 2022). 

Pertumbuhan penduduk merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya krisis pangan. Kebutuhan pangan yang terus meningkat dan tidak diseimbangi dengan ketersediaan bahan pangan akan bermuara pada permasalahan ketahanan pangan. 

Ketahanan pangan didefinisikan sebagai keadaan dimana setiap orang setiap saat memiliki akses terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi untuk memenuhi kebutuhan pangan sesuai dengan preferensi masing-masing untuk mewujudkan hidup yang aktif dan sehat (World Food Summit, 1996). Kecenderungan preferensi pemilihan makanan ini dapat dipengaruhi oleh status sosial, jenis kelamin, maupun agama seseorang.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi muslim terbesar, yang diperkirakan jumlahnya mencapai 238 juta penduduk pada tahun 2030 (Pew Research Center, 2015). 

Orang islam memiliki kewajiban mengkonsumsi pangan yang halal, sehingga pertumbuhan penduduk muslim di Indonesia akan sejalan dengan peningkatan permintaan pangan halal pula. 

Wakil Presiden RI, Bapak K. H. Ma’ruf Amin memaparkan bahwa Indonesia termasuk negara konsumen produk halal dunia terbesar, dimana pada tahun 2018 Indonesia membelanjakan US$214 miliar untuk produk halal. Jika terjadi kelangkaan bahan pangan akibat pertumbuhan penduduk yang pesat, ada kekhawatiran bahwa produsen pangan akan melakukan pemalsuan terhadap produk mereka. 

Produsen mungkin akan menambahkan bahan lain yang lebih murah dan lebih mudah ditemukan untuk memenuhi lonjakan permintaan tersebut. Selain mengancam keamanan pangan, pemalsuan ini juga dapat melibatkan penggunaan bahan yang belum jelas kehalalannya. Untuk mencegah dan mengatasi hal tersebut, peran ahli pangan di sini sangat dibutuhkan.

Salah satu peran yang dapat diambil oleh ahli pangan dalam menyelesaikan permasalahan pertumbuhan penduduk di Indonesia, termasuk kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan pangan halal adalah sebagai akademisi atau peneliti. 

Ahli pangan bekerja sama dengan lembaga sertifikasi halal (dalam hal ini BPJPH) untuk memastikan bahwa bahan baku, proses produksi, dan produk akhir memenuhi persyaratan kehalalan, termasuk di dalamnya produk industri hulu (bahan baku dan bahan penolong) serta produk industri hilir (pangan siap konsumsi).

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, ahli pangan kini mampu mendeteksi kandungan bahan non-halal seperti bagian tubuh babi, anjing, tikus, dan binatang haram lainnya serta kandungan alkohol pada produk pangan melalui analisis laboratorium. Perkembangan metode autentikasi kehalalan juga terus diperbaharui dan dikembangkan untuk memastikan pangan yang dikonsumsi penduduk muslim Indonesia benar-benar halal. 

Autentikasi kehalalan pangan yang telah berhasil dilakukan antara lain menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR), Gas Chromatography (GC), Liquid Chromatography (LC), electrical nose (e-nose), Fourier Transform Infra-Red (FTIR) Spectroscopy, Differential Scanning Calorimetry (DSC), dan pendekatan omics (metabolomik, proteomik, genomik). Eksperimen menggunakan berbagai metode untuk autentikasi kehalalan berbagai produk pangan akan sangat berguna sebagai data base yang dapat digunakan sebagai rujukan saat dilakukan audit kehalalan suatu produk pangan.

Ahli pangan juga dapat melakukan riset dan pengembangan bahan atau produk pangan baru yang halal sebagai alternatif untuk produk-produk pangan yang rentan menggunakan bahan baku non-halal. Sebagai contoh, gelatin yang banyak digunakan pada produk dessert dan konfeksionari. Bahan baku utama gelatin adalah kulit dan tulang babi, serta sebagian dari kulit dan tulang sapi. 

Oleh karena itu, diperlukan alternatif gelatin yang berasal dari bahan baku halal. Dengan ide dan kreatifitas para peneliti (termasuk ahli pangan), beberapa sumber alternatif gelatin halal telah ditemukan, seperti gelatin dari by products berbagai spesies ikan (kulit, tulang, sisik) dan unggas (kulit, tulang, dan ceker). Pengembangan gelatin dari bahan baku halal ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan akan gelatin yang aman bagi konsumen muslim.

Di samping pemenuhan kebutuhan pangan halal, ahli pangan juga dapat menghasilkan penemuan dan riset dalam berbagai scope. Misalnya dalam hal diversifikasi pangan, pangan fungsional, pemanfaatan bahan pangan lokal, pengembangan kemasan produk pangan, hingga mutu dan keamanan pangan, Hasil-hasil riset dapat menjadi sumber informasi bagi berbagai kalangan mulai dari Masyarakat sipil, industri pangan, hingga pembuat kebijakan di pemerintahan. 

Solusi-solusi untuk mengatasi permasalahan kebutuhan pangan, termasuk kebutuhan akan pangan halal akibat pertumbuhan penduduk di Indonesia tentunya menjadi tanggung jawab bersama oleh semua pihak, dan akan semakin baik bila terjalin kerjasama antara ahli pangan dengan para ahli di bidang lainnya.

_

Penulis adalah Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Pangan, Institut Pertanian Bogor

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun