Mohon tunggu...
Chaerol Riezal
Chaerol Riezal Mohon Tunggu... Sejarawan - Chaerol Riezal

Lulusan Program Studi Pendidikan Sejarah (S1) Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Program Studi Magister Pendidikan Sejarah (S2) Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan saat ini sedang menempuh Program Studi Doktor Pendidikan Sejarah (S3) Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang hobinya membaca, menulis, mempelajari berbagai sejarah, budaya, politik, sosial kemasyarakatan dan isu-isu terkini. Miliki blog pribadi; http://chaerolriezal.blogspot.co.id/. Bisa dihubungi lewat email: chaerolriezal@gmail.com atau sosial media.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Media Massa, MoU Helsinki, dan Melankolia Kemerdekaan Aceh (Bagian Ke 2 - Selesai)

15 Agustus 2017   19:18 Diperbarui: 18 Agustus 2017   19:52 4009
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Pemerintah Indonesia membentuk tim runding RI yang terdiri dari Hamid Awaluddin, Widodo AS, Sofyan Djalil, Farid Husein, Usman Basya, Azwar Abubakar, Agung Wesaka Puja, dan sebagainya. Pada tanggal 26 Januari 2005, tim runding RI yang diketuai oleh Hamid Awaluddin (Menteri Hukum dan HAM) bertolak dari Jakarta menuju ke Helsinki. Dua hari kemudian setelah tiba di Helsinki, pada tanggal 28 Januari 2005 tim runding RI dan GAM melakukan perundingan ronde pertama di Helsinki. Dari GAM sendiri hadir Zaini Abdullah, Bactiar Abdullah, Nur Djuli dan Nurdin Abdurrachman, yang diketuai oleh Malik Mahmud. Sedangkan dari pihak mediator terdiri dari Martti Ahtisaari, Hannu Himanen, Juha Christensen dan Maria.

Awalnya pada perundingan pertama tidak banyak menghasilkan sesuatu yang konkrit. Posisi GAM juga masih sangat keras, dan bahkan sempat mengalami kebuntuan karena terjadi perbedaan pendapat antara GAM dan RI. Namun pada ronde berikutnya, telah terjadi terobosan yang luar biasa ketika GAM bersedia melepaskan tuntutan kemerdekaan Aceh atau memisahkan diri, dan menerima Self Government (pemerintah sendiri) atau dengan kata lain Otonomi Khusus dibawah bingkai NKRI. Pada ronde berikutnya perundingan lebih banyak membicarakan tentang amnesti, penyerahan senjata GAM, relokasi TNI dan Polri, tim monitor ASEAN dan EU, pemilu, reintegrasi anggota GAM, dan sebagainya. Namun demikian, perundingan antara kedua belah pihak masih tetap alot, tetapi lebih lancar karena aspek prinsipil paling hakiki yang diemban tim runding RI sudah terjawab.

Disini saya ingin menggaris bawahi soal misi utama dari banyaknya misi yang diusung dan diembang oleh tim runding RI. Selain mengusung misi perdamaian GAM dan RI, target utama yang dibidik dalam misi tim runding RI adalah berusaha sekeras mungkin untuk melepaskan tuntutan (cita-cita) GAM yang ingin mewujudkan kemerdekaan Aceh. Dengan kata lain, misi utama tim runding RI yang diterbangkan ke Helsinki adalah untuk menjaga keutuhan NKRI, karena bagi mereka itu adalah harga mati.

Apa yang dibidik oleh tim runding RI, rupanya menuai sasaran yang tepat. Kalau tidak, mengapa juga mantan Presiden Finlandia Martti Ahtisaari yang berindak sebagai ketua mediator perundingan, berkata dengan lantang:

"Coba lihat undangan dan agenda yang saya kirimkan kepada Anda semua. Disitu jelas terlihat bahwa kita melakukan dialog dalam kerangka Otonomi Khusus Aceh, bukan dalam kerangka kemerdekaan. Saya percaya Anda ke tempat ini pasti sudah membaca undangan dan agenda tersebut. Karena itu, Anda harus menyetujui sebelum ke sini. Jangan coba-coba lagi membawa agenda kemerdekaan di sini. Anda hanya akan membuang-buang waktu saya di sini. Kalau Anda tetap mau merdeka, silahkan tinggalkan meja perundingan dan tidak pernah kembali lagi ke sini. Sebelum Anda pergi, saya ingin mengingatkan bahwa saya akan menggunakan semua pengaruh saya di Eropa dan dunia internasional agar Anda tak akan pernah mendapat dukungan internasional."

Dengan ucapan yang tegas dari Martti Athisaari tersebut, pihak GAM akhirnya terjebak dan ikut dengan agenda yang dipatok oleh Martti Athisaari. Ucapan ketua mediator perdamaian ini membuat impian GAM yang mengidamkan kemerdekaan Aceh harus dihadapkan pada sebuah melankolia. Cita-cita GAM sedang berada di ujung tanduk dan terancam ambruk. Tetapi, GAM memang telah rela melepaskan tuntutan kemerdekaan pada perundingan damai di Helsinki.

Pembicaraan kali ini telah menyentuh subtansi persoalan. Sebagai contoh GAM sudah menanggapi dan mengajukan usul konkret tentang apa yang mereka kehendaki. Termasuk tuntutan GAM untuk membuat hukum baru di Aceh. Mereka menghendaki adanya perubahan total undang-undang yang mengatur tentang Aceh. Setelah melalui perdebatan panjang, akhirnya delegasi Indonesia yang diwakili Hamid Awaluddin mempersilakan Nurdin Abdurrahman merincikan daftar keinginan GAM. Keinginan yang dituntut oleh GAM adalah mendirikan partai politik lokal di Aceh.

Mendengar permintaan itu, tim runding RI berada dalam posisi sulit, karena dianggap mendirikan partai politik lokal bertentangan dengan UUD 1945. Lalu Hamid Awaluddin menelpon Ketua Mahkamah Agung, Bagir Manan. Bagir mengatakan, "Tidak ada larangan secara eksplisit dalam konstitusi kita. Yang jadi soal hanyalah sensitivitas politik, yang bisa kemana-mana." Bagir Manan memberi secercah harapan kepada delegasi Indonesia.

Permintaan GAM untuk mendirikan partai lokal juga disampaikan Hamid kepada Jusuf Kalla lewat telepon. Respon JK sangat positif. "Segala yang bisa kamu lakukan, jalankan saja, selama tidak melanggar konstitusi. Yang penting bagaimana saudara-saudaramu di Aceh berhenti berkelahi," kata Wapres.

Setelah itu, Hamid menyampaikan permintaan GAM itu kepada Martti Ahtisaari dan ia langsung menyambut baik. Ahtisaari pun meminta pertemuan segitiga; Hamid Awaluddin (Pemerintah RI), Malik Mahmud, Zaini Abdullah (GAM) dan dirinya. Ahtisaari cenderung mendukung ide parlok yang digagas GAM. "GAM tidak menghendaki kendaraan (politik) lain kok. GAM juga tidak tertarik dengan urusan politik tingkat nasional. Ini perlu sekali dipikirkan," ucap Ahtisaari. Hamid lalu mengusulkan agar GAM mengajukan judicial review UU Partai Politik. Tapi GAM kehilangan gairah untuk menempuah judicial review ke MK.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun