Hujan! Aku benci hujan! Teramat benci.
Saat arakan awan hitam perlahan datang, hatiku mulai menyumpah. Serapah tak pantas kukeluarkan meski hanya dalam hati. Dan tak berselang lama, langit menumpahkan semuanya ke bumi.
Aku? Semakin menyumpah. Saat ini, aku tengah terjebak hujan. Membuat perjalananku terhambat. Aku tertahan di sebuah emperan toko.
"Kenapa kau begitu benci dengan hujan?" Kudengar seseorang berkata. Aku menoleh, kau bertanya padaku? batinku. Dia mengangguk.
Ya, aku bertanya padamu. Dari tadi kudengar kau menggerutu. Kau tahu? Itu sangat mengangguku," ujar laki-laki berwajah tirus itu.
Aku jadi heran, bagaimana dia bisa mendengar  apa yang ku ucapkan dalam hati.Â
Aku menghela napas, "orang lain tidak ada yang terganggu, kau saja yang berlebihan. Lagi pula aku mengucapkannya dalam hati. Salah siapa bisa mendengar kata hati orang lain," aku berucap dengan ketus.
Kulihat orag itu mencoba bersabar. "Suatu saat kau aka membutuhkanku! Ingat itu!" Ancamnya.Â
Aku acuh, melenggang pergi. Hujan mulai menyusut. Namun, hatiku masih menyumpah. Kali ini karena laku-laki itu.
Akhir bulan Desember, hujan turun menjadi-jadi. Aku kembali terjebak hujan. Kali ini tidak di emperan toko, tapi di sebuah halte bus.Â