Mohon tunggu...
Christian Evan Chandra
Christian Evan Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Narablog

Memiliki kegemaran seputar dunia kuliner, pariwisata, teknologi, motorsport, dan kepenulisan. Saat ini menulis di Kompasiana, Mojok, dan officialcevanideas.wordpress.com. IG: @cevan_321 / Twitter: @official_cevan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kemampuan, Modal, dan Relasi: Demi Urbanisasi yang Nyaman bagi Pendatang dan Warga "Lama" Jakarta

7 April 2024   21:35 Diperbarui: 9 April 2024   10:21 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pendatang di Jakarta (KOMPAS/AGUS SUSANTO)

Lebaran sebentar lagi, mudik ke kampung halaman dan saatnya silaturahmi. Sebagai warga Jakarta, setiap tahunnya pula saya harus siap melihat lebih banyak orang yang balik khususnya dari kantong-kantong mudik seperti Stasiun Pasar Senen dan Terminal Kalideres.

Hidup dengan para perantau, bekerja bersama para perantau, sampai baru-baru ini ditanya pendapatnya oleh mereka yang berniat merantau, bagaimana saya menyikapi arus urbanisasi ke Jakarta setelah Lebaran?

Meskipun sebentar lagi meninggalkan status sebagai pusat pemerintahan, Jakarta tetap menjadi sentra bisnis dengan begitu banyaknya perusahaan lokal dan asing. 

Upah minimumnya salah satu yang tertinggi di Tanah Air, sehingga berada di atas pendapatan tidak kena pajak nasional bagi mereka yang belum menikah atau baru saja menikah.

Pemasukan yang lebih besar tentu menjanjikan, tetapi tingginya biaya hidup seringkali membuat perantau tidak memboyong serta keluarga. Tidak harus menjadi pegawai, banyak perantau yang mencoba peruntungan untuk berdagang dan sukses bertahan hidup di sini.

Padatnya arus balik yang melibatkan para pendatang ini sudah pasti menambah kemacetan kota Jakarta atau meramaikan pejuang transportasi publik yang saat ini saja sudah berjubel. 

Persaingan karir dan bisnis dengan mereka yang sudah lebih dulu tinggal di Jakarta juga semakin ketat, ditambah risiko pertambahan pengangguran dan kelas bawah baru yang menambah kelam potret kawasan kumuh dan berpotensi menimbulkan berbagai masalah sosial termasuk di antaranya adalah kriminalitas.

Permasalahannya lagi, pendatang ini seringkali datang dengan berbagai ketidakpastian, bahkan juga tanpa rencana yang jelas.

Meyakinkan diri sebelum datang ke Jakarta

Jika niatnya datang ke Jakarta untuk bekerja, saya selalu menyarankan perantau untuk mencari dan melamar secara online terlebih dahulu selama memungkinkan. 

Paling tidak setibanya di Jakarta sudah ada interview fisik yang siap menanti, atau bahkan kesepakatan kerja sudah di tangan dan tinggal memulai hari pertama. 

Tidak hanya penghasilan kotor yang lebih tinggi, setelah dipotong pajak dan biaya hidup pun haruslah lebih tinggi agar lebih worth it dibandingkan pekerjaan semula di kampung halaman.

Memikirkan biaya pulang kampung dan nasib keluarga

Biaya pulang kampung juga perlu diperhitungkan, apalagi jika jauh dari Jakarta. Selama keluarga tidak masalah dengan pulang setahun sekali, tentu bisa menyimpan lebih banyak uang. Semakin sering pulang tidak hanya berurusan dengan biaya, tetapi juga ketersediaan waktu dan jatah cuti. Memboyong keluarga akan menambah biaya, tetapi jika memungkinkan tentu lebih baik dengan fasilitas kesehatan dan pendidikan yang lebih mumpuni. 

Umumnya pemegang gelar Sarjana ke atas yang kebutuhan atas kemampuannya terbatas di kantor pusatlah yang memang butuh merantau ke Jakarta, sisanya masih mungkin mendapatkan pekerjaan dengan pendapatan menarik di luar Jakarta.

Pentingnya memiliki relasi di Jakarta setelah era kemajuan teknologi

Dengan keberadaan teknologi, seorang calon perantau banyak terbantu untuk mengenal dan mempelajari daerah yang didatanginya. Apalagi Jakarta, ketersediaan informasi digitalnya cukup mumpuni meskipun juga harus pandai-pandai menyortir hoaks. 

Pelayanan publiknya juga tergolong lebih memadai dengan penduduk yang padat dan ramai, meskipun mengharapkan bantuan gratis warga secara mendalam cukup sulit karena untuk kehidupan sehari-harinya pun sudah cukup sibuk dan menyita waktu.

Relasi sebelum datang untuk perencanaan yang lebih matang

Meskipun demikian, memiliki relasi di Jakarta sebelum merantau tetap lebih baik. Kita tahu bahwa Jakarta itu macet dengan tempat-tempat tertentu jarang memiliki belokan, putaran, dan titik penyeberangan sehingga dua titik yang jaraknya berdekatan menurut garis lurus pun kenyataannya tidak dekat dan tidak cepat untuk dijangkau. 

Bayangkan, seorang rekan yang bekerja di Sudirman malah mendapatkan kamar kos di Cawang ketika awal bekerja sehingga setiap harinya harus naik ojek. Contoh lain adalah seorang pekerja di Sudirman yang juga mendapatkan kamar kos di Sudirman tetapi dengan jarak yang cukup jauh sehingga ujung-ujungnya setiap hari harus membayar ongkos MRT.

Di daerah yang berdekatan, biaya tempat tinggal dan biaya hidup bisa berbeda cukup signifikan. Ditambah lagi pengalaman menemani beberapa perantau yang menyewa tempat tinggal, tempat sewaan yang terlihat bagus di internet pada kenyataannya jauh lebih buruk atau memiliki lingkungan yang kurang baik. 

Kadang-kadang, harga di internet juga jauh lebih mahal dibandingkan dengan menghampiri agen-agen pemasar setempat jika menyewa unit apartemen atau rumah tapak. 

Di sinilah relasi akan membantu mencarikan tempat tinggal terbaik, jika kelak calon perantau akan menyewanya sendiri di Jakarta. Akan lebih baik lagi jika relasi calon perantau bisa ditumpangi atau setidaknya menemani kepindahan, jelas membantu proses adaptasi dan mengurangi modal yang harus dipersiapkan.

Relasi di Jakarta sebagai penolong ketika jauh dari keluarga

Sekalipun tidak ada relasi, sesampainya di Jakarta harus segera mencari teman dekat yang bisa dipercaya dan diandalkan sebagai relasi. Maklum, tidak semua teman yang terlihat baik memang memiliki hati yang baik mengingat kehidupan di Jakarta itu keras dan mendorong warganya saling bersaing.

Jika sama-sama menjadi anak kos,  mungkin bisa mempertimbangkan bergabung untuk menyewa apartemen atau rumah yang lebih besar selama menurunkan biaya. 

Daripada membeli makan sendiri-sendiri, bisa mempertimbangkan untuk membeli sayur dalam porsi lebih besar untuk dibagi-bagi sehingga cukup membeli nasi masing-masing, lagi-lagi selama menghemat biaya. Ketika sakit, relasi ini bisa lebih cepat membantu mengingat posisi keluarga jauh apalagi jika membutuhkan persetujuan untuk tindakan medis.

Modal yang dibutuhkan untuk memulai hari baru di Jakarta

Baik bekerja maupun berbisnis, namanya memulai hari-hari baru mencari peruntungan jelas membutuhkan modal. Sekalipun bekerja, hasilnya baru diterima saat gajian di akhir bulan atau awal bulan berikutnya. Di satu sisi, biaya hidup keluar setiap harinya dengan besaran yang cukup tinggi.

Ditambah lagi, menyewa tempat tinggal di Jakarta umumnya membutuhkan pembayaran awal untuk beberapa bulan sekaligus, bisa tiga, enam, sampai dua belas bulan dan belum termasuk deposit. 

Jika tempat kerja atau tempat usaha kurang ramah transportasi publik dengan kebutuhan mobilitas yang tinggi dan cepat, paling tidak kendaraan pribadi seperti sepeda motor juga dibutuhkan. 

Sokongan modal pribadi atau dari keluarga tentu lebih baik agar tidak menimbulkan permasalahan finansial di kemudian hari karena perlu mengembalikan pinjaman dan membayar bunga dari pihak ketiga. 

Apalagi jika mengalami masalah pembayaran pinjaman, kita tahu bahwa sekarang beberapa tempat kerja menyeleksi calon karyawan berdasarkan hasil penilaian SLIK OJK.

Kenyamanan bagi perantau dan warga lama Jakarta

Kenyamanan itu relatif, mimpi perantau untuk hidup lebih nyaman di Jakarta haruslah terukur dan realistis. Warga lama yang terlihat sejahtera pun banyak yang ekstra hati-hati dalam mengelola pengeluaran dengan cenderung berlibur di rumah, makan dan minum buatan sendiri, menggunakan barang-barang dengan harga terjangkau dari brand yang tidak ternama, sampai bepergian dengan transportasi publik. 

Jika mimpi calon perantau adalah bisa hidup enak dengan menikmati akhir pekan di kafe mewah, berlibur panjang ke luar negeri, dan menggunakan barang-barang mewah, bisa jadi pandangannya terdistorsi oleh konten-konten berbau angin surga di media sosial. Begitulah peringatan dari mereka, para perantau yang sudah jauh lebih lama makan asam garam di Jakarta.

Selama belum mencapai jabatan tinggi dengan gaji berlimpah dalam karir atau berhasil membesarkan usaha, para perantau harus mengingat kembali tujuan perjuangannya adalah meningkatkan kesejahteraan diri dan keluarga.

Pemenuhan kebutuhan yang lebih terjamin, dana pendidikan anak yang lebih mapan, sampai dana pensiun yang siap menghidupi hari tua tanpa menyusahkan generasi penerus dan juga menjadi beban negara, haruslah menjadi prioritas utama para perantau. Kenyamanan itu sederhana, bisa tercapai jika hati dan pikiran tenang dengan ketersediaan tabungan yang memadai dan kestabilan pendapatan.

Hidup tanpa mengeluh menghadapi kerasnya Jakarta

Ketika sudah datang ke Jakarta, jangan lagi membandingkan santainya perjalanan waktu dan murahnya barang-barang kebutuhan di kampung halaman, sifat "kejam dan cuek" orang-orang di sekitar kita yang seakan mengedepankan kepentingannya sendiri dan kurang peduli terhadap permasalahan orang lain, sampai ramainya lalu lintas orang dan kendaraan sehingga harus lebih bersabar. 

Pekerja Jakarta sudah terbiasa lembur di malam hari, akhir pekan, dan hari libur bahkan tanpa kompensasi tambahan, hal ini juga harus diperhatikan agar perantau kuat dan tidak mudah mengambil keputusan untuk berpindah pekerjaan.

Emosi warga lain harus bisa disikapi dengan bijak dan tidak diambil hati jika tidak berdasar agar menghindari keributan yang tidak perlu. Berbuat baiklah kepada semua orang agar pahalanya kembali ke diri sendiri dan jangan lupa bertukar kabar dengan keluarga di kampung.

Jangan juga berpikir bahwa kenaikan gaji tahunan bagi pekerja di Jakarta akan selalu bisa mengejar kenaikan biaya kebutuhan sehari-hari dan berusaha akan selalu ramai dengan banyaknya penduduk Jakarta.

Ketika perusahaan tak mampu, jangankan mengikuti besar inflasi menurut BI atau BPS, gaji bisa saja tidak berubah. Tak pandai-pandai menyikapi situasi, usaha kebutuhan pokok sekalipun bisa sepi sampai gulung tikar. 

Banyak pekerja informal seperti petugas kebersihan dan keamanan yang melayani kawasan permukiman kelas menengah ke bawah malah mendapatkan gaji jauh di bawah UMR. Meningkatkan kemampuan dan reputasi serta terbuka untuk pekerjaan dan usaha sampingan adalah jalan meningkatkan pendapatan.

Beradaptasi dan bersatu merawat Jakarta

Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Segala kebiasaan yang diterima di kampung halaman tetapi tidak diterima di Jakarta sebaiknya ditinggalkan, demikian pula dengan beradaptasi untuk menerima dan melakukan kebiasaan-kebiasaan positif di Jakarta yang tidak bertentangan terhadap kepercayaan pribadi.

Selain beradaptasi, rasa turut memiliki dan peduli terhadap fasilitas umum dan fasilitas sosial serta menghargai hak orang lain akan membantu merawat wajah Jakarta.

Pelaku usaha haruslah berdagang di lokasi yang legal, misalnya tidak menggunakan jalur pejalan kaki sebagai tempat berdagang atau menduduki tanah milik orang lain tanpa izin.

Pekerja tidak memilih sewaan tempat tinggal yang diketahuinya menempati tanah ilegal atau tidak membayar tagihan listrik sebagaimana mestinya dan melapor kepada RT/RW setempat sebelum mulai tinggal. 

Dalam berkendara, pastikan selalu mematuhi tata tertib dan rambu-rambu yang ada. Ketika menumpangi transportasi publik, tolong jangan menaruh barang bawaan di kursi yang bisa diduduki oleh penumpang lainnya. Ketika menemui kebingungan, jangan segan dan malu untuk bertanya daripada menimbulkan masalah kemudian bagi banyak orang.

Jakarta butuh dan terbuka terhadap pendatang yang dapat memberikan warna positif dalam kemajuan Jakarta, khususnya memiliki kemampuan yang belum dapat terpenuhi oleh warga yang sudah ada.

Kontribusi positif dalam merawat Jakarta dan menjadikannya nyaman bagi kita semua tentu membuat kami senang menyambut para pendatang. Akan tetapi, urbanisasi yang berlebihan hanya akan menimbulkan masalah baru dan inilah yang tidak kami inginkan.

Jika tidak memiliki kemampuan yang dibutuhkan di Jakarta, tidak punya relasi, tidak punya modal, dan penghidupan di kampung halaman masih bisa memberi makan yang setara dengan apa yang mampu Jakarta berikan, lebih baik bertahan dan kerjakan apa yang sekarang dilakukan.

Bagaimanapun, kampung halamanmu membutuhkan dirimu juga untuk melanjutkan penghidupan di sana. Tetaplah berjuang sampai menemukan alasan untuk menjadi pendatang di Lebaran berikutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun