"Aku takut parkir di sana, Man. Aku titip tukang valet ini saja."
"Ngapain kamu titip tukang valet? Gak takut mobilmu lecet? Sini, aku saja yang bawa, tak usah takut, dijamin aman sampai tujuan."
Dengan mantap Arman membawa kemudi mobilku naik ke atas gedung itu hingga menemukan sepetak lahan kosong untuk memarkirkannya di sana dan selama itu pula tangan kiriku berpegangan erat pada handle di atas kaca jendela.
"Tang, sudah sampai. Turun. Kamu ini seperti naik angkot saja, lihat wajahmu sampai merah begitu. Lucu."
Arman memimpin di depan dan aku berjalan santai di belakangnya. Langkahnya begitu cepat sehingga beberapa kali kami terpisah. Satu per satu toko dimasukinya tanpa terlewat, pakaian dan jam tangan dicari untuk diri sendiri dan ibunya tercinta. Aku berpikir dia akan royal seperti di rumah makan tadi, tetapi ternyata salah besar! Arman menawar seluruh barang yang diminatinya dan beberapa berhasil dibawa pulang. Akhirnya hari beranjak sore, kami masuk ke dalam mobil dan Arman lagi-lagi berada di balik kemudi untuk menurunkannya dari gedung parkir. Setelah membayar parkir, kami bergantian dan makan di tenda kaki lima sebelum Arman diantar ke sebuah hotel yang ternyata letaknya sangat dekat dengan rumahku.
"Man, kenapa kamu buang-buang duitmu dengan tidur di sini? Kenapa kamu tidak mau tidur di rumahku saja?"
"Tang, sesekali aku juga inginlah mencicipi bagaimana rasanya tidur di kamar hotel. Lagipula, di sini aku juga tidak akan merepotkanmu untuk merapikan dan membersihkan kamar kosong untukku. Kamu juga tidak perlu lapor tamu ke Pak RT. Sudahlah, kamu mau tidur di sini juga tidak apa-apa. Sarapan untuk dua orang, besok pagi kamu bisa makan di sini bareng-bareng."
"Man, maksudnya kan kamu bisa tidur sekamar denganku, mengulang lagi ketika dulu kita sering bergantian menginap."
"Tang, kamu takut tidur sendiri? Waduh, makanya cepat cari istri, jangan yang dicari jabatan terus."
"Maksudmu?"
"Ya, aku tahu pasti dari caramu berpakaian dan mobil yang kamu gunakan, kamu bukan orang biasa di kantormu. Sayang, tak ada pendampingnya. Di kota ini banyak gadis cantik, kalau kamu mau luangkan waktumu, mungkin kamu bisa mendapatkan satu saja gadis yang benar-benar baik dan tulus menyayangimu, Tang. Segalanya butuh pengorbanan. Lain dengan aku, di tempatku jarang sekali ada perempuan, kalau ada tak lama pasti dikirim ke luar negeri untuk jadi TKI. Eh, tempatku lagi, itu kan kampung halaman kita bersama, Tang. Harusnya kamu tahu betul kondisi kita, dari dulu tak berubah."