Masuk lagi ke dalam mobil, Arman kembali teringat dengan keinginannya untuk makan di tenda kaki lima. Aku bingung harus membawanya ke mana, betul-betul aku bingung. Maklum, pagi makan masakan sendiri, siang makan di kantin kantor, sore makan masakan sendiri lagi.
"Man, kamu mau ke tenda yang mana? Tenda mah banyak, makanannya beda-beda."
"Terserah kamu, Tang. Mana yang enak?"
"Mana aku tahu, orang hari-hari kalau tidak di rumah, di kantin kantor. Makan ke luar kalau diajak bos. Hemat."
"Jadi bagaimana dong? Hari ini hari terakhirku nih, Tang."
"Ya sudah, Man. Cari yang dekat dan fenomenal aja ya."
"Oke, ayolah, Tang."
Kami meluncur ke kawasan Pademangan yang juga dikenal sebagai kawasan Kalimati. Arman memintaku untuk keluar, baginya jalan di sana terlalu sempit dan dia khawatir bodi mobilku lecet. Ah, untuk teman sendiri, tidak masalahlah. Lagipula, bawa mobil di Jakarta bisa mulus sepenuhnya, rasanya mustahil. Kami masuk dan memesan berbagai macam masakan, mulai dari sayuran, ayam, hingga seafood. Tak lama menunggu, makanan sudah siap untuk disantap bersama gitar para pengamen yang ngejreng sampai perut benar-benar kenyang. Kami baru selesai makan, tetapi langsung terusir oleh pengunjung berikutnya yang sudah menunggu. Kali ini, akulah yang membayar, benar-benar tidak enak jika selama tamu datang tuan rumah tidak pernah membayar. Inilah akhir kegiatan Arman di Jakarta, selanjutnya kami kembali ke rumahku dan Arman berkemas. Sejak dulu sampai sekarang, setiap kali berkemas, hasilnya selalu rapi dan bukan asal dibejek-bejek.
"Man, semua sudah masuk, Man? Semua lengkap kan? Jangan sampai ada yang tertinggal, jangan sampai ada yang rusak."
"Sudahlah, Tang. Kamu tidak mau titip apa-apa untuk ibumu? Kasihan, sudah lama tak bertemu, barang pun tak diberi."
"Barang untuk ibuku? Sudah aku kirim bulan lalu pakai kurir, pas diskon besar-besaran. Coba kalau kamu datang bulan lalu, bisa belanja lebih banyak lagi."