Langit masih hitam, ayam belum berkokok, dinginnya udara di tengah malam menusuk sampai ke tulang, tiba-tiba terdengar lantunan lagu, "Aku di sini dan kau di sana, hanya berjumpa via suara." Bunga tidurku yang sedang indah-indahnya tersapu seketika dan tanganku langsung meraba meja di samping kasur untuk mengambil ponsel.
"Hai, Lintang. Apa kabar?"
"Hei, best friend aku ini. Arman, apa kabar kamu? Aku all fine."
"Aku juga all fine. Memang tak pernah berubah gayamu ini, Tang, Tang."
"Ada apa, Man? Mimpiku lagi asyik-asyiknya, eh bubar."
"Cie yang bisa mimpi, mimpiin gadis mana, Tang? Beliin gado-gado bisa, Tang?"
"Kirim gado-gado ke sana mah basi sebelum sampai, Man. Minum obat dulu sana."
"Maksudku, pagi ini aku mau ke tempatmu merantau, mau makan gado-gado."
"Jauh-jauh amat sampai ke Jakarta buat makan gado-gado. Belinya ya nanti saja, kamu beli sendiri juga bisa kan?"
"Tang, aku belum pernah ke Jakarta, gak tau gado-gado mana yang enak. Ini kan sedang liburan panjang akhir pekan, kamu bisa menjemputku kan di bandara?"
"Bisalah, untuk sahabatku, masak aku tak bisa?"