Mohon tunggu...
Christian Evan Chandra
Christian Evan Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Narablog

Memiliki kegemaran seputar dunia kuliner, pariwisata, teknologi, motorsport, dan kepenulisan. Saat ini menulis di Kompasiana, Mojok, dan officialcevanideas.wordpress.com. IG: @cevan_321 / Twitter: @official_cevan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ceritaku Mendapatkan Vaksinasi Dosis Kedua di Jakarta dan Sedikit Saran untuk Perbaikannya

14 Agustus 2021   21:24 Diperbarui: 16 Agustus 2021   15:19 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi vaksin covid-19. Foto: Shutterstock via Kompas.com

Ketika saya menerima dosis pertama di suatu sekolah, terus terang pelaku screening yang merupakan seorang dokter mengajukan pertanyaan seperti "robot pembaca teks" dengan nada tegang. 

Vaksinator menyarankan saya untuk beristirahat ekstra setelah menerima vaksin dan meletakkan tangan dengan posisi tertentu untuk mengurangi rasa sakit, jadi semakin tegang sebelum vaksin itu masuk ke tubuh saya. Ketika melihat meja screening dihuni oleh tentara, saya takut kali ini lebih menegangkan dan ternyata salah besar.

Petugas menanyakan pertanyaan dengan santai dan mengalir begitu saja, malah terasa lebih baik dari dokter tadi. Ketika saya mengatakan bahwa tidak merasakan apa-apa setelah menerima dosis pertama (dan memang benar demikian), petugas bertanya sekali lagi karena merasa hal ini cukup tidak biasa di antara penerima vaksin AstraZeneca. 

Beliau pun menyemangati saya agar tidak perlu mendengar berita di luar, jika kuat bekerja maka bekerjalah saja dan semoga tidak perlu "mengambil jatah" cuti sakit, demikian pula dengan mengakhiri hari kerja lebih cepat karena pusing kepala. Terima kasih atas doanya, Pak. Vaksinator? Diam saja, semuanya berjalan cepat. 

Saya iseng menoleh ke kiri untuk melihat proses vaksinasi, tetapi vaksinator bilang untuk memejamkan mata saja agar tidak menjadi takut dan tegang. Hal ini berbeda dengan pelaksanaan vaksinasi dosis kedua yang dilakukan oleh rekan kerja saya sekitar seminggu kemudian di Jakarta Convention Center, vaksinator justru meminta peserta untuk melihat langsung proses vaksinasi dan diduga hal ini dilakukan untuk memastikan mereka tahu bahwa vaksin yang mereka terima bukan vaksin kosong.

Kuota vaksin yang informasinya juga kurang akurat

Sepulangnya dari tempat vaksin, ibu saya bernapas lega berhasil mendapatkan dosis keduanya. Yang saya perhatikan di tempat, petugas terus berhitung berapa orang yang sudah menerima dosis kedua AstraZeneca. Akan tetapi, saya tidak tahu alasannya.

"Kamu tahu, kalau hari ini mereka hanya menerima seratus dosis per hari? Dan mereka baru tahu ini ketika dosis itu datang?"
"Lah, kan kuota di JAKI tidak dipisahkan berdasarkan jenis vaksin. Seribu orang per jam, kalau tidak salah ada empat pilihan jam untuk hari ini."
"Iya, itu kan gabungan Sinovac dan AstraZeneca. AZ hanya seratus untuk hari ini."
"Bagaimana dengan mereka yang mendaftarkan untuk sesi terakhir dan ternyata sudah masuk sebagai orang ke-101 atau lebih?"
"Tidak tahu."

Waduh, waktu yang diluangkan untuk datang dan mengantre tidaklah sedikit. Bagi mereka yang pendapatannya tak pasti, ada sesuatu yang dikorbankan. Pelajar dan mahasiswa, meninggalkan kelas. Pekerja kantoran, cuti dan mungkin melewatkan rapat penting. Ini perlu menjadi perhatian serius. Apalagi, kejadian ini sudah terjadi sebelum kami dan terjadi lagi setelah kami di tempat lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun