Mohon tunggu...
Christian Evan Chandra
Christian Evan Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Narablog

Memiliki kegemaran seputar dunia kuliner, pariwisata, teknologi, motorsport, dan kepenulisan. Saat ini menulis di Kompasiana, Mojok, dan officialcevanideas.wordpress.com. IG: @cevan_321 / Twitter: @official_cevan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan Sebagai Gerakan Semesta Demi Indonesia yang Lebih Kompetitif

23 Mei 2016   13:47 Diperbarui: 23 Mei 2016   13:51 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kemampuan lembaga pendidikan formal mencetak lulusan yang mampu mengamalkan nilai Pancasila

Indonesia memiliki dasar negara yang sederhana tetapi memuat nilai-nilai mulia untuk kehidupan bangsa ini yaitu Pancasila. Begitu pentingnya nilai-nilai dalam Pancasila hingga pendidikan mempelajarinya secara lebih mendalam dan juga bentuk pengamalannya. Permasalahannya, apakah para pelajar sudah melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari? Ketika masih ada pelajar yang melakukan aksi menyontek, maka pelajar tersebut belum mampu mengamalkan nilai Pancasila dalam hidupnya. Lembaga pendidikan harus berjuang agar para lulusan nantinya mampu mengamalkan nilai mulia Pancasila dan menjadi insan yang berguna melalui penguatan iman, penegakan disiplin, dan tidak menganggap nilai sebagai satu-satunya hal yang penting. Mengapa siswa mau menyontek? Salah satunya adalah standar nilai yang tinggi di lembaga pendidikan.

Keterbatasan pengajar

Indonesia saat ini boleh dibilang memiliki keterbatasan pengajar, terlebih lagi pengajar berkualitas. Menjadi pengajar dianggap kurang menguntungkan secara ekonomis bagi sebagian orang. Mereka yang menjadi pengajar saat ini pun tidak semuanya memiliki kompetensi yang luas untuk menampung keingintahuan para pelajar. Hal ini memaksa sekelompok pengajar yang sudah memasuki usia pensiun untuk terus mengajar demi menjaga kualitas.

Keterbatasan pengajar dapat dikurangi dengan menggerakkan hati anak bangsa untuk mau membaktikan diri mereka sebagai pahlawan tanpa tanda jasa kepada sesama mereka. Gerakan seperti ini sudah ada di Indonesia dalam wujud kelompok “Indonesia Mengajar” dan diharapkan ke depannya semakin banyak anak bangsa yang terpanggil untuk mengikuti kegiatan seperti ini. Akan lebih baik lagi jika negeri ini benar-benar memiliki pengajar yang sejak awal diperuntukkan menjadi guru melalui pendidikan keguruan. Pemerintah bersama dengan pihak swasta dapat memberikan beasiswa kepada mereka yang berprestasi dan mau membaktikan diri sebagai pengajar namun tidak memiliki cukup uang. Selanjutnya, Kemdikbud berperan mendata pengajar-pengajar yang ada dan menentukan di jenjang dan pelajaran apakah yang masih kekurangan pengajar agar pengajar baru tersebut dapat dididik sesuai kebutuhan.

Kemampuan pengajar mengamalkan nilai Pancasila

Pengajar tidak boleh menuntut didikannya melulu tentang nilai, melainkan mengajak didikan untuk belajar dan berusaha sebaik-baiknya sehingga nilai bukanlah menjadi pusat utama. Pengajar harus memperhatikan dan menghargai usaha para didikannya. Menjadikan nilai sebagai pusat perhatian mengurangi niat pelajar untuk memahami materi pelajaran untuk masa depan mereka dan malah mendorong kepada ketidakjujuran. Ketidakjujuran berarti gagalnya pengalaman sila pertama Pancasila. Pengajar juga tidak diperkenankan mendorong para didikannya untuk bersaing terlalu ketat karena dapat menjurus kepada persaingan yang tidak sehat, ketidakadilan, dan perpecahan.

Mengintensifkan peran keluarga sebagai pusat pendidikan pertama dan utama

Tidak sepanjang hari seorang pelajar berada di lembaga pendidikan formal tempat dirinya menimba ilmu. Sebagian besar waktu dihabiskan di rumah bersama dengan keluarga. Keluarga tidak hanya memberikan kasih sayang dan memenuhi kebutuhan ekonomis, melainkan juga menanamkan karakter, keterampilan, dan pengetahuan sehingga sang pelajar bisa menjadi manusia sejati dan memposisikan dirinya dalam kehidupan bermasyarakat. Peran keluarga sangat besar dalam membentuk karakter dan keterampilan anak sehingga peran keluarga dalam pendidikan harus diintensifkan. Orang tua harus digerakkan untuk mendidik anaknya dengan baik, benar, dan penuh cinta, bukannya mendedikasikan seluruh waktunya melulu untuk mencari nafkah.

Pendidikan dalam tingkat masyarakat dan negara

Lingkungan sekitar memberikan peran yang cukup besar dalam membentuk keterampilan dan karakter seorang individu. Maka, setiap anggota masyarakat memiliki kewajiban untuk menjadi teladan berkehidupan yang benar dan taat. Tokoh agama dan tokoh masyarakat dapat bergerak untuk menanamkan nilai-nilai keagamaan dan juga nilai kearifan bangsa (termasuk di dalamnya Pancasila) agar selanjutnya diamalkan oleh seluruh masyarakat. Di lingkungan Rukun Tetangga atau Rukun Warga, dapat diadakan kegiatan pendidikan keterampilan dan juga didirikannya perpustakaan. Masyarakat kelompok mampu didorong untuk menyisihkan uang yang mereka miliki untuk memberikan beasiswa kepada mereka yang tidak mampu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun