Bagaimana saya bisa berkata kalau dia resah dan gelisah. Padahal sayalah yang resah. Sayalah yang gelisah. Sayalah yang mengharapkan  dia untuk duduk di dekat saya. Sayalah yang mengharapkan dia untuk membagi ilmunya tentang menghadapi hidup. Tentang menata hati dan perasaan yang hancur.
Dia tersenyum sebelum akhirnya memutuskan untuk menutup mata. Wajah tuanya terlihat tanpa beban. Bahkan, begitu bercahaya dan bersih. Kenapa tadi saya melihat wajahnya muram dan matanya resah?
Saya juga tertidur ketika kendaraan yang saya tumpangi kian melaju membelah jalanan yang sunyi. Angin berembus merayu-rayu memberatkan mata.
Ketika saya terjaga, sosok tua itu sudah tidak ada lagi. Saya sampai heran. Karena ke Pasaman masih jauh. Kenapa sosoknya menghilang begitu saja. Saya mencoba mengedarkan pandangan ke sekeliling. Tidak ada terlihat sosok tuanya.
Saya merasa kehilangan. Ada kesedihan yang menyelinap di relung hati saya.
Pantulan kaca jendela membuat saya sontak terkejut. Di kaca itu saya melihat sosok pria tua itu tersenyum manis. Dari yang awalnya jelas, bayangannya lalu memudar kemudian kembali membentuk seraut wajah.
Dan wajah itu wajah saya.
Tamat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H