Mohon tunggu...
Triboy Mustika
Triboy Mustika Mohon Tunggu... Penulis - Rahasia

Enggak ada yang spesial. Biasa aja.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bapak Hanya Butuh Teman Bicara

13 Februari 2023   16:50 Diperbarui: 13 Februari 2023   16:57 1010
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia terbahak. Giginya sudah tidak utuh lagi.

"Apakah itu berarti ananda sudah punya pasangan hidup?" Mata tuanya terlihat kelabu. Entah sudah berapa banyak hal buruk dan hal baik yang dia lihat. Namun, saya yakin, hidup laiknya manusia lain,  tentu banyak hikmah yang kadang tidak perlu ditulis, tetapi bisa dipelajari dari mata yang memendam sejuta pengalaman.

"Alhamdulillah, Pak. Saya sudah menikah dan memiliki dua orang anak. Kebetulan saya harus berpisah jarak dengan mereka. Saya di Padang dan anak istri saya di Pasaman."

Lancar sekali lidah saya menyampaikan hal itu. Padahal saya seharusnya menahan diri agar kehidupan pribadi saya tidak terekspos.

Dia menatap saya. Dahinya mengernyit. Saya tahu dia pasti penasaran dan akan bertanya kenapa saya sampai berjauhan dengan anak dan istri saya.

Nyatanya, dia bungkam sesaat. Menghela napas berat. Dia memegang bahu saya. "Ananda sangat hebat. Berpisah demi memenuhi kebutuhan anak dan istri tentu tidaklah mudah. Namun, kalau belum ada terlihat jalan yang lebih baik dan hanya ini satu-satunya jalan, maka jalanilah dengan ikhlas. Insha Allah, ada keberkahan yang menanti. Tetaplah semangat dan jauhi kesedihan hati."

Saya sangat terharu mendengarnya. Kesedihan hati. Dia sangat tahu kalau saya merasakan ini saban hari. Saya mengucapkan terima kasih atas nasehatnya.

"Yang harus ananda ketahui, kesedihan adalah sumber penyakit. Kesedihan akan mematikan akal dan pikiran. Jadi, kontrollah hati dan pikiran ananda ketika kesedihan datang menjelang."

Akh, kenapa dia bisa masuk jauh ke dalam hati saya? Bukankah kesedihan yang selama ini memenuhi ruang jiwa saya? Sampai saya terkadang tidak bisa berpikir dengan jernih. Saya selalu tenggelam dengan masa lalu, dan pusing dengan masa depan.

"Hidupmu adalah hari ini, Nak. Hari kemarin sudah mati. Ananda tidak perlu lagi memikirkan sesuatu yang tidak mungkin diubah. Besok adalah misteri. Kenapa harus tegang memikirkannya? Hadapi hari sekarang. Satu per satu. Selesaikan masalahmu, pekerjaanmu, satu per satu, dan hiduplah dalam waktu yang terbatas. Dengan begitu, ananda akan hidup lebih baik ke depannya."

Mahsya Allah, Subhanallah. Saya tidak tahu harus berkata apa dan menanggapi bagaimana. Yang keluar dari mulut lelaki tua itu adalah kebenaran. Kebenaran yang selama ini saya cari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun