Matanya tertuju pada tas milik Kinan, ada hape di dalamnya. Tangannya gemetar memegang hape Kinan. Ia ragu membuka aplikasi memo, namun rasa ingin tahu mengalahkan ketakutannya. Saat membaca catatan Kinan, hatinya terasa tertusuk.
Memo Kinan:
"Aku tahu ini keputusan besar. Aku harus menikah dengan Dirga. Papa sangat mengharapkannya, dan aku tidak bisa mengecewakannya. Tapi aku takut, sangat takut. Dirga tidak pernah benar-benar melihatku. Aku hanya sebuah kewajiban baginya. Mungkin aku memang tidak cukup berharga untuknya."
Anna membaca ulang kalimat itu, mencoba memahami beratnya tekanan yang dirasakan Kinan. Air matanya perlahan mengalir. Anna berbisik pada dirinya sendiri, Kenapa harus aku yang ada di posisi ini? Hidupku hilang, dan sekarang aku harus hidup dalam tubuh yang penuh dengan penderitaan.
Kilasan ingatan Kinan muncul di kepalanya---saat Kinan dipaksa menerima lamaran Dirga demi kebahagiaan Papanya. Anna memijat pelipisnya, mencoba mengusir rasa pening yang datang tiba-tiba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H