Mohon tunggu...
Giande HIkki
Giande HIkki Mohon Tunggu... -

seorang pengangguran yang demen nulis dan nonton

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sang Peniup

31 Mei 2011   06:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:01 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

“ Eh kenapa? Bukannya kamu sedang ragu – ragu? Dan harus segera mengambil keputusan? “ Tanya Sang peniup heran

“ Betul… tapi keraguan itu tidak selalu buruk. Keraguan itu membuat kita berpikir dengan baik – baik, membuat kita lebih kritis. Kalau keraguan itu tidak ada? Maka saat mengambil keputusan kita tidak berpikir dengan seksama dan mungkin akan merugikan. “

Sang peniup mendengarkan ucapan si pengelana. Selama ini dia tidak pernah berpikir demikian, dan warga kota juga tidak pernah menolak saat dia ingin meniup keraguan mereka. Tapi ia merasa apa yang dikatakan si pengelana ini juga masuk akal.

“ Apa kamu tidak pernah mempunya keraguan peniup? “ tanya si pengelana

“ Aku? Tidak – tidak aku tidak pernah ragu “ Jawab sang peniup cepat, tapi ia tidak sadar kalau jawabannya itu mengandung keraguan, dan ia belum sadar

“ Ah sudah kuputskan akan menginap di penginapan saja. “ Kata si pengelana tiba – tiba “ Terima kasih atas niat baikmu sang peniup, aku pegi dulu ke penginapan sebelum mereka tutup “

Sang peniup tidak berkata apa – apa lagi. Ia melihat kalau bola keraguan itu juga sudah menghilang dari pundak si pengelana. Baru kali ini sang peniup bola keraguan menghilang sendiri tanpa dia tiup. Dalam perjalanan pulangnya sang peniup terus berpikir pertanyaan dan penjelasan si pengelana. Walaupun singkat tapi hal itu membuat sang peniup berpikir. Apakah dia perna ragu – ragu? Dan apakah yang dia lakukan sudah benar dan baik untuk penduduk? Meniup keraguan mereka? Bagaimana kalau keputusan yang diambil dengan meniup keraguan itu adalah keputusan yang salah? Bagaimanapun sang peniup hanya meniup keraguan. Keputusannya sudah tepat atau tidak , tidak pernah dipikirkan oleh sang peniup.

Langkah ringan dan senyum yang biasa mengiringi sang peniup hilang saat itu juga. Wajahnya penuh dengan kebingungan, ia menjadi ragu – ragu akan dirinya. Keraguan itu membesar dan menghimpit dirinya tanpa ia sadari. Wajahnya menjadi kelam. Sesampai dirumahnya yang kecil ia tidak bahagia seperti biasa karena diliputi keraguan. Sang peniup terduduk lemas di kursinya ia berpikir dan terus berpikir. Keraguan itu terus menggerogoti dirinya. Bola keraguan yang kecil kini berubah menjadi besar tidak berbentuk dan menghimpit sang peniup. Sang peniup tanpa sadar melihat dirinya di depan cermin.

Uahhhh !

Ia berteriak kaget. Ia tidak mendapati sosoknya yang biasa. Wajah ceria, dan perut gemuk. Tapi mendapati bayangan pria kurus dengan wajah keriput, dihimpit bola besar. Senyum lebar itu hilang. Bola keraguan yang besar berwarna biru tua yang sudah mulai menghitam. Ia perlahan mendekati cermin itu dan meraba – raba dirinya. Terlihat bayangan itu juga meraba – raba dirinya. Tangannya gemetar tidak percaya dengan apa yang dia lihat dan ia sentuh.

A…apa…apa yang terjadi dengan diriku? Kenapa aku dihinggapi oleh bola keraguan yang seebegitu besar?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun