Mohon tunggu...
Cerita_Esa
Cerita_Esa Mohon Tunggu... Guru - Menulis dan membaca tidak membuatmu kaya sekejap, tapi yakini dapat membuat hidupmu beradap

@Cerita_esa karena setiap jengkal adalah langkah, dan setiap langkah memiliki sejarah, maka ceritakanlah selama itu memberi manfaat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jeda

27 September 2021   08:14 Diperbarui: 27 September 2021   08:15 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Malam itu Ayah menyadari kelalaiannya. Ayah meminta maaf. Tapi keputusan ibu sudah bulat. Ibu pernah meluapkan isi pikiran Ibu, Ayah mendengarkan tapi entah pikirannya sedang di mana."

Kami mulai menata hati, menata angan yang barangkali sekian waktu tersumbat oleh kebungahan. Ibu tetap berbicara.

"Nak, Ibu sering menasehati kalian. Hadirkan perasaan disetiap apa yang kalian lakukan. Hidup ini bukan hanya tentang seberapa penting capaian tapi kalian juga harus menimbang etika perasaan. Selama ini Ayah dan Ibu hanya tidak bisa berkomunikasi melalui hati masing-masing."

Sebagai seorang istri, ibu memerlukan kehadiran hati ayah. Menjadi anak-anaknya kami tidak pernah tahu gejolak batin itu yang menyebabkan trigger setiap kali terabai oleh ayah.

 Bagaimana tidak, diam-diam ibu memendam perasaan sendiri. Segala kesedihan, keputusasaan, dan kesepian sudah berlangsung selama sepuluh tahun lebih. 

Belum lagi sebelum berpindah rumah ibu telah dibuat luka batin oleh ibu dari ayah. Kata ibu, permasalahan yang lumrah, namun siapa yang pernah menyangka jika hati seseorang tidak pernah disamakan untuk menerima terpaan dari luar.

Ini bukan masalah ibu beriman atau tidak. 

Aku rasa trauma tidak ada kaitannya dengan fluktuasi iman. 

Seperti ketika kamu flu bukan berarti tidak memiliki iman. Ibu hanya perlu obat penenang psikisnya untuk sembuh, sayangnya orang terdekat ibu abai pun kami sebagai anak terlena dengan persembunyian ibu.

"Malam itu Ibu yang memutuskan untuk istirahat. Ibu rasa ingin menyembuhkan diri tanpa Ayah lagi. Ayah sebetulnya juga keberatan dengan keputusan Ibu. Tapi mau tidak mau harus diterima. Semua aset Ayah sudah diberikan untuk kalian pun juga dengan rumah ini. Ibu rasa, Ayah juga sudah membekali banyak hal untuk bertahan hidup."

"Lalu Ibu punya apa?" Celetus adik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun