Mohon tunggu...
Banyu
Banyu Mohon Tunggu... Seniman - Eksplorasi Rasa

Writing for happy ending

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berdamai Dengan Diri

15 Agustus 2015   06:40 Diperbarui: 25 Desember 2020   21:51 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ghani hanya diam pasrah.

Waktu berjalan begitu cepat, malam telah menyelimuti langit Jakarta. Sungguh teramat letih mereka berdua hari ini. Namun keletihan tersebut setimpal dengan hasil yang mereka dapatkan. Beberapa menit kemudian sampailah mereka di hotel yang terletak tidaklah begitu jauh dari bandara soekarno – hatta. Sesampainya disana, setelah check in segera mereka diantarkan oleh doorman menuju kamar yang dipesan. Hadi tidak banyak berbicara, ia terlihat sangat letih dan beberapa kali menguap terus menerus. Sedangkan ghani ia diliputi oleh pikiran yang tiada begitu jelas, hatinya berdebar – debar tak tentu arah.

Sempat ketika Hadi hendak mandi malam itu, tanpa sengaja terlihat oleh ghani ia yang tanpa busana. Teramat jelas. Ghani mencoba berpaling, mencoba menepis segala pikiran – pikiran kotor yang menghampirinya. Belumlah ada 1 jam sudah seperti ini godaannya. Ghani baru saja tiadalah tahu sampai kapan batas pertahanannya mampu bertahan

“Besok bangunin kalo kamu bangun duluan” kata Hadi yang telah merebahkan dirinya dikasur disebelah Ghani

“Oke Mas” jawab Ghani

Malam sungguh terasa panjang, jam sudah menunjukkan jam 1 dini hari, Dan semenjak tadi Ghani belum bisa sedikitpun memejamkan matanya. Pikirannya kemana - mana, bayangan – bayangan hadi muncul menggoda di pikirannya. Tak luput pula bayang - bayangan masa lalu muncul dalam klebatan – klebatan yang meresahkan. Ia teriangat akan wajah – wajah orang yang telah ia kuburkan bersama masa lalunya, orang – orang yang seharusnya tidak boleh dicintainya. Tanpa disadari, perlahan pertahanannya mulai retak, rembesan rembesan kecil gejolak dalam dirinya tiada terbendung. Ditengoknya Hadi yang telah tertidur pulas disampingnya, diamatilah wajah pria tampan itu lamat – lamat kemudian pandangan itu menjalar ke seluruh tubuh. Hatinya terhipnotis oleh pandangan itu, tiba – tiba ia merasakan jantungnya berdetak hebat, nafasnya semakin cepat dan seluruh tubuhnya bergetar melihat pria itu. Harapan yang lama dicari cari.

 Pikiran waras ghani seolah telah hilang, perlahan - lahan ia mendekatkan wajahnya kepada Hadi yang tidur menghadapnya. Sungguh apakah gerangan yang terjadi pada bapak Putra ini. Oh Tuhan selamatkanlah ia dari Perbuatan keji itu ya Tuhan. Kembalikan kewarasan pada dirinya Ya Tuhan. Dan ketika jarak tinggal seujung jari saja, terbayanglah oleh ghani wajah dari Dita serta Putra yang memanggil manggilnya di rumah sana. Astaga, apa yang kulakukan, bagaimana kubisa melanggar sumpahku Ya Tuhan. Sungguh berat cobaan ini Ya Tuhan. Menyakitkan sekali. Ghani bangkit dari kasur tersebut dengan pikiran tak karuan. Sunguh menyesal betul ia dengan apa yang baru saja dialaminya. Maafkan Aku Dit, Maafkan ayahmu, Putra.pikiran itulah yang terus berkecamuk dalam dalam dirinya. Rasa bersalah yang begitu dirasainya kini. Dengan perasaan frustasi keluarlah ia dari kamar tersebut, dicarinyalah mushola di hotel tersebut jikalau ada. Berjalan gontailah ia kala itu, sempat berpapasan dengan beberapa doorman, ia tak mempedulikan apa yang diucapkan oleh mereka. Ia kalut dengan pikirannya sendiri. Setelah mencari – cari akhirnya ditemukanlah Mushola di dekat lobby hotel. Disana ia bersimpuh, mengadu dan memohon maaf kepada Tuhannya. Ya Tuhanku ampunilah aku, cukuplah aku yang Engkau uji dengan perasaan terlarang ini. Jagalah Keturunanku dari perasaan ini Ya Tuhan. Ia pasrah, tak tahu lagi apakah Tuhan masih mau memaafkannya. Dan sepanjang sisa malam itu dihabiskannya di mushola itu, bermunajat sepenuh hati kepada Rabb-nya.

***

Jam 6 pagi pesawat biru tujuan Surabaya sedang bersiap berpacu di landasannya. Di dalam pesawat itu mereka berdua duduk bersebelahan.

“Mas, aku minta maaf “kata Ghani

“Maaf Buat apa ?“ Hadi keheranan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun