Mohon tunggu...
Cep Abdul Baasith
Cep Abdul Baasith Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Manajemen dan Bisnis, IPB Univeristy

Hello, I am Cep Baasith, a highly motivated individual with a breadth of experience working as a managing editor. I am looking forward to connecting with each of you.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menghadapi Korupsi Dalam Bisnis Internasional: Strategi Etika dan Tata Kelola Untuk Mempertahankan Reputasi Perusahaan

14 November 2024   14:55 Diperbarui: 14 November 2024   15:26 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
AI-generated image depicting corruption in international business. Retrieved from https://openart.ai/create. 

PENDAHULUAN

Korupsi bukan sekadar pelanggaran hukum dalam dunia bisnis; ini adalah ancaman nyata yang mampu merusak reputasi, mengguncang integritas, dan menghancurkan kepercayaan publik (Bahoo et al., 2020; Cuervo-Cazurra, 2016). Di era globalisasi yang mendorong perusahaan berekspansi ke pasar internasional, tantangan ini semakin kompleks dan tak terhindarkan. Perusahaan multinasional sering kali dihadapkan pada "jalur cepat" berupa suap atau gratifikasi demi memperoleh izin atau memenangkan proyek strategis di berbagai negara (Jetha, 2022; Jimnez et al., 2022). Namun, dampak korupsi lintas negara tidak sekadar soal pelanggaran hukum -- risikonya mencakup kerugian besar bagi keberlanjutan bisnis serta reputasi yang sulit dipulihkan (Lee et al., 2024). Dengan godaan dan tekanan global yang semakin besar, bagaimana perusahaan internasional bisa bertahan tanpa mengorbankan etika? Adakah strategi yang benar-benar efektif untuk menjaga reputasi di tengah persaingan pasar yang penuh tantangan ini?

Masalah korupsi dalam bisnis lintas negara bukan hanya soal kepatuhan hukum; ini adalah persoalan moralitas dan kredibilitas jangka panjang yang terus dipertaruhkan (Mukherjee, 2018). Kompleksitasnya bertambah dengan perbedaan budaya dan persepsi tentang korupsi di berbagai negara. Di beberapa tempat, pemberian "imbalan" kepada pejabat dianggap tradisi atau bentuk penghormatan, sementara di negara lain, tindakan tersebut adalah pelanggaran etika dan hukum yang serius (Valdovinos et al., 2019). Inilah dilema besar yang dihadapi perusahaan global: bagaimana menjalankan bisnis lintas budaya tanpa mengorbankan nilai-nilai etika yang menjadi fondasi keberlanjutan jangka panjang?

Pernyataan Fokus atau Tujuan

Artikel ini akan mengkaji strategi etika dan tata kelola perusahaan yang efektif dalam menangkal korupsi, serta mempertahankan reputasi di pasar global yang penuh tekanan.

PEMBAHASAN

Budaya dan Etika: Saat Standar Global Menantang Praktik Lokal

Dalam dunia bisnis internasional, korupsi tidak selalu dianggap masalah yang sama di setiap negara. Di beberapa negara, praktik yang bagi sebagian besar dunia dianggap korupsi sering kali mendapat pembenaran melalui norma budaya lokal (Prihanto & Gunawan, 2020). Penelitian oleh Valdovinos, Szymanski, dan Grabowska (2019) menunjukkan bahwa masyarakat yang memiliki budaya kolektivis cenderung lebih toleran terhadap pemberian hadiah atau gratifikasi dalam bisnis. Di sini, "hadiah" bukan sekadar pemberian, melainkan wujud niat baik atau penghormatan yang dipandang sebagai alat untuk memperkuat hubungan sosial dan keharmonisan (Valdovinos et al., 2019).

Namun, standar global memiliki pandangan berbeda. Di banyak negara Barat, undang-undang anti-korupsi seperti Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) di Amerika Serikat dan Bribery Act di Inggris melarang segala bentuk suap atau gratifikasi yang dapat memengaruhi keputusan bisnis (Obidairo, 2016; Ferreira & Morosini, 2013). Peraturan ini mencakup bahkan hadiah kecil yang diberikan sebagai bagian dari norma budaya setempat. Apa yang di satu negara dianggap tradisi, di negara lain dapat dianggap pelanggaran serius yang bisa membawa konsekuensi hukum berat (Luo, 2022).

Perbedaan perspektif ini menciptakan dilema bagi perusahaan global. Di satu sisi, mengikuti praktik lokal dapat membantu perusahaan membangun hubungan yang kuat dan mempermudah bisnis di wilayah tersebut. Namun, di sisi lain, mempertahankan standar global yang menolak praktik seperti ini adalah wujud komitmen terhadap integritas perusahaan. Jadi, bagaimana perusahaan internasional dapat mempertahankan keseimbangan ini tanpa mengorbankan prinsip etika?

Bagi perusahaan multinasional, tantangan ini bukan hanya tentang mengikuti hukum, tetapi juga mempertahankan reputasi dan komitmen pada etika di setiap wilayah operasinya. Keberhasilan dalam menavigasi dilema ini memerlukan pendekatan yang seimbang,  kapan perusahaan perlu menyesuaikan diri dengan budaya lokal dan kapan harus tegas menjaga batasan etika yang mendukung keberlanjutan jangka panjang?.

Ketimpangan Ekonomi dan Korupsi: Mengapa Negara Berkembang Lebih Rentan Terhadap Korupsi?

Selain budaya, ketimpangan ekonomi dan ketidakstabilan politik di negara berkembang turut memperburuk masalah korupsi (Beets, 2005). Dalam konteks ini, negara-negara dengan tingkat kemiskinan yang tinggi, pejabat publik dan pelaku bisnis lebih mudah tergoda untuk menggunakan "jalan pintas" demi keuntungan pribadi, sering kali dengan mengabaikan standar etika yang seharusnya dipegang teguh (Malik & Froese, 2022). Praktik-praktik seperti ini memperburuk ketimpangan sosial dan ekonomi, karena dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan justru mengalir ke tangan individu-individu yang tidak bertanggung jawab.

Perusahaan multinasional yang berusaha beroperasi secara etis sering kali menghadapi kesulitan besar di negara-negara berkembang. Di satu sisi, mereka harus bersaing dengan perusahaan lain yang mungkin lebih terbuka terhadap praktik-praktik korupsi untuk memenangkan kontrak atau mendapatkan izin. Di sisi lain, perusahaan yang berkomitmen untuk menjaga standar etika tinggi harus siap menghadapi tantangan besar, seperti proses perizinan yang berlarut-larut dan biaya tinggi yang tidak terhindarkan. Obidairo (2013) mengamati bahwa perusahaan yang mempertahankan prinsip anti-korupsi sering kali kesulitan memperoleh izin dan kontrak dibandingkan dengan perusahaan yang lebih fleksibel dalam menghadapi praktik-praktik korupsi.

Dampak Korupsi pada Reputasi dan Stabilitas Ekonomi Global

Korupsi bukan hanya sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga sebuah ancaman besar yang merusak reputasi perusahaan dan mengguncang stabilitas ekonomi global. Saat sebuah perusahaan terlibat dalam kasus korupsi, dampaknya lebih dalam dari sekadar sanksi hukum; dampak tersebut dapat menghancurkan kepercayaan yang sangat penting dalam hubungan bisnis (Meyer et al., 2023). Begitu kepercayaan hilang, bukan hanya nilai saham perusahaan yang terancam, tetapi juga keseluruhan ekosistem bisnisnya (Bintoro et al., 2020). Skandal korupsi sering kali menyebabkan penurunan nilai saham, hilangnya peluang investasi, dan pengurangan akses ke modal yang sangat dibutuhkan untuk ekspansi atau inovasi (Bahoo et al., 2020; Ratmono et al., 2021)

Kepercayaan investor, konsumen, dan mitra bisnis sangat sulit untuk dikembalikan setelah rusak akibat skandal korupsi. Membangun citra positif adalah proses bertahun-tahun yang bisa hancur dalam sekejap akibat satu skandal besar. Perusahaan yang tercemar akibat kasus korupsi harus berjuang keras untuk merehabilitasi reputasi mereka, yang sering kali membutuhkan waktu lama dan biaya besar. Dampak jangka panjang ini bahkan bisa mengancam keberlangsungan perusahaan, karena konsumen dan investor semakin waspada dalam memilih perusahaan yang mereka dukung atau ajak bekerja sama.

Tidak hanya berdampak pada perusahaan, korupsi juga memberikan pengaruh besar pada ekonomi negara dan, pada gilirannya, sistem ekonomi global. Negara-negara dengan tingkat korupsi tinggi menghadapi tantangan besar dalam menarik investasi asing, karena investor cenderung menghindari risiko yang melekat pada pasar yang tidak transparan dan penuh ketidakpastian.

Kondisi ini menyebabkan negara-negara tersebut semakin terisolasi dari perkembangan ekonomi global. Ketika investor asing menjauh, peluang untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan sektor-sektor vital lainnya menjadi sangat terbatas. Akibatnya, negara-negara ini tidak hanya tertinggal dalam hal pertumbuhan ekonomi, tetapi juga kesulitan memenuhi target-target pembangunan berkelanjutan yang sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya. Lingkaran ini membuat ketimpangan ekonomi semakin tajam, sementara potensi pertumbuhan dan inovasi sering kali tidak bisa dimaksimalkan (Cuervo-Cazurra, 2016).

Inisiatif Global untuk Melawan Korupsi

Berbagai organisasi internasional telah menginisiasi langkah-langkah kolaboratif untuk melawan korupsi di sektor bisnis. Salah satu langkah yang menonjol adalah Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Melawan Korupsi dan Suap dalam Transaksi Komersial Internasional. Deklarasi ini mendorong negara-negara untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam praktik bisnis, serta mengurangi risiko korupsi dalam transaksi internasional (Carr, 2019).

Transparency International juga memberikan kontribusi besar dalam mengukur dan mempublikasikan tingkat korupsi di berbagai negara melalui Indeks Persepsi Korupsi yang diterbitkan setiap tahun. Indeks ini tidak hanya memberikan gambaran tentang kondisi korupsi di berbagai negara, tetapi juga menjadi panduan bagi perusahaan internasional yang ingin menilai risiko korupsi sebelum memasuki pasar baru (Hapuhennedige et al., 2020).

Tata Kelola Perusahaan yang Efektif: Menghadirkan Struktur untuk Mencegah Korupsi

Tata kelola perusahaan yang baik adalah pilar utama bagi bisnis yang berintegritas. Dengan struktur tata kelola yang efektif, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang jujur, akuntabel, dan transparan. Sistem tata kelola yang efektif harus mencakup kebijakan dan prosedur untuk mencegah, mendeteksi, dan menangani praktik-praktik korupsi di seluruh organisasi (van Schoor & Luetge, 2019).

Program kepatuhan (compliance) adalah salah satu elemen penting dalam tata kelola yang baik. Program ini meliputi pelatihan anti-korupsi bagi seluruh karyawan, penerapan kode etik yang ketat, serta jalur pelaporan anonim untuk melaporkan dugaan pelanggaran tanpa rasa takut. Jalur pelaporan anonim memungkinkan karyawan untuk melaporkan kasus korupsi tanpa takut akan dampak negatif terhadap karier mereka, menciptakan budaya kerja yang lebih aman dan transparan (Ndedi, 2015).

Kolaborasi Lintas Sektor untuk Menciptakan Ekosistem Bisnis yang Bersih

Kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat sipil juga sangat penting dalam menciptakan lingkungan bisnis yang lebih bersih. Inisiatif bersama antara sektor pemerintah dan swasta memungkinkan terciptanya sistem pengawasan yang lebih kuat dan efektif dalam memerangi korupsi (Jakobi, 2013). Kolaborasi ini mengajak seluruh sektor untuk bekerja sama dalam menerapkan standar anti-korupsi yang ketat dan saling mendukung dalam pengawasan praktik bisnis.

Undang-undang seperti UK Bribery Act juga memberikan tekanan pada perusahaan untuk beroperasi dengan standar etika yang tinggi, bahkan saat mereka berada di luar negeri. Ferreira dan Morosini (2013) mencatat bahwa peraturan ini mendorong perusahaan Inggris untuk menjaga standar anti-korupsi yang sama di berbagai negara tempat mereka beroperasi, sekaligus memberikan contoh bagi perusahaan lain untuk mengikuti standar yang sama (Ferreira & Morosini, 2013).

Pembelajaran dari Kasus Nyata: Siemens dan BHP Billiton

Beberapa perusahaan besar yang pernah tersandung kasus korupsi telah menunjukkan komitmen dalam memperbaiki tata kelola mereka. Siemens, misalnya, yang terlibat dalam skandal suap besar pada tahun 2008, melakukan reformasi besar-besaran pada tata kelola perusahaannya. Siemens menerapkan kode etik yang ketat, pelatihan anti-korupsi, dan menyediakan jalur pelaporan independen untuk memfasilitasi pelaporan pelanggaran (Roy & Singer, 2007).

BHP Billiton, perusahaan tambang multinasional asal Australia, juga telah memperkuat komitmennya terhadap integritas bisnis dengan menerapkan kebijakan "Zero Tolerance" terhadap korupsi. Mereka melaporkan secara transparan risiko-risiko etis dalam operasional mereka, yang membantu meningkatkan kepercayaan publik dan menunjukkan bahwa mereka berkomitmen pada standar etika yang tinggi (Beets, 2005).

IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

Korupsi mengancam reputasi perusahaan serta memperburuk ketimpangan ekonomi di negara berkembang. Transparansi dalam praktik bisnis tidak hanya memperkuat posisi perusahaan, tetapi juga memberikan efek positif pada pembangunan ekonomi global. Ketika perusahaan mampu menunjukkan komitmen terhadap etika, ini meningkatkan kepercayaan investor dan konsumen dalam jangka panjang (Yi et al., 2018).

Perusahaan dianjurkan untuk memperkuat tata kelola dengan kebijakan anti-korupsi yang jelas. Menyediakan jalur pelaporan anonim memungkinkan pelaporan pelanggaran tanpa risiko bagi pelapor, yang akan mendorong budaya transparansi dalam perusahaan (Ndedi, 2015). Bekerja sama dengan organisasi internasional seperti Transparency International dapat membantu perusahaan dalam mengadopsi standar anti-korupsi yang kuat.

KESIMPULAN

Korupsi dalam bisnis internasional adalah tantangan serius yang memerlukan komitmen dari berbagai pihak. Dengan tata kelola yang baik, dukungan regulasi internasional, serta kolaborasi lintas sektor, perusahaan dapat menciptakan lingkungan bisnis yang lebih transparan dan berintegritas. Tata kelola yang efektif dan kuat tidak hanya melindungi reputasi perusahaan, tetapi juga menjadi fondasi untuk bisnis yang berkelanjutan. Dalam menghadapi era yang menuntut transparansi, perusahaan memiliki tanggung jawab untuk menjadi teladan dalam praktik bisnis yang bersih dan etis.

Ke depan, dunia membutuhkan lebih banyak perusahaan yang menempatkan nilai-nilai kejujuran di atas keuntungan semata. Perusahaan yang mampu menegakkan etika dan integritas akan dihormati dan bertahan lebih lama, karena bisnis yang berkelanjutan adalah bisnis yang menghormati hukum, menjaga reputasi, dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. Dengan ini, kita dapat bersama-sama menuju masa depan bisnis yang tidak hanya menguntungkan, tetapi juga adil dan berkontribusi pada kesejahteraan global.

DAFTAR PUSTAKA

Bahoo, S., Alon, I., & Paltrinieri, A. (2020). Corruption in international business: A review and research agenda. International Business Review, 29(4), 101660. https://doi.org/10.1016/j.ibusrev.2019.101660

Beets, S. D. (2005). Understanding the demand-side issues of international corruption. Journal of Business Ethics, 57, 65-81. https://doi.org/10.1007/s10551-004-3824-3

Bintoro, S., Sjamsuddin, S., Pratiwi, R. N., & Hermawan. (2020). International cooperation to combat money laundering in the capital market: Indonesia and Australia experience. Journal of Investment Compliance, 21(4), 263--276. https://doi.org/10.1108/joic-10-2020-0043

Carr, I. (2019). Fighting Corruption in International Trade: Towards Improving Strategy. In Issues in international commercial law (pp. 197-216). Routledge. https://doi.org/10.4324/9781351155243

Cuervo-Cazurra, A. (2016). Corruption in international business. Journal of World Business, 51(1), 35-49. https://doi.org/10.1016/j.jwb.2015.08.015

Ferreira, L. V., & Morosini, F. C. (2013). The implementation of international anti-corruption law in business: Legal control of corruption directed to transnational corporations. Austral: Brazilian Journal of Strategy and International Relations. https://doi.org/10.22456/2238-6912.35615

Hapuhennedige, S., Bernsen, E. C., & Kohler, J. C. (2020). Exploring accountability and transparency within international organizations: what do we know and what do we need to know?. Integrity, Transparency and Corruption in Healthcare & Research on Health, Volume I, 125-139. https://doi.org/10.1007/978-981-15-1424-1_7

Jakobi, A. P. (2013). The changing global norm of anti-corruption: from bad business to bad government. Zeitschrift fr vergleichende Politikwissenschaft, 1(7), 243-264. http://dx.doi.org/10.1007%2Fs12286-013-0160-y

Jetha, P. (2022). A Taxonomy of Corruption in International Business. International Journal of Research in Business Studies, 7(1), 115--140. http://www.ijrbs.com/wp-content/uploads/2022/06/9 Priyanka Jetha.pdf

Jimnez, A., Hanoteau, J., & Barkemeyer, R. (2022). E-procurement and firm corruption to secure public contracts: The moderating role of governance institutions and supranational support. Journal of Business Research, 149(June), 640--650. https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2022.05.070

Lee, J. Y., Park, B. Il, Ghauri, P. N., & Kumar, V. (2024). Corruptive practices, digitalization, and international business. Journal of Business Research, 181(January), 114748. https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2024.114748

Luo, Y. (2022). A general framework of digitization risks in international business. Journal of International Business Studies, 53(2), 344--361. https://doi.org/10.1057/s41267-021-00448-9

Malik, A., & Froese, F. J. (2022). Corruption as a perverse Innovation: The dark side of digitalization and corruption in international business. Journal of Business Research, 145(October 2020), 682--693. https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2022.03.032

Meyer, K. E., Li, J., Brouthers, K. D., & Jean, R. J. '"Bryan."' (2023). International business in the digital age: Global strategies in a world of national institutions. Journal of International Business Studies, 54(4), 577--598. https://doi.org/10.1057/s41267-023-00618-x

Mukherjee, D. (2018). Corruption in International Business: Does Economic Globalization Help? Global Business Review, 19(3), 623--634. https://doi.org/10.1177/0972150917713841

Ndedi, A. A. (2015). Developing and implementing an Anti-Corruption ethics and compliance programme in the african environment. Risk Governance and Control: Financial Markets and Institutions, 5, 307-317. Retrieved from https://pdfs.semanticscholar.org/d39f/d5cb8eda6378554b89b0f16bd176fd678321.pdf

Obidairo, S. (2013). Transnational corruption and corporations: Regulating bribery through corporate liability. Transnational Corruption and Corporations: Regulating Bribery through Corporate Liability. https://doi.org/10.4324/9781315549897

Prihanto, H., & Gunawan, I. D. (2020). Corruption in Indonesia (Is It Right to Governance, Leadership and It to Be Caused?). Journal of Economics and Sustainable Development, July. https://doi.org/10.7176/jesd/11-2-06

Ratmono, D., Cholbyah, A., Cahyonowati, N., & Darsono, D. (2021). The problem of corruption in government organizations: Empirical evidence from indonesia. Problems and Perspectives in Management, 19(4), 29--39. https://doi.org/10.21511/ppm.19(4).2021.03

Roy, A., & Singer, A. E. (2007). Ethics and self-knowledge in corruption related decision making. International Journal of Management and Decision Making, 8(1), 64-74. https://doi.org/10.1504/IJMDM.2007.012151

Valdovinos, I. A., Szymanski, M., & Grabowska, K. (2019, January). Revisiting corruption and culture--are there really cultures more prone to corruption?. In Forum Scientiae Oeconomia (Vol. 7, No. 1, pp. 103-120). https://doi.org/10.23762/FSO_VOL7_NO1_7

van Schoor, B., & Luetge, C. (2019). Conditions of collective commitment in sector-specific coordinated governance initiatives. Crime, Law and Social Change, 71, 129-150. https://doi.org/10.1007/s10611-017-9714-2

Bahoo, S., Alon, I., & Paltrinieri, A. (2020). Corruption in international business: A review and research agenda. International Business Review, 29(4), 101660. https://doi.org/10.1016/j.ibusrev.2019.101660

Bintoro, S., Sjamsuddin, S., Pratiwi, R. N., & Hermawan. (2020). International cooperation to combat money laundering in the capital market: Indonesia and Australia experience. Journal of Investment Compliance, 21(4), 263--276. https://doi.org/10.1108/joic-10-2020-0043

Cuervo-Cazurra, A. (2016). Corruption in international business. Journal of World Business, 51(1), 35--49. https://doi.org/10.1016/j.jwb.2015.08.015

Jetha, P. (2022). A Taxonomy of Corruption in International Business. International Journal of Research in Business Studies, 7(1), 115--140. http://www.ijrbs.com/wp-content/uploads/2022/06/9 Priyanka Jetha.pdf

Jimnez, A., Hanoteau, J., & Barkemeyer, R. (2022). E-procurement and firm corruption to secure public contracts: The moderating role of governance institutions and supranational support. Journal of Business Research, 149(June), 640--650. https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2022.05.070

Lee, J. Y., Park, B. Il, Ghauri, P. N., & Kumar, V. (2024). Corruptive practices, digitalization, and international business. Journal of Business Research, 181(January), 114748. https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2024.114748

Luo, Y. (2022). A general framework of digitization risks in international business. Journal of International Business Studies, 53(2), 344--361. https://doi.org/10.1057/s41267-021-00448-9

Malik, A., & Froese, F. J. (2022). Corruption as a perverse Innovation: The dark side of digitalization and corruption in international business. Journal of Business Research, 145(October 2020), 682--693. https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2022.03.032

Meyer, K. E., Li, J., Brouthers, K. D., & Jean, R. J. '"Bryan."' (2023). International business in the digital age: Global strategies in a world of national institutions. Journal of International Business Studies, 54(4), 577--598. https://doi.org/10.1057/s41267-023-00618-x

Mukherjee, D. (2018). Corruption in International Business: Does Economic Globalization Help? Global Business Review, 19(3), 623--634. https://doi.org/10.1177/0972150917713841

Prihanto, H., & Gunawan, I. D. (2020). Corruption in Indonesia (Is It Right to Governance, Leadership and It to Be Caused?). Journal of Economics and Sustainable Development, July. https://doi.org/10.7176/jesd/11-2-06

Ratmono, D., Cholbyah, A., Cahyonowati, N., & Darsono, D. (2021). The problem of corruption in government organizations: Empirical evidence from indonesia. Problems and Perspectives in Management, 19(4), 29--39. https://doi.org/10.21511/ppm.19(4).2021.03

Yi, J., Teng, D., & Meng, S. (2018). Foreign ownership and bribery: Agency and institutional perspectives. International Business Review, 27(1), 34--45. https://doi.org/10.1016/j.ibusrev.2017.05.001

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun