Ketimpangan Ekonomi dan Korupsi: Mengapa Negara Berkembang Lebih Rentan Terhadap Korupsi?
Selain budaya, ketimpangan ekonomi dan ketidakstabilan politik di negara berkembang turut memperburuk masalah korupsi (Beets, 2005). Dalam konteks ini, negara-negara dengan tingkat kemiskinan yang tinggi, pejabat publik dan pelaku bisnis lebih mudah tergoda untuk menggunakan "jalan pintas" demi keuntungan pribadi, sering kali dengan mengabaikan standar etika yang seharusnya dipegang teguh (Malik & Froese, 2022). Praktik-praktik seperti ini memperburuk ketimpangan sosial dan ekonomi, karena dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan justru mengalir ke tangan individu-individu yang tidak bertanggung jawab.
Perusahaan multinasional yang berusaha beroperasi secara etis sering kali menghadapi kesulitan besar di negara-negara berkembang. Di satu sisi, mereka harus bersaing dengan perusahaan lain yang mungkin lebih terbuka terhadap praktik-praktik korupsi untuk memenangkan kontrak atau mendapatkan izin. Di sisi lain, perusahaan yang berkomitmen untuk menjaga standar etika tinggi harus siap menghadapi tantangan besar, seperti proses perizinan yang berlarut-larut dan biaya tinggi yang tidak terhindarkan. Obidairo (2013) mengamati bahwa perusahaan yang mempertahankan prinsip anti-korupsi sering kali kesulitan memperoleh izin dan kontrak dibandingkan dengan perusahaan yang lebih fleksibel dalam menghadapi praktik-praktik korupsi.
Dampak Korupsi pada Reputasi dan Stabilitas Ekonomi Global
Korupsi bukan hanya sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga sebuah ancaman besar yang merusak reputasi perusahaan dan mengguncang stabilitas ekonomi global. Saat sebuah perusahaan terlibat dalam kasus korupsi, dampaknya lebih dalam dari sekadar sanksi hukum; dampak tersebut dapat menghancurkan kepercayaan yang sangat penting dalam hubungan bisnis (Meyer et al., 2023). Begitu kepercayaan hilang, bukan hanya nilai saham perusahaan yang terancam, tetapi juga keseluruhan ekosistem bisnisnya (Bintoro et al., 2020). Skandal korupsi sering kali menyebabkan penurunan nilai saham, hilangnya peluang investasi, dan pengurangan akses ke modal yang sangat dibutuhkan untuk ekspansi atau inovasi (Bahoo et al., 2020; Ratmono et al., 2021)
Kepercayaan investor, konsumen, dan mitra bisnis sangat sulit untuk dikembalikan setelah rusak akibat skandal korupsi. Membangun citra positif adalah proses bertahun-tahun yang bisa hancur dalam sekejap akibat satu skandal besar. Perusahaan yang tercemar akibat kasus korupsi harus berjuang keras untuk merehabilitasi reputasi mereka, yang sering kali membutuhkan waktu lama dan biaya besar. Dampak jangka panjang ini bahkan bisa mengancam keberlangsungan perusahaan, karena konsumen dan investor semakin waspada dalam memilih perusahaan yang mereka dukung atau ajak bekerja sama.
Tidak hanya berdampak pada perusahaan, korupsi juga memberikan pengaruh besar pada ekonomi negara dan, pada gilirannya, sistem ekonomi global. Negara-negara dengan tingkat korupsi tinggi menghadapi tantangan besar dalam menarik investasi asing, karena investor cenderung menghindari risiko yang melekat pada pasar yang tidak transparan dan penuh ketidakpastian.
Kondisi ini menyebabkan negara-negara tersebut semakin terisolasi dari perkembangan ekonomi global. Ketika investor asing menjauh, peluang untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan sektor-sektor vital lainnya menjadi sangat terbatas. Akibatnya, negara-negara ini tidak hanya tertinggal dalam hal pertumbuhan ekonomi, tetapi juga kesulitan memenuhi target-target pembangunan berkelanjutan yang sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya. Lingkaran ini membuat ketimpangan ekonomi semakin tajam, sementara potensi pertumbuhan dan inovasi sering kali tidak bisa dimaksimalkan (Cuervo-Cazurra, 2016).
Inisiatif Global untuk Melawan Korupsi
Berbagai organisasi internasional telah menginisiasi langkah-langkah kolaboratif untuk melawan korupsi di sektor bisnis. Salah satu langkah yang menonjol adalah Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Melawan Korupsi dan Suap dalam Transaksi Komersial Internasional. Deklarasi ini mendorong negara-negara untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam praktik bisnis, serta mengurangi risiko korupsi dalam transaksi internasional (Carr, 2019).
Transparency International juga memberikan kontribusi besar dalam mengukur dan mempublikasikan tingkat korupsi di berbagai negara melalui Indeks Persepsi Korupsi yang diterbitkan setiap tahun. Indeks ini tidak hanya memberikan gambaran tentang kondisi korupsi di berbagai negara, tetapi juga menjadi panduan bagi perusahaan internasional yang ingin menilai risiko korupsi sebelum memasuki pasar baru (Hapuhennedige et al., 2020).