Mohon tunggu...
Winni Soewarno
Winni Soewarno Mohon Tunggu... Lainnya - Orang biasa yang sedang belajar menulis

Perempuan yang sedang belajar menulis dan mengungkapkan isi kepala. Kontak : cempakapt@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Sang Porter Stasiun Kereta

20 Mei 2022   13:18 Diperbarui: 20 Mei 2022   14:02 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dia ijin meninggalkanku saat sebuah pengumuman terdengan. Ada kereta yang akan masuk. Mungkin dia mencari rejeki dari penumpang yang akan turun ini. Dia akan segera kembali saat keretaku masuk nanti, janjinya. Aku mengangguk setuju sambil membuka beberapa pesan di telpon genggamku. Setelah mataku lelah, aku mengalihkan perhatian pada orang-orang yang lalu lalang. 

Kulihat lalu lalang orang didepanku. Ada pasangan turis mancanegara bercelana pendek, bertopi lebar dan menggendong ransel besarnya sambil memperhatikan sebuah peta. Serombongan orang, nampaknya keluarga sedang tertawa-tawa melihat anak yang kecil-kecil sedang bermain.

Dua perempuan tanggung nampak sedang seru bercakap-cakap. Sekelompok orang bergerombol di bangku sebelah kiri depanku, nampak bersiap mungkin akan melakukan perjalanan dinas. Kuperhatikan raut wajah mereka sambil merekam ekspresi-ekspresi yang terlihat dalam otakku. 

Ada wajah gembira dengan ekspresi senang. Ada wajah sedih bercampur cemas. Nampak pula wajah bingung dan ragu. Terlihat juga yang kepalanya terangguk kaget karena menahan kantuk. Bisa jadi wajah lelahku juga menjadi bagian dari wajah-wajah lelah yang kulihat. Semua berbaur menjadi satu diruang tunggu stasiun ini.

Sekitar limabelas menit kemudian, Kamidin datang. Ada senyum kecil tersungging. Mungkin dia dapat rejeki dari penumpang yang turun dari kereta itu.

“Sudah masuk keretanya, Bu. Mau naik sekarang?” tanyanya. Aku menggangguk saja. Kamidin dengan sigap mengangkat tas oleh-olehku. Tangan lainnya menyeret koper dan membawa bungkusan nasi gorengnya. Langkahnya panjang-panjang. Aku mengikuti dengan terbirit-birit. 

Saat aku tiba di tangga teratas, Kamidin sudah menungguku di pintu masuk kereta. Dia melangkah masuk setelah melihatku. Saat aku didepan pintu, Kamidin sudah menunggu di kursi nomer 9B. Koper dan tasku sudah ditempat barang di atas.

Aku merogoh dompet dalam tas yang kubawa. Saat mengambil dompet, ada sesuatu yang tersentuh. Amplop. Honorku dari jadi pembicara kemarin. Biasanya, honor diberikan melalui transfer. 

Entah kenapa yang ini diberikan tunai dalam amplop. Agaknya, ini waktunya berbagi, dorong hatiku. Kusobek amplop itu tanpa mengeluarkannya dari tas. Kutarik beberapa lembaran merah. Kuulurkan itu kepada Kamidin.

“Bu. Ini..ini.. ini banyak sekali. Kebanyakan.” sergah Kamidin kaget. Aku mendorong tangannya yang terulur untuk mengembalikannya.

“Tak apa-apa. Saya dapat rejeki. Ini buat kamu, buat menambah tabungan kuliahmu.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun