Â
- Di ITC Manggadua, keberhasilan PT Duta Pertiwi Tbk memperalat jajaran Polres Jakarta Utara telah menyebabkan ketakutan lebih dari seribu warga yang awalnya mendukung Ibu Haida Sutami, Suresh Karnani dan Mardianta (PPRS versi warga ITC Mangga Dua). Karena ditekan dan diintimidasi kini mereka tinggal 38 kios saja, dan kemudian oleh pengelola mereka dijuluki sebagai PEMBANGKANG karena tetap tidak mau melanggar per Undang-undangan yang berlaku yaitu manakala membayar IPL ke rekening PT JSI (anak Perusahaan DUPER). Dalam pertemuan Ketua DPR RI dengan Kapolri (Yang Diwakili Ka Bareskrim) 17 Februari 2014 tersebut, Kapolres Jakarta Utara saat itu Sdr. Muhammad Iqbal justru mempresentasikan tindakan pelanggaran HAM tersebut sebagai keberhasilan atau prestasi Polres Metro Jakarta Utara dalam menegakkan Kamtibmas, yang langsung disambut dengan tepuk tangan meriah oleh para Direksi dan pegawai PT DUPER Tbk plus PPRS Bonekanya, yang hadir saat itu.
Dimana moral hazard-nya? Aparat Polri justru bangga mengawal pelanggaran UU tentang Rusun, PP, AD/ART Rusun yang dilakukan oleh PT DUPER Tbk dengan melakukan intimidasi, menakut-nakuti warga, yang jelas hal demikian itu masuk dalam ranah pelanggaran HAM, penyalahgunaan wewenang dan sulit dimengerti orang waras, dan dapat kami bahwa ini sebagai pesanan kekuatan uang yaitu PT DUPER Tbk (terbuka).
Â
Dengan 10 (sepuluh) point catatan diatas, sudah jelas dan terang benderangnya bahwa institusi Polri ini menjadi turut bagian masalah bagi kisruh warga bukan institusi yang bisa membantu menyelesaikan masalah warga apartemen Graha Cempaka Mas, dan dengan lihai serta piawinya manajemen PT Duta Pertiwi Tbk sudah bisa memperdaya & mengendalikan institusi Polri. Disadari atau tidak PT Duta Pertiwi sebagai kekuatan capital dengan uang bisa mendikte Institusi Polri sebagaimana tergambar dengan jelas seperti kondisi diatas.
Pantas saja bahwa hasil persepsi masyarakat berdasarkan Global Corruption Barometer 2014 (GCB 214) bahwa institusi Kepolisian RI menempati Peringkat-I (pertama) dari 12 lembaga public yang dinilai yang berarti institusi ini Juara atau Pemenang Korupsi nomor wahid di NKRI.
Pantesan para ahli seperti Noam Chomsky, George Kahin, Ben Anderson, Takashi Shiraisi, Foucault, dll. Menamai dengan DEMOKRASI MAFIA, dimana di permukaan warga boleh bebas bicara dan hukum seolah netral, namun perangkat-perangkat pemerintahan dan hukum di bawah permukaan dikendalikan oleh kekuatan mafia uang. Negara telah menjadi sebuah tontonan OPERA SABUN yang dirasakan oleh rakyat keberadaan negara justru menyusahkan warga masyarakatnya, dan ini nyata terjadi di warga pemilik unit apartemen Graha Cempaka Mas.
Mari kita melihat sambil mengenang kembali perilaku manajemen ala Kompeni atau Kumpeni VOC Belanda dari PT Duta Pertiwi Tbk (terbuka), yang telah dijalankan serta dipraktekan selama 18 tahun sampai dengan saat ini pembaca memperhatikan tulisan ini, yaitu mari kita kenang terus perilaku penjajahan beserta katagori pelanggaran hukum yang masuk ranah pidana yang selama ini oleh PT Duta Pertiwi Tbk jalankan, karena mendapat dukungan serta pembelaan dari aparat penegak hukum Kepolisian Rebuplik Indonesia karena kalau tidak manaaaaaaa… bisa serta manaaaa… berani, yaitu;
Â
- Sertifikat Induk (SHGB) kawasan sudah 18 tahun belum dibalik nama menjadi Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun (P3RS) sebagai wali amanah warga, padahal UU tentang Sarusun mewajibkan untuk membalik nama menjadi P3RS, sedangkan perusahaan pengelola dengan arogannya selalu bersikukuh tidak mau memberi celah kepada warga untuk membuka pengurusan membalik nama kawasan sesuai dengan Peraturan Per Undang-Undangan.
Kerjasama aparat pemerintah sangat diperlukan oleh PT Duta Pertiwi Tbk untuk tetap menguasai Sertifikat Induk (SHGB) kawasan yang dijaminkan di Bank atau dicantumkan dalam perhitungan saham dipasar modal menjadi besaran atau kekayaan assetnya, ini merupakan praktek kejahatan keuangan luar biasa dan bukan sepele pelanggaran hukumnya karena sudah dijualnya saham PT Duta Pertiwi Tbk (terbuka) di bursa saham Indonesia (IDX), Singapore, Australia, dan bahkan Amerika (Wall Street). Artinya PT Duta Pertiwi meminjam dana dari keuangan nasional dan global atas dasar jaminan asset yang sudah terjual menjadi milik warga, dan apabila perusahaan ini bangkrut atau pailit (PT Duta Pertiwi Tbk) maka investor luar negeri akan mengejar asset underlying yang sudah terjual kepada pemilik unit Sarusun Graha Cempaka Mas.
Kami warga apartemen Graha Cempaka Mas memberikan informasi awal kepada para pejabat di instansi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta Bursa Effek Indonesia yang mempunyai tugas pokok serta fungsi pengawasan dibidang keuangan segera meneliti data-data seperti diuraikan diatas bahwa asset yang sudah terjual kepada masyarakat tetapi secara administrasi dicantumkan serta dijaminkan sebagai asset perusahaannya PT Duta Pertiwi Tbk.
Dan juga kepada aparat Kejaksaan, khususnya Kejaksanaan Tinggi DKI Jakarta kami informasikan bahkan telah terjadi pelanggaran berupa penggelapan asset yang sudah milik warga tetapi masih dikuasai oleh PT Duta Pertiwi Tbk (terbuka). Ditambah lagi asset bersama milik warga seperti Lantai 5 tempat bermain, kolam renang, dan juga lahan parkir telah nyata dan jelas disertifikatkan milik PT Duta Pertiwi Tbk (terbuka), telah jelas dan terang benderangnya terjadi penggelapan asset Sertifikat Induk (SHGB) kawasan dan juga asset milik bersama warga dikuasai secara sepihak. Hal ini jelas-jelas pelanggaran hukum tindak pidana berupa penggelapan asset warga berupa tindakan melawan hukum.