Mohon tunggu...
Celestine Patterson
Celestine Patterson Mohon Tunggu... Hoteliers - Hotelier: Hotel Management, Sales Leader, Management Hospitality

🍎Hotelier's Story : Pernak-Pernik Dunia Hospitality (Galuh Patria, 2021). Warna-Warni Berkarir Di Dunia Hospitality (Galuh Patria, 2022). Serba-Serbi Dunia Perhotelan by CL Patterson dkk (Galuh Patria, 2023). Admin of Hotelier Writers Community (9 June 2023 - present)

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

9 Upaya agar Mal Ramai Pengunjung

9 Agustus 2023   15:02 Diperbarui: 9 Agustus 2023   18:30 966
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompas.com/Annisa Ramadani Siregar

Sudah lama saya ingin sekali menulis tentang gedung-gedung kokoh yang beterbaran di Jakarta.

Sejak meninggalkan Jakarta tahun 2014, saya tak begitu mengenal dekat lagi bagaimana keriaan disana. Hanya dari berita kuikuti kabar terkini.

Di Jakarta Selatan, gedung perkantoran baru bermunculan, hotel-hotel baru. Tapi mal?

Ya, itulah Jakarta, ladangku dulu. Biasalah, blusukan ke gedung-gedung mentereng itu. Pernah berjuang menapak tilas.

Di Tengah jam blusukan, pasti ke mal. Bukan belanja, apalagi nongkrong tapi pertemuan dengan 2 kolega.

Mal, plaza, disanalah tempat kami kumpul, diskusi, lalu mencatat diskusi mingguan sebagai laporan. Ya. Reporting.

Usai jam blusukan, saya, Okta, Oki, siap dengan rencana kerja minggu berikutnya. 

Begitulah bekerja ala home base office alias tak berkantor tapi ngantor di rumah. Sedangkan kantor pusat di GH Universal Hotel Bandung.

Baca juga: Penthouse

Bos bukannya tak mau menyiapkan kantor di Jakarta. Jalan ini lebih efektif, katanya. Pengeluaran tak boros. Bagiku tak masalah. Berkantor di rumah, asyik-asyik aja.

Jika makan siang tiba, itulah waktu yang pas ke mal.

"Jumat ini di FX ya, Rei", ujar Okta.

"Gimana kalau di Blok M aja?", timpal Oki.

Jika ada 2 usulan, sayalah penentu keputusan. Biasanya kupilih tempat yang asyik sekaligus nyaman untuk meeting bertiga. Gak perlu reservasi. Go show aja!

Kerap ke mal, kadang jadi sindiran, dibilang sales mall. Padahal tebar kartu nama juga disitu. Ah, Ono-ono wae.

Para pemilik kios, pemilik restoran kadang membuatku senang. Benang ketemu ujung penjahit, sang pramusaji penyambung lidahku. Ia akan memberi kode bila bos siap bertemu.

Beberapa penyewa toko, resto di mal ternyata punya anak perusahaan lain. Akhirnya kami saling berteman, jaringan pun meluas.

Sales call tak pandang waktu dan tempat. Kalau bisa jualan kecap, ya ngocehlah. Menyebar kartu nama, cara simpel berpromosi.

Jam makan siang waktu yang pas jumpa kawan-kawan seperjuangan dari hotel lain. Ada tim marketing dari Makasar, Menado, Papua, Yogyakarta, Pontianak, Medan.

Sambil menyelam minum air, sekaligus istirahat, jualan promo hotel. Namanya sales hotel tak luput dari urusan dagang..

Keramaian mal mengalirkan spirit bekerja

"Rei, ke Semanggi yuk!", ajak Oki.

Oki mengajakku ke Plaza Semanggi. Ini tempat favoritku karena lokasi yang strategis dari gedung perkantoran area Sudirman dan Kuningan. Tersebab jarak dari gedung perkantoran yang tak jauh, plaza ini kerap jadi pilihan utama.

One stop shopping, segala macam keperluan tersedia. Dari peniti, kosmetik, perabotan, hingga gawai. Dari baju harga discount sale, big sale, obral 200 ribuan hingga jutaan juga ada.

Plaza Semanggi (istock picture)
Plaza Semanggi (istock picture)

Masih semasa home base office, saya dan ke-2 kolega kerap ke Plaza Semanggi. Tujuan kami meeting disana. Membahas grup-grup confirm, new leads serta rencana sales call minggu berikutnya.

Jam pertemuan pasti usai blusukan. Kriteria restoran pilihan tidak terlalu bising, berpendingin. Minimal 2 jam nongkrong di situ sampai kelar. 

Sang pramusaji paham benar, kalau kami pesan makan akan dilanjut diskusi serius.

Begitulah kami lakukan setiap minggu. Supaya tak bosan, tempat meeting berpindah dari satu resto ke resto lain.

Di Plaza Semanggi, jangan berharap dapat taksi di atas jam 5 sore. Kita mesti antri berjam-jam yang bikin pegal kaki. Mengingatnya, gak terbayang kok bisa kulalui masa-masa itu.

Sekitar pukul 9 malam, biasanya waktu mujur. Pulang telat bukan karena diskusi yang ngaret tapi taksi yang lambat karena kemacetan di seluruh ruas jalan menuju plaza.

Setiap sales trip ke Jakarta, saya pasti mampir ke mal ini. Selain hafal letak toko-toko itu, saya menjalin hubungan bisnis dengan pemilik toko yang sebagian besar dari kalangan pengusaha.

Terakhir saya kesana saat cuti, akhir tahun 2018. Saya ingat banget, baju terusan hitam itu kubeli di lantai 2.

Suasana mal masih ramai. Dipenuhi karyawan kantoran saat jam makan siang. Menjelang malam, pengunjung membludak. 

Waktu yang nyaman berbelanja, mulai toko buka hingga pukul 11:30. Plaza ini tak pernah lengang kecuali pada jam itu.

Plaza Semanggi yang kini merana. (Foto by Megapolitan Kompas)
Plaza Semanggi yang kini merana. (Foto by Megapolitan Kompas)

Coba tengok keramaiannya sekarang. Wah, jauh berbeda. Kini? Kios-kios langgananku tutup. Tempat kuliner sepi. Tak seramai dulu.

Kemana perginya penyewa kios-kios itu?

"Selamat siang Bu Reita. Ini model keluaran baru. Kalau cocok saya kirim segera".

Itu teks whatsapp dari Bu Emi, pemilik toko pakaian di Plaza Semanggi. Nomornya masih kusimpan.

Kapal digulung ombak, tercapai juga ke tepi pantai. Ia penjual setia. Susah payah bertahan agar dapur terus ngebul.

Sejak pandemi selalu berpindah-pindah tempat. Terakhir ia menggelar jualannya di bazar, disamping gedung Kementerian Pertanian, Jalan Ragunan. Saya pun berkunjung sekalian silaturahmi.

Yah, begitulah Plaza Semanggi menyimpan kenangan indah. Rasanya tak terpikir jika kini merana.

Siapa yang mau ke mal? 

Kini, hampir semua jaringan bisnis dikendalikan pasar online yang masif.

Saking seringnya belanja online, saya pun terhipnotis program pay later. "Wah, ini cara bayar mudah dan praktis!", bisik hati.

Walau dari bulan ke bulan selalu bertambah jumlahnya, saya enggan menggunakannya.

Belakangan kualitas dari barang-barang yang kubeli pun tak sebagus barang aslinya. Baju kekecilan, sepatu kedodoran, warna tas beda dengan foto.

Akhirnya pembelian kubatasi pada barang-barang yang umum saja daripada hati kecewa.

Belanja ke mal aja yuk? Ah, waktu terasa sempit diburu kerjaan, mobil boros bensin, cari lahan parkir lama. Wah, acara jadi ribet.

Omong-omong, kapan mal ramai lagi?

Sambil menunggu waktu yang tepat ke mal, inilah langkah menghidupkan agar mal ramai lagi:

1. Lebih banyak tempat bagi pebisnis kuliner, restoran, food court, untuk memancing pengunjung.

2. Sebagai pembeli, harga-harga di mal, plaza, jangan terlalu tinggi. Patokannya, harga-harga sebanding di pasar online dikurangi ongkir.

3. Memberikan potongan harga bagi pembeli di seluruh outlet, resto, elektronik, dan lainnya.

4. Bagi pebisnis, tempat sewa toko, restoran diberikan harga khusus untuk satu tahun sewa.

5. Penyewa toko lebih dari 2 tahun diberi diskon khusus.

6. Adakan acara meriah di lobi mal misalnya lomba menyanyi anak-anak. Memunculkan energi positif bagi pengunjung mal.

7. Tim marketing mal, plaza memiliki medsos yang gencar. Sampai sekarang saya masih dikirimi hot news dari Cambridge City Square di Medan.

8. Perusahaan Listrik Negara (PLN) memberi diskon khusus bagi para pebisnis

9. Memberi keringanan membayar Pajak Bumi Bangunan (PBB) hingga 2 kali pembayaran.

Itulah upaya sederhana selama satu tahun pertama sebagai stimulasi.

Malas mendayung, perahu hanyut. Mendongkrak prospek bisnis mal di masa mendatang akan terus merangkak tanpa kemauan dan kesungguhan.

Tanpa menyalahkan pihak manapun, jika pemerintah ogah rugi, akan lambat melangkah. Padahal mal sebesar ini akan menyerap banyak tenaga kerja.

Pemerintah dan pengusaha tak perlu hitung-hitungan. Mencari jalan tengah niscaya akan menggairahkan kembali mal-mal sepi ini.

Tentu saja masalah kompleks ini mesti urun rembuk dari berbagai pihak.

Jika kondisi ekonomi pulih, daya beli masyarakat meningkat. Sebaliknya kalau mandek, ke mal mau apa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun