"Dik, tadi siang saya minta bantal diganti. Sampai saya kembali, belum juga diganti. Gimana nih hotel?" pinta Bu Rena, ketus.
"Kamar nomor berapa Bu?" tanya resepsionis
"208, segera ya. Dari tadi saya tunggu, gak muncul juga!" ia melengos sambil menggendong si kecil.
Bu Rena baru saja check-in. Bantal di kamarnya bau apek. Merasa tak nyaman, ia menelpon petugas hotel agar diganti.
Dari jauh beberapa resepsionis sibuk melayani antrian tamu. Sore itu pukul 16:18, tamu yang check-in masih antri. Mungkin berharap, check-in sore hari, kamar sudah siap. Ternyata...
Dering telpon di resepsion nyaring terdengar. Suasana bertambah hiruk pikuk, baru saja kedatangan rombongan turis dari Thailand.
Belum tuntas masalah bantal apek, muncul Mr. Roger. Pria setengah baya dari Australia ini menginap 5 malam, diutus dari perusahaannya. Ia check-in jam 15:00. Selang tak berapa lama, ia kembali ke lobi.
"Miss, can you change it right now?" sambil menunjukkan foto tirai pembatas di kamar mandi yang bernoda hitam.
Saya membaca isi hatinya, wah gimana nih perusahaanku kok kasih hotel kayak gini?
"Yes Sir, we'll do it very soon, we do apology!"
Itu keluhan pria bule yang baru pertama kali menginap kutemui saat giliran tugas.
Untuk apa bayar mahal jika produk dan pelayanan tidak standar?
Komplain tidak melulu mengenai produk. Pelayanan tidak standar juga kerap menjadi pemicu. Dua hal ini seluruh aktivitas hotel bertumpu, kualitas produk dan pelayanan.
Pelaku bisnis perhotelan sebaiknya aktif mengawasi secara ekstra, kecuali konsep hotel yang nyentrik.
Namun saya yakin, sampai kapanpun konsep pelayanan hotel takkan lekang oleh zaman. Di sana ada sentuhan hospitality, rasa nyaman yang tak tergantikan.
Komplain terberat
Mendengar kata komplain, rasanya alergi. Komplain tiada habis-habisnya di hotel, apalagi hotel yang uzur. Untuk itulah, setiap staf hotel diharapkan membantu menyelesaikan. Setidaknya dapat menuntaskan pada komplain ringan.
Manajer hotel dijadikan bumper? Gak juga. Memang pada akhirnya, setiap keputusan menunggu persetujuannya.
Pak Ardi dengan keluarga sedang staycation. Dipilihlah kamar yang besar dan nyaman, kolam renang yang lega untuk anak-anak dan jajanan kuliner di sekitar hotel. Ya, lengkaplah sudah kegembiraan. Apalagi ada harga promo akhir pekan.
Usai berenang, mereka kembali ke kamar. Memesan sup buntut dari room service.
Sepuluh menit kemudian, ia berteriak melalui telepon. Meminta petugas hotel datang.
"Cepat, cepat, anak saya luka!"
Beberapa petugas datang berbarengan ke kamar. "Setelah makanan datang, tetiba, 'bruk'...!" begitu ceritanya.
Meja kaca pecah berantakan. Serpihan kaca bertebaran di karpet. Panik melihat anaknya menangis terus, ia langsung menelpon resepsionis.
Si kecil sedikit terluka karena pecahan kaca. Belum lagi ibunya nyerocos, membuat suasana panik. Maklumlah, anak semata wayang.
Pesan Pak Ardi ingin bertemu manajer, tak lain akan menuntut pertanggungjawaban manajemen.
"Anak saya kena pecahan beling, coba ibu bayangkan, seandainya ini terjadi pada anak ibu!" intonasinya tinggi, wajahnya memerah, tampak satu urat di wajahnya menonjol. Begitu tutur sang ibu saat kami berembuk.
Kami tidak terbawa arus panik, walau hati sebenarnya terkejut. Gaya ala dokter, pura-pura kalem, padahal kaget.
Yakin bahwa semua dapat diselesaikan tanpa tuntutan. Ada titik temu. Sebaliknya, jika masing-masing pihak saling tuding kesalahan, badan bonyok rambut rontok, hati dan pikiran jadi Lelah.
Menangani komplain adalah skill yang tidak dimiliki setiap staf. Butuh kepandaian khusus. Perlu jam terbang. Materi pelajaran dasar saat melangkah di dunia perhotelan.
Apa yang terbaik kita perbuat ketika menerima laporan komplain berat dari tamu:
1. Mendengarkan. Fokus mendengar setiap kalimat dengan baik. Tidak membela diri. Tidak nyerocos duluan. Tidak mendengarkan lawan bicara sambil lihat gawai, apalagi menelepon
2. Usahakan berembuk dihadiri minimum oleh 2 department head sebagai saksi. Two heads is better than one
3. Mencatat sebagai berita acara pemeriksaan
4. Memberi keputusan dalam waktu 1 x 24 jam
5. Mengirimkan surat atau e-mail permohonan maaf
Memberi hadiah berupa kue, gratis voucher kamar, gratis makan malam, voucher spa adalah bentuk kompensasi biasa.
Alih-alih sang tamu yang 'cerdik, akan selalu komplain untuk maksud tertentu. Keluhannya yang itu-itu terus. Pandai menyikapi sajalah.
Ya, kita telah lakukan langkah itu. Betapa pentingnya proses mendengar. Kita bahkan enggan berurusan dengan pengeluh. Terkadang, muncul antipati sebelum berembuk.
Saya mengamati, ada 5 tipikal tamu hotel, dampak dari munculnya keluhan:
1. Komplain heboh, lalu menghilang. Tak berkabar
2. Komplain berat, masih sesekali check-in
3. Komplain berat, lalu kabur, menyebar cerita buruk di medsos
4. Tidak komplain, langsung menghilang, tak berkabar (terburuk)
5. Komplain ringan walau masalah besar, selalu memaafkan, lalu menjadi tamu loyal
Anda termasuk tipe yang mana?
Mengetahui area komplain ringan hingga terberat
Tiap-tiap departemen hendaknya terbuka untuk mengungkap letupan sebuah komplain. Pantang disembunyikan.
Tradisi tutup mulut diantara departemen terkait, kelak menjadi bumerang. "Komplain berat, komplain ringan sama saja, asal tamu gak marah, kan masalah tuntas!". Tak sesederhana itu pula Bung.
Everything by data. Tanpa data, manajemen akan terus menerus menuai problema. Tidak jelas bagaimana menentukan langkah selanjutnya. Apakah masalah sudah tuntas? Perbaikan apa yang telah dikerjakan? Area SDM mana yang sensitif, layanan waiter, houskeeping?
Nah, data sangat membantu untuk mengetahui area agar memperbaiki kualitas produk maupun pelayanan.
Data komplain dapat diambil dari komplain langsung, kuesioner, media sosial: Jenis keluhan, contoh wastafel bocor, AC tak berfungsi, waiter tidak ramah), catat keluhan yang tuntas dan menggantung. Bukti foto: tangkapan layar whasapp, dll.
Berdasar data, dapat diketahui area komplain terbanyak sehingga menjadi hal serius ditindaklanjuti. Bila komplain tamu terbanyak karena tempat tidur legok, artinya titik fokus manajemen itulah yang mesti menjadi perhatian ekstra.
Setiap minggu harus dikaji ulang (review). Setiap bulan menghasilkan laporan terperinci.
Siapa saja yang sering komplain di hotel? Setiap tamu yang tidak puas. Bahkan tamu VIP, VVIP lebih banyak cuitannya saking mendambakan pelayanan sempurna.
Tiada sesuatu yang sempurna. Memperkecil ruang komplain, itulah tujuannya.
Bayangkan jika terjadi kala kedatangan Pak Presiden dan rombongan. Hati risau, dibawa gelak. Susah hati saat kepala protokol mengeluh.
Kata-katanya teratur tapi nyelekit, intonasinya naik turun tapi tidak meledak-ledak, padahal ia sedang marah. Bagai kaca terhempas ke batu, sangat kecewa karena jabatannya dan jabatanku taruhannya.
Tamu cerewet bisa jadi mereka mencintai produk kita, namun tak sesuai kenyataan. Tamu yang sabodo teuing, lalu kabur, pindah ke hotel lain, itu lebih berbahaya.
Saking banyaknya pengeluh, hotel gerah. Rating di TripAdvisor menurun. Citra hotel tercoreng.
Cara membujuknya kembali gampang-gampang susah. Manajemen harus mulai dari nol agar hotel tetap populer. Karena itu, lebih baik mencegah daripada mengobati.
Salam hospitality,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H