Nina pelayan toko kue, membuka tokonya di pagi hari dengan raut wajah masam, tiada keceriaan sedikitpun, merasa terpaksa dan tanpa kegembiraan. Percayakah Anda, hari itu akan menjadi hari yang menegangkan baginya?
Ada angin, ada pohonnya, segala yang terjadi pasti ada penyebabnya. Pemilik toko memecat Nina setelah beberapa tamu komplain. Alasan pemecatan karena tidak cocok menjadi pelayan.
Saya kerap mendapat kejutan dari pelanggan, buah manis dari keramahtamahan ini.
Suatu hari, di pesawat terbang, saya duduk bersebelahan dengan seorang ibu paruh baya. Saya tersenyum dan cukup menyapa saja. Saat itu tubuh letih, enggan rasanya terseyum apalagi memulai obrolan.
"Ade kerja di mana?" tanyanya, karena pakaianku yang kasual formal.
Di akhir percakapan, Bu Reni berencana menikahkan putrinya di hotel. Mata yang mulai meredup menjadi bersinar kembali, saya antusias mendengarkan ceritanya.
Keesokan harinya Bu Reni datang ke hotel tempatku bekerja. Ia membayar deposit untuk acara pernikahan putri pertamanya di kota itu dengan mengundang 800 orang. Keramahtamahan juga salah satu strategi visual guna memancing pendapatan.
Senyuman yang muncul dari lubuk hati yaitu tidak dibuat-buat atau untuk tujuan cari muka. Cara ini pula menjadi kiat jitu memenangkan kompetisi di tengah persaingan penyedia jasa.
Keramahtamahan kepada pelanggan adalah mutlak. Tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan. Tetap, tidak berubah.
Di tengah hiruk pikuk dunia digital, barangkali robot akan mengganti senyuman karyawan. Seperti Sandria yang menyapa pelanggan di toko baju, juga Mayumi, boneka wanita jepang yang dipaksa menjadi pramusaji.
Pelayanan oleh robot akan terasa kaku dan hambar. Hampa senyuman, tanpa sapaan dahsyat yang menggetarkan hati.