Suatu hari saya diajak Ben, pergi ke rumah temannya, Ane. Saya mengekor saja dengan iming-iming diberi uang jajan ekstra.
Sangka saya, Ane pacar kakakku, Ben. Awalnya saya tak mau diajak. Berabe kalau ketahuan ayah.
"Uang sewa yang 2 buku, belum lho Ane," kata Ben
"Iya, ini kubayar sekalian. Jadi berapa semua?
"Total Rp 200"
Satu buku komik agak tebal, uang sewa Rp 50. Jika komik tipis Rp 25. Hari itu Ben mendapat Rp 200. Ia memperoleh Rp 100. Sisanya disetor kepada siempunya komik. Saya diberi Rp 25 untuk jajan. Lumayan, bisa makan semangkok bakso.
Ben tidak pernah membeli buku-buku komik itu. Komik kadang ada gambar tak senonoh, memakai baju-baju seksi. Pokoknya dilarang ayah. Maka kami tak boleh membeli komik.
Ibu sebetulnya tak pelit memberi uang jajan. Hanya Ben punya hobi membeli kaset dan nonton film di bioskop. Akhirnya Ben berupaya sendiri mencari uang.
Ben memang masih kelas 2 SMA, namun keinginan berupaya mencari uang sendiri terbiasa dilakukan sejak kecil.
Setelah bekerja, ia memiliki kerja sampingan produk botol air mineral. Semula hanya istri dan seorang pegawai. Lama kelamaan ia rekrut tambahan pegawai.
Kisah Ben menjadi pembuka tulisan yang cukup panjang. Kaitannya, seseorang jarang mau melakukan kerja sampingan bila tak dibarengi motivasi dan cita-cita yang teguh.
Kegigihan kuat mendorong seseorang melakukan kerja sampingan (kalau tidak disebut agar bertahan). Usaha Ben menawarkan buku bacaan kepada kawan-kawan, ke rumah Ane dengan berjalan kaki. Semua perlu usaha.
Demikian terjadi beberapa tahun silam, saat direkrut hotel anyar, seorang ekspatriat dari Inggris meminta saya menerjemahkan satu tulisan berbahasa Indonesia kedalam bahasa Inggris. Bos-nya menyerahkan lembaran itu sementara ia baru saja tiba 3 hari di Bandung.
Pelanggan hotel ini kebanyakan kaum ekspatriat yang dikontrak Industri Pesawat Terbang Nusantara, IPTN. Seorang kawan mengenalkannya. Saya pun belajar menerjemahkan kedalam terjemahan bebas.
Konten lembaran itu seputar mesin-mesin. Tiap hari libur dia memberikan 2 -- 3 lembar. Entah dia paham atau tidak bahasa Inggrisku kala itu. Pokoknya diterjemahkan saja. Hehe. Bayarannya lumayan, terkadang ekstra tip.
Bekerja di hotel dengan sistem jam kerja penuh waktu, untuk back office tentu dilarang. Selain mengganggu konsentrasi bekerja juga waktu terbatas. Jika dipaksakan, akan lelah.
Ketentuan itu tertuang dalam peraturan tertulis. Tidak diperbolehkan bekerja di perusahaan lain secara formal, misalnya menjadi agen asuransi, agen multi level marketing (MLM).
Kendati dilarang, banyak kawan memiliki kerja sampingan secara diam-diam, tetap saja mereka melakukannya. Biasanya kawan-kawan tutup mulut. Jika ketahuan, pemecatanlah akibatnya.
Lain halnya dengan kerja sampingan Dede. Semenjak Dede dipindah dari back office ke housekeeping, Dede memiliki jam kerja senggang. Usai jam kerja ia membuka kedai makan bersama istri.
Suatu hari ia mengundang semua kolega datang, dengan promosi diskon dari sang pemilik. Penuh sesaklah kedai itu. Cerdik juga cara berpromosi. Makanan best seller-nya yaitu ayam penyet vampir. huahh
Akhirnya Dede jadi terkenal di hotel. Kedai kecil disulap jadi restoran. Sang istri merekrut beberapa pegawai. Ia sendiri tetap menekuni pekerjaannya di hotel.
Berbeda dengan Meta, di koperasi hotel, ia rajin membuat nasi kuning, nasi rames untuk sarapan tambahan para karyawan. Omsetnya sehari sekitar Rp 50 bungkus.
Harga nasi kuning per bungkus Rp 10,000. Keuntungannya sekitar Rp 300.000 per hari. Lumayan. Meta sendiri bekerja di bagian Food & Beverage. Sedikitnya ia mampu menghitung food cost.
Herman salah seorang staf marketing selalu datang terlambat ke kantor. Warna print out absen hampir semua merah.
"Saya sudah seminggu jadi sopir online Bu. Mohon maaf saya selalu terlambat"
"Jam berapa terakhir jemput, Her?"
"Tak tentu Bu, kadang jam 22:00. Rata-rata sih jam 23:00"
Herman jelas menyalahi peraturan tertulis.
Memiliki kerja sampingan boleh-boleh saja asalkan siap menghadapi problemanya. Jika kita tak sanggup mengerjakannya, beri kepercayaan kepada istri atau pegawai.
Kerja sampingan sekaligus karena hobi, lebih asyik dan menyenangkan. Seperti Tifani yang membuat rangkaian Bunga dari uang kertas sebagai pesanan online.
Hasil dari buket flower berbahan uang kertas itu, ia mendapat Rp 200 ribu setiap pemesanan. Jika 3 pesanan saja, angka yang cukup untuk membeli keperluan tambahan keluarga.
Bagi kita pilih-saja sekiranya pekerjaan sampingan yang membuat kita senang mengerjakannya apalagi sebagai hobi, asalkan halal. Terpenting tidak mengganggu pekerjaan utama.
Di jaman digital ini, asyik juga melakukan pekerjaan sampingan. Diawal masa pandemi saya mengerjakan beberapa pekerjaan yang tidak menyita waktu yaitu menjadi affiliate TripAdvisor. Sampai sekarang masih dilakukan. Bayarannya memang recehan tapi recehan dikumpul akan menjadi uang kertas USD 100.00.
Apalagi seperti Kompasianer Tonny Syiariel, Novi Setyowati yang kebanyakan konten blog tentang destinasi wisata, akan mudah menambah pundi-pundi uang dari affiliate marketing ini.
Banyak jalan untuk mendapat kerja sampingan. Jeli dan telitilah jenis pekerjaan itu sebelum dilakoni. Sekedar pilihan, pekerjaan itu kira-kira adalah:
Kantoran:
(*) Affiliate marketing
(*) Penerjemah bahasa English -- Indonesia (Translator)
(*) Les privat bahasa Inggris
Makanan dan Minuman
(*) Kedai nasi goreng, mi goreng
(*) Kue bolu atau aneka kue
(*) Jamu sehat, sirup markisa
(*) Kedai kopi
Lain-lain
(*) Sewa mobil wisata bersama sopir ke luar kota
(*) Sewa tanaman hias
Jadi, seleksi terlebih dahulu bidang apa yang cocok, syukurlah jika itu sekaligus menekuni hobi. Mau mencoba? Asalkan halal, kenapa tidak?
Siapa tahu anda beralih menekuni kerja sampingan daripada kerja utama karena tergiur pendapatan yang lebih besar.
Salam hospitality.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H