Saat jam rehat pukul 10:00, Lusi tak kelihatan. Kami teman sekelas mencarinya. Pak guru panik lalu menelpon Ibu Sofie
Esok harinya Lusi tak masuk sekolah. Kata ibunya, sakit panas. Esok harinya begitu pula, Lusi belum nongol.
5 hari pun berlalu.
Eddie, aku dan Agatha pergi ke rumah Lusi. Kata Bi Ima, Lusi ke Jakarta bersama kedua orang tua. Kamipun pulang dengan lemas.
Cerita kentut Lusi berbuntut menghilangnya Lusi pun menyebar. Kami semua sedih, sudah 10 hari Lusi tak masuk.
Perginya Lusi menjadi tanda tanya. Semua penasaran kemana si pipi merah ini. Saat itu kami segan bertanya kepada Pak Guru.
14 hari berlalu
Eddie, aku, Agatha dan Reni berkunjung ke rumah Lusi. Sang Ibunda sedang merapikan tanaman hias di beranda.
"Tante Sofie, kami cuma mau tanya, Lusi kemana ya Tan?"
"Oh, Lusi kembali ke Netherland, dia gak mau sekolah disini katanya"
Kami semua terdiam.
"Tante sama Om menyusul minggu depan. Lusi diantar Aunty Ana"
"Oh......." serempak
"Ya sudah Tante, kami pamit"
"Hati-hati di jalan ya"
Dear Diary,
Kami tak menyangka awal dari bunyi tak diundang itu, menjadi masalah bagi Lusi. Kesukaannya memakan kacang merah menjadi petaka. Lusi mendapat malu. Ia tak siap dengan olok-olok teman.
Ibunda mengawasi ketat asupan makanan untuk Lusi. Hingga tak terduga, kacang merah menjadi biang keladi.
Sesak berundur-undur, hendak lari malu, hendak menghambat tak tahu. Dirundung malu memang tak nyaman.