Mohon tunggu...
Catherin YMT
Catherin YMT Mohon Tunggu... Bankir - Female

An INFP Woman*Chocoholic*Pink Lover*Potterhead*Book Worm* Central Banker - Economic Analyst Email: catherinymt@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mengapa "Couple Goals" Justru Berakhir dengan Perceraian?

27 Juni 2019   09:28 Diperbarui: 29 Juni 2019   14:28 3113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasangan artis asal Korea Selatan Song Joong Ki (kiri) dan Song Hye Kyo berpose di karpet merah acara tahunan BaekSang Art Awards ke-52 di Seoul, pada 3 Juni 2016. (KOMPAS.COM/AFP PHOTO/JUNG YEON-JE).

Masih segar di ingatan kita, terutama pencinta drama korea, tentang Hari Patah Hati Internasional yang berlangsung pada 31 Oktober 2017 lalu. Hari yang digagas oleh para fans tersebut adalah untuk menggambarkan rasa patah hati sekaligus ke-baper-an mereka atas pernikahan pasangan korea yang telah mencuri hati banyak orang lewat peran mereka dalam drama Descendants of The Sun.

Song Joong Ki dan Song Hye Kyo (yang kemudian terkenal dengan julukan "Song Couple"), sangat sukses memerankan pasangan tentara dan dokter yang bertugas di daerah konflik, dan kemudian terlibat dalam cinta lokasi. 

Ternyata hal tersebut tidak hanya terjadi di dalam drama, dalam kehidupan nyata pun keduanya saling jatuh cinta hingga kemudian menikah.

Itulah yang akhirnya membuat banyak orang termehek-mehek, kala menyaksikan sepasang idola mereka yang terlihat sempurna dalam drama, akhirnya juga mengucapkan ikrar sehidup semati dalam kehidupan nyata.

Belum dua tahun berlalu sejak peristiwa itu, hari ini berbagai media memberitakan tentang kabar perceraian mereka. Song Joong Ki dikabarkan telah resmi mengajukan gugatan cerai kepada istrinya Song Hye Kyo. 

Para fans kembali dibuat patah hati, namun kali ini oleh berita yang menyedihkan. Kekecewaan yang sama juga telah sering terjadi manakala kabar perceraian menimpa pasangan yang dijuluki "couple goals". 

Sebut saja pasangan Brad Pitt-Angelina Jolie, Tom Cruise-Katie Holmes, dari Indonesia ada Gading-Gisel, dan Ahmad Dhani-Maya Estianti. 

Fenomena ini kemudian memunculkan suatu tanda tanya, jika pernikahan memang berlandaskan cinta (yang sangat terlihat dalam potret kemesraan pasangan-pasangan di atas), namun mengapa akhirnya justru berakhir dengan perceraian? Apakah memang cinta tidak cukup untuk membuat dua orang tetap dapat hidup bersama?

Jika kita bertanya kepada orang yang ingin bercerai tentang apa yang membuat mereka ingin mengakhiri pernikahan mereka, biasanya alasan-alasan yang muncul adalah seputar konflik yang tidak dapat diselesaikan. 

Perselingkuhan, masalah keuangan, perbedaan prinsip, dan masalah seksual. Tapi benarkah alasan-alasan tersebut yang menjadi penyebab utama perceraian?

Semua hal tersebut sangat mungkin terjadi dalam setiap pernikahan, namun mengapa ada yang kemudian bercerai, dan ada yang dapat bertahan bahkan memiliki kehidupan pernikahan yang bahagia hingga akhir hayat?

Mencintai adalah Kata Kerja

Jatuh cinta tidak membutuhkan usaha apapun dari orang yang mengalaminya, karena itulah disebut "jatuh". Namun untuk mencintai dan menjaga cinta tetap ada bukanlah hal yang mudah. 

Dibutuhkan banyak pengorbanan dan usaha yang tak pernah putus. Seperti halnya kesuksesan dalam karir, kesuksesan pernikahan juga tidak dapat dicapai dalam semalam.

Membangun pernikahan bahagia tidak semudah jatuh cinta. Orang luar mungkin hanya akan menyaksikan hasil akhir yang dramatis, namun tak pernah ada yang tau betapa berat perjuangan untuk menuju kesana.

Mencintai identik dengan memberi. Kita dapat memberi tanpa mencintai, namun kita tidak pernah bisa mencintai tanpa disertai dengan pemberian.

Banyak orang yang mengatakan bahwa perceraian terjadi karena kita berhenti untuk mencintai. Bukan berarti rasa cintanya yang hilang, namun tindakan untuk memberi rasa cinta itulah yang sudah tidak dilakukan lagi.

Ada keanehan yang muncul di hampir semua pasangan. Saat berpacaran, mereka tampak tidak malu-malu untuk menunjukkan kemesraan di hadapan semua orang. 

Bergandengan tangan, berpelukan, bahkan berciuman adalah hal yang sering dilakukan, tak peduli berapa banyak orang yang menyaksikannya.

Tapi sebaliknya, saat mereka telah menikah, hal-hal tersebut justru sangat jarang dilakukan, apalagi di depan umum. Para suami enggan untuk menggandeng tangan istrinya dengan alasan malu dilihat orang. 

Mencium kening atau tangan istrinya dianggap sebagai tindakan yang cheesy, atau kekanak-kanakan. Mengapa demikian? Bukankah seharusnya setelah menikah justru tindakan tersebut adalah hal yang tidak hanya legal, tetapi juga mampu memperkuat ikatan pernikahan.

Yang digandeng dan dicium adalah istri sendiri, bukan anak gadis orang (belum minta izin sama orangtuanya), atau istri orang (amit-amit).

Rasa cinta ibarat api, butuh usaha dan bahan bakar yang memadai agar api itu tetap menyala. Jangan biarkan api itu meredup atau padam hanya karena kita enggan untuk menambahkan bahan bakar yang dibutuhkan. 

Atau kita lalai untuk menjaganya dari terpaan angin atau hujan yang bisa membuatnya padam. Tidak ada salahnya memiliki pasangan idola, yang kita anggap sebagai couple goals, tapi alangkah lebih indah apabila kita membangun couple goals kita sendiri bersama pasangan, yang tetap diusahakan sekuat tenaga untuk mencapai garis akhir yang seharusnya. Bukan di meja pengadilan tentu saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun