Ditulis oleh: Senja Pratama
Sistem pendidikan yang ada di indonesia selalu diperbaharui dan ditingkatkan agar dapat mengikuti perkembangan zaman. Setiap warga negara tentunya mendapatkan penjaminan terhadap hak-hak nya oleh negara, hak yang diberikan juga melingkupi hak untuk mendapatkan pendidikan. [1]Â Tentunya penjaminan untuk mendapatkan pendidikan yang diberikan oleh negara haruslah sesuai dengn perkembangan zaman sebagaimana yang telah ditetapkan oleh negara. [2]
Penjaminan hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak bukan hanya diberikan secara khusus kepada siswa namun juga diberikan kepada mahasiswa, dikarenakan keduanya merupakan seorang pelajar yang notabenenya juga merupakan warga negara sehingga keduanya mempunyai hak untuk menuntut ilmu dengan kualitas ilmu yang memadai.
Dosen dan guru sebagai tenaga pengajar diberikan upah/gaji oleh negara untuk melaksanakan tugasnya, tidak bisa dipungkiri juga masih didapati guru yang mendapatkan gaji/upah tidak susuai dengan kinerjanya atau dengan kata lain gaji tersebut tidak memenuhi standar upah yang telah ditetapkan. Hal ini tidak menyurutkan niat dan tekatnya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki untuk disalurkan kepada siswa, dikarenakan para guru mengetahui bahwa sejatinya pemberian ilmu untuk kepentingan pendidikan bukan hanya terbatas pada nilai upah/gaji.
formulasi baru terus dikembangkan dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan yang ada di berbagai perguruan tinggi, pemerintah hanya memberikan standar pendidikan, namun kewenangan untuk mengembangkan standar tersebut diberikan otoritas pengaturannya kepada setiap perguruan tinggi. [3]
salah satu formulasi untuk meningkatkan sistem pendidikan di perguruan tinggi yaitu penempatan kelas secara otomatis. Dengan pengertian bahwa mahasiswa tidak lagi memilih dosen pengajar untuk memberikan materi kepadanya, melainkan dosen tersebut dipilih langsung oleh perguruan tinggi atau sistem yang dibentuk oleh perguruan tinggi. Jadi dapat disimpulkan bahwa mahasiswa hanya mengontrak mata kuliah namun tidak bisa secara bebas menentukan kelas/dosen yang diinginkan.
Sistem ini apabila diteliti dan dikaji secara komprehensif sejatinya melanggar dan menciderai hak-hak mahasiswa untuk memilih dosen sesuai dengan kualitas dan cara pengajarannya. Tidak bisa dipungkiri terkadang mahasiswa menginginkan dosen dengan cara mengajar yang unik sehingga tidak membosankan proses belajar mengajar yang berlangsung didalam kelas. Namun ada juga mahasiswa yang menginginkan dosen kiler, karena mereka menganggap dosen seperti ini dapat menguji mental serta semangat untuk belajar. Semuanya tentu dikembalikan lagi kepada setiap mahasiswa.
Sistem penempatan kelas secara otomatis tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan, namun yang menjadi pertanyaan, apakah sistem yang tersebut layak untuk diterapkan? ataukah sistem tersebut tidak layak bersaing dengan perkembangan dan peradaban pendidikan saat ini?
Apabila merujuk kedalam Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, yang menyebutkan:
"Dosen sebagai anggota Sivitas Akademika memiliki tugas mentransformasikan Ilmu Pengetahuan dan/atau Teknologi yang dikuasainya kepada Mahasiswa dengan mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran sehingga Mahasiswa aktif mengembangkan potensinya."
Maka kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan peraturan diatas yaitu dosen sebagai tenaga pengajar mempunyai tugas untuk memberikan ilmu pengetahuan kepada mahasiswa, namun transformasi ilmu pengetahuan yang diberikan oleh dosen kepada mahasiswa haruslah sesuai perkembangan zaman dengan cara-cara yang menarik agar membuat suasana kelas yang menarik serta mahasiswa dapat aktif dalam kelas tersebut. Memang tidak semua dosen dapat berbaur dengan keadaan dan peradaban sistem pendidikan saat ini, namun tuntutan tersebut merupakan suatu kewajiban agar dapat meningkatkan kualitas pendidikan saat ini.
Setiap dosen mempunyai cara dan strategi masing-masing untuk mengatur kelasnya, namun strategi dan cara yang diberikan terkadang tidak sesuai dengan kemauan setiap mahasiswa. Hal inilah yang membuat mahasiswa dapat memilih siapa dosen yang mereka inginkan agar tercapainya suasana kelas yang menarik. Hak tersebut bukanlah suatu pelanggaran ataupun kesalahan, seyogyanya hak ini merupakan suatu penjaminan sehingga mahasiswa dapat aktif untuk mengembangkan potensinya masing-masing.
Mungkin banyak mahasiswa yang merasa dikecewakan terhadap sistem tersebut, namun apakah mahasiswa tidak bisa menuntut hak nya ketika hari ini hak tersebut terlanggar? tentunya negara telah mempersiapkan berbagai macam formula atau cara untuk menjamin hak-hak setiap warga negara apabila hak tersebut dilanggar oleh seseorang ataupun instansi.
Sejatinya apabila mahasiswa merasa dirugikan dengan sistem tersebut, Ia berhak menuntut secara perdata (burgerlijke vordering) mengenai sistem yang telah diberlakukan. Mahasiswa dapat melakukan gugatan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) yang ditujukan kepada instansi dalam hal ini perguruan tinggi dan/atau kepada seseorang seperti dekan, wakil dekan, ketua senat, dan dosen terkait.
Ketentuan terkait perbuatan melawan hukum tercantum dalam Pasal 1365 KUH Perdata, yang berbunyi:
"Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut."
Mariam Darus Badrulzaman dalam bukunya KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, seperti dikutip Rosa Agustina menyatakan yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum adalah : [4]
- Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
- Bertentangan dengan hak subjektif orang lain;
- Bertentangan dengan kesusilaan;
- Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian.
Untuk dapat dipertanggungjawabkan orang/instansi yang melakukan perbuatan melawan hukum, pasal 1365 KUHPerdata menentukan 4 syarat perbuatan melawan hukum yang sekaligus merupakan unsur-unsur perbuatan melawan hukum. Ke-4 unsur itu antara lain: [5]
1. Â Adanya suatu pelanggaran hukum;
2. Â Adanya kesalahan;
3. Â Terjadinya kerugian;
4. Â Adanya hubungan kausalitas.
Berdasarkan uraian diatas, sejatinya sistem penempatan kelas secara otomatis dapat gugat secara perdata, namun perlu dicatat bahwa mahasiswa haruslah memenuhi unsur-unsur perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak kampus. Apabila mahasiswa merasa tindakan kampus telah memenuhi kualifikasi perbuatan melawan hukum maka mahasiswa dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri setempat.
REFERENSI:
[1] Pasal 31 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
[2] Penjelasan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
[3] Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
[4] Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, tahun 2003, Hlm. 36.
[5] Moegni Djojodihardjo, Perbuatan Melawan Hukum, tahun 1979, Hlm. 24.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H