Mohon tunggu...
Catarina Tenny Setiastri
Catarina Tenny Setiastri Mohon Tunggu... Guru - Ibu, guru, dan pejalan.

ig: catarinatenny22 Saya Ibu dan guru, yang memiliki minat melakukan perjalanan ke tempat-tempat baru, yang cenderung senyap. Mengalami dan meresapi dengan berinteraksi dengan orang lokal, dengan penggiat alam atau pejalan lainnya. Destinasi bukan satu-satunya tujuan dalam perjalanannya; ia puaskan dirinya dengan pengalaman baru bersama keluarga, mencari letupan-letupan keajaiban di tiap pengalaman yang singgah. Keajaiban yang ia percaya selalu ada dariNya, yang membuat ia bertumbuh menjadi lebih baik dan lebih berguna, pun tumbuh dalam imannya yang ga seberapa.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Pendakian Gn. Ungaran via (Kebun) Mawar: Tips Mendaki Bersama Anak Remaja

10 Mei 2022   15:02 Diperbarui: 3 Desember 2022   21:39 823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat saya lepas dari Puncak 2, saya dan suami akhirnya bertemu. Kami bertukar shift. Saya melanjutkan naik, summit ke Puncak Sejati, sedang suami yang sudah summit duluan, turun untuk menjaga anak. Dia janji akan menunggu saya di pos 5. 

Sedikit membingungkan saat ga ada signal di situasi seperti ini. Setelah summit, pas saya turun dan sampai pos 5, zonk! Kosong. Mereka ga ada. Ga biasanya seperti ini, biasanya kalau sudah janji, mereka pasti ada. Mungkin karena cuaca panas menyengat, ga nyaman untuk istirahat di pos 5. 

Tapi kemana mereka ya? Pff, garing banget dari tadi nyummit dan turun sendiri.

Suami tulis pesan di kayu. Dokpri
Suami tulis pesan di kayu. Dokpri
Eh wait! Pas duduk di kayu, ada sesuatu di sebelah.  Ada tulisan pake arang di kayu: "Teni turun Pos 4". Horeeee..., liat tulisan gitu berasa dapet surat cinta. Tapi bener, Geiss.. senengnya tuh bukan main, kayag ga sendiri lagi. Saya pun langsung turun dengan semangat. Setengah jam kemudian.. sepertinya saya kenal gesturnya. "Meiraaa!" saya lihat anak saya jalan terseok sendiri. 

Anak saya terseok, lamban, namun kali ini arah pulang kan? Jadi semangatnya lebih menyala dibanding sebelumnya. "Bu, mau es krim." "Baik." Apa sih yang ga. Dia sudah berjalan 5 jam naik, that's nice.

Kami bersama lagi pas jalan turun. Dokpri
Kami bersama lagi pas jalan turun. Dokpri
Baca juga: Yuk Naik Kereta Api: Moda Transportasi yang Nyaman https://www.kompasiana.com/catarina74688/625682233794d16cab381c24/yuk-naik-kereta-api-moda-transportasi-yang-nyaman

Berikut tips mendaki bersama anak remaja.

1. Tetap tawarkan naik bareng, hanya tanpa paksaan. Bila menolak, tetap hargai keputusannya.

2. Beri gambaran jelas tentang jalur pendakian; berapa lama waktu tempuhnya dan karakter jalurnya.

3. Re-check kembali logistik yang dibawanya. Pastikan air dan minuman lengkap, cukup buatnya, namun tidak memberatkannya.

4. Saat perjalanan, beri kesempatan padanya untuk berhenti agak lama di spot yang ia suka. Beri ia ruang untuk menikmati atau menganalisa apa yang ia suka.

5. Hargailah keputusannya saat ia memutuskan untuk berhenti, tidak melanjutkan pendakian karena kondisinya terlalu lelah. Hargai selama kondisi dianggap aman; pastikan ransum dan shelter oke buatnya. Di saat seperti ini, jika kondisi tidak memungkinkan untuk meninggalkannya, bersikaplah bijak, ingatlah tujuan awal jika bepergian bersama anak; keselamatan dan kenyamanan adalah tujuan utama, summit is not the goal.

Dokpri
Dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun