Sontak jawara itu tersentak. Rupanya lelaki yang dihadapinya adalah orang yang paling dicari oleh Tuan Demang, atasannya sendiri. Terbesit dihati jika dapat menangkap orang ini sendri dan membawanya kedepan Tuan Demang, mungkin akan mendapatkan bayaran yang sangat besar. Sepertinya itu tak mugkin, lelaki ini benar-benar tidak di anggap ringan. Ilmu silatnya sangat mumpuni. Tampa pikir panjang, Jawara itu memerntahkan anak-buahnya untuk melingkari dan menangkap musuh yang paling dicari oleh Tuan Demang.
"Tangkap orang ini!" pekik Jawara itu. Semua anak-buahnya berhamburan dengan golok terhunus berkelebat menyerang Bang Gobang. Sabetan kilatan putih ketika dibabatkan. Bang Gobang tidak tinggal diam, ia mengelak kekanan dan kekiri terkadang melompat bersalto lalu memukul tepat di dada salah satu anak-buah jawara itu. 'Bukk...'Â
Lelaki kena pukul terhuyung kebelakang. Kembali Bang Gobang melompat dengan tendangan ke wajah salah satunya lagi. Tapi kasip orang itu berhasil mengelak sambil layangkan pukulan. Bang Gobang menangkisnya cepat 'Khuf...'Â
Golok membabat leher dari sebelah kiri, dengan cekat Bang Gobang merunduk sehingga babatan golok itu mengenai angin kosong. Kesempatan ini digunakan Bang Gobang untuk membalas tendangan keperut. 'Bukk...ngekkk...'
Kembali lelaki itu terhuyung lalu jatuh melongsoh ketanah. Kaki seseirang menendang punggung Bang Gobang, 'Ughh...'. Bang Gobang tersuruk, tapi dengan cepat ia bangkit. "Bangke gile!" bentak Bang Gobang. Ciaaat .... Melompat sekira dua tombak untuk menghindari sergapan  juga mencari ruang yang luas. Dari bawah pohon suren Bang Gobang mengambil ancang-ancang siap melompat kedahan pohon suren itu. Tapi sayang, Jawara sudah bisa membacanya. Secepat kilat ia maju kedepan untuk mengambil kuda-kuda sambil melirik kesalah satu anak-buahnya sebagai isyarat agar, ketika Bang Gobang melompat ke dahan itu, si anak-buah harus bersiap membabat kakinya. Ketika Bang Gobang melompat, sang Jawara turut melompat pula sambil menebas batang leher Bang Somad. 'Seeet....'
Tendangan yang memang sudah dialiri tenaga dalam membuat tulang hidung sang Jawara patah. Darah mengucur deras menguar kedua rongga hidungnya. "Semprul, hidung aye soak!" pekik Jawara itu sambil menutup hidungnya. Dilihat darah menutupi telapak tangannya. "Kabur .... " pekiknya sekali lagi memerintahkan keempat anak-buahnya.
Melihat sang ketua berlari cepat, sang anak-buah tak mau kalah, mereka pun berlari tunggang-langgang kecepirit setan untuk ikut kabur.
"Bangke loe pade, ye..." umpat Bang Gobang. "Dasar antek kompeni, makan uang rakyat."
Bang Gobang menepuk-nepuk telapak tangan, lalu membersihkan bajunya yang sempat kotor berdebu dengan cara dikibas-kibaskan. Rokayah menghampiri dengan senyuman manis, yang sebelumnya sempat ketar-ketir melihat pertarungan Bang Gobang dengan kelima Jawara itu sebagai antek kompeni.
"Abang hebat!" puji Rokayah.
"Aye cinte sama Mpok!" Setelah berkata begitu, Bang Gobang membalikan tubuhnya untuk melangkah pergi.