Mohon tunggu...
Casmudi
Casmudi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Seorang bapak dengan satu anak remaja.

Travel and Lifestyle Blogger I Kompasianer Bali I Danone Blogger Academy 3 I Finalis Bisnis Indonesia Writing Contest 2015 dan 2019 I Netizen MPR 2018

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

3 (Tiga) Hal yang Saya Lakukan untuk Mendukung Terwujudnya Net-Zero Emissions

10 Oktober 2021   15:47 Diperbarui: 10 Oktober 2021   15:50 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


"Berapa jumlah penduduk dunia?"

Pertanyaan mudah, bukan? Menurut Worldometers.info, jumlah penduduk dunia  pada tahun 2021 telah menembus pada angka 7,85 miliar jiwa. Dan, perlu anda ketahui bahwa jumlah penduduk dunia sebanyak itu menghasilkan karbon dioksida (CO2) pada saat bernafas. Bahkan, kandungan CO2 tersebut sangat bermanfaat bagi tumbuhan dalam proses fotosintesis.

Namun, berbeda dengan kandungan CO2 yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil seperti BBM yang digunakan untuk kendaraan. Kandungan CO2 tersebut justru sangat berbahaya karena dapat berdampak negatif terhadap lingkungan.

APA NET-ZERO EMISSIONS (NZE)?

Perlu diketahui bahwa emisi CO2 dari energi dan industri telah meningkat sebesar 60% sejak Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change) yang ditandatangani pada tahun 1992 (iea.org). 

Melihat kondisi tersebut, maka bangsa Indonesia sangat membutuhkan kondisi lingkungan yang Net-Zero Emmisions (NZE). Dengan kata lain, karbon yang berada di alam adalah karbon negatif, yang tidak berbahaya dan bisa diserap secara maksimal oleh alam. Pohon, laut dan tanah yang mampu menyerap emisi karbon tersebut secara alami.

Kata Net- Zero Emissions (NZE) muncul saat  Konferensi Tingkat Tinggi Iklim di Paris pada tahun 2015, yang mewajibkan negara industri dan maju mencapai Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2050. Lantas, apa yang dimaksud Net Zero Emissions (NZE)? Sebuah kondisi lingkungan, di mana kandungan emisi karbon bisa diserap semuanya. Dan, tidak ada yang menguap hingga atmosfer bumi. Karena, sangat berbahaya menyebabkan pemanasan global (Global Warming).

Tahukah anda, jika emisi karbon menguap ke atmosfer akan menyebabkan efek gas rumah kaca. Gas rumah kaca akan semakin tebal, berakibat pada pengurangan kemampuan menyerap panas dari matahari dan emisi bumi, serta melepaskannya ke luar angkasa. Dampaknya, panas tersebut memantul kembali ke bumi. Suhu di bumi mengalami kenaikan secara pelan-pelan.

Sebagai informasi, konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer sekarang sebanyak 414,3 ppm. Artinya, 1 juta molekul udara dari atmosfer, 414,3 bagian adalah karbon dioksida. Sisanya, gas rumah kaca lain. Konsentrasi tersebut mampu menaikkan suhu bumi 1,2C. Suhu bumi akan meningkat 20C, jika kuantitasnya 500 ppm. Sesuai Perjanjian Paris 2015, batas yang ditetapkan adalah angka 2C.

Suhu akan bertambah stabil sebesar 0,30 Celsius per tahun atau suhu bertambah 1,5C setelah 2050, jika dunia berhasil mewujudkan Net-Zero Emissions (NZE).  

DUKUNGAN NET-ZERO EMISSIONS (NZE)

Buletin Strategic Partnership Green and Inclusive Energy terbitan Institute for Essential Services Reform (IESR) Juli 2020 menegaskan berdasarkan perhitungan IEA (International Emissions Agency), saat pandemik terjadi penurunan permintaan energi sebesar 6%. Setara dengan penurunan emisi CO2 hingga 8% (sekitar 2,6 gigaton). Sedangkan, penurunan emisi CO2 disumbang oleh batu bara sebesar 8%, minyak sebesar 4,5%, dan gas alam sebesar 2,3%.

Perwujudan Net-Zero Emissions (NZE) adalah komitmen dunia. Beberapa negara telah melakukan penurunan kadar emisi karbonnya menuju Net Zero Emissions (NZE) tahun 2030, seperti Jepang sebesar 46%, Amerika Serikat sebesar 50% dan Uni Eropa sebesar 55%. Bangsa Indonesia menetapkan target NZE paling telat tahun 2060.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) RI dalam pers release-nya tanggal 31 Mei 2021 menyatakan bangsa Indonesia berkomitmen capai Net Zero Emission (NZE). Penurunan emisi gas rumah kaca sebagaimana dituangkan dalam Nationally Determined Contribution (NDC). Kementerian ESDM menyusun beberapa strategi untuk pengembangan biodiesel, co-firing PLTU, pemanfaatan Refuse Derived Fuel (RDF), dan pembangkit listrik energi terbarukan.

Menurut Climate Transparency Brown to Green: Transisi G20 Menuju Ekonomi NIR Emisi tahun 2019 menyatakan bahwa bangsa Indonesia belum berada di jalur yang tepat untuk memenuhi target batasan suhu global 1,5C. Maka, bangsa Indonesia harus mengurangi tingkat emisi karbonnya hingga di bawah 551 MtCO2e pada tahun 2030 dan hingga di bawah -128 MtCO2e pada tahun 2050.  

Menurut Bappenas, bila Indonesia menerapkan pembangunan rendah karbon, tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 6% per tahun hingga 2045, lebih tinggi dari pertumbuhan saat ini. Strategi ini mensyaratkan pembangunan yang terintegrasi dengan mitigasi perubahan iklim untuk mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 41% pada 2030, termasuk melalui pemanfaatan energi terbarukan.

Saya pribadi sangat peduli terhadap kondisi lingkungan. Di mana, lingkungan yang bersih dan sehat adalah keharusan. Saya memahami bahwa keberhasilan dari Net Zero Emissions (NZE) Indonesia berawal dari kontribusi setiap anggota masyarakat. Dengan kata lain, setiap orang bisa memberikan dukungan dengan melakukan hal-hal baik. Agar, tidak menimbulkan emisi karbon yang berbahaya bagi alam.

Memanfaatkan Transportasi Publik

Tidak dipungkiri bahwa ketergantungan masyarakat Indonesia akan konsumsi BBM (Bahan Bakar Motor) masih tinggi. Sebagai informasi, sekitar 67% dari bauran energi Indonesia (listrik, panas, bahan bakar transportasi, dan lain-lain) masih berasal dari bahan bakar fosil. Padahal, BBM yang berasal dari fosil tersebut berperan besar dalam meningkatkan polusi udara.  

Sebagai informasi, persentase total emisi CO2 tahun 2018 dari pembakaran bahan bakar (MtCO2/tahun) yang diperoleh dari Enerdata tahun 2019 adalah: 1) 31% industri; 2) 28% listrik dan panas; 3) 28% transportasi; 4) 7% sektor energi lain; 5) 5% bangunan; dan 6) 1% pertanian. Menarik, lebih dari 95.000 per tahun kematian penduduk Indonesia terjadi karena dampak bahan bakar fosil.

Beruntung, tingkat polusi udara menurun di masa pandemi. Bahkan, penurunan mobilitas dan lalu lintas memberikan dampak luar biasa terhadap kualitas udara di kota besar seperti DKI Jakarta. Meskipun, mayoritas penurunan lalu lintas disumbang oleh pengguna kendaraan penumpang dan kendaraan umum. Sementara, kendaraan pengangkut barang masih beroperasi dengan pembatasan tertentu.

Harus diakui, penggunaan bahan bakar fosil pada sarana transportasi (terutama pemakaian kendaraan pribadi sangat tinggi). Hal yang bisa saya lakukan adalah mengurangi tingkat polusi udara dari kendaraan pribadi tersebut. Maka, penggunaan sarana transportasi publik menjadi pilihan menarik. Seperti, pemanfaatan transportasi publik Trans Sarbagita dan Trans Metro Dewata Bali.

Menikmati Trans Metro Dewata yang aman dan nyaman (Sumber: dokumen pribadi)
Menikmati Trans Metro Dewata yang aman dan nyaman (Sumber: dokumen pribadi)
Saya sangat menikmati kedua moda transportasi publik tersebut. Bukan hanya keamanan dan kenyamanan, tetapi ikut serta mendukung perwujudan Net Zero Emissions (NZE). Berikut video perjalanan saya menggunakan Trans Sarbagita dan Trans Metro Dewata.

Metro Dewata, Transportasi Publik yang Aman dan Nyaman (Sumber: Casmudi Vlog/Youtube)

Fakta, Coba kalau Trans Sarbagita kayak Trans Jakarta (Sumber: Casmudi Vlog/Youtube)

 

Menghemat Listrik Semaksimal Mungkin

Menarik, apa yang dikatakan oleh Direktur IESR Fabby Tumiwa yang dilansir dalam topik "Status Akses Energi Berkelanjutan di Indonesia 2020" bulan Juni 2020 terbitan Institute for Essential Services Reform (IESR) tentang Tracking SDG7: The Energy Progress Report 2020 yang dikeluarkan oleh laporan Bank Dunia pada bulan Mei 2020.

Laporan Bank Dunia tersebut menunjukan syarat tercapainya Sustainability Development Goals 7 (SDG7), dibutuhkan akses universal terhadap energi modern yang terjangkau, handal, berkelanjutan. SDG7 memiliki 4 target, yaitu: 1) akses energi universal yang terdiri dari akses atas listrik (electricity access) dan akses terhadap bahan bakar bersih untuk memasak (clean cooking); 2) peningkatan bauran energi terbarukan secara substansial; 3) melipatgandakan laju peningkatan efisiensi energi pada 2030; dan 4) mempromosikan akses teknologi dan investasi pada energi bersih, untuk pengembangan energi bersih dan terbarukan.

Masalah kelistrikan masih menjadi isu menarik di Indonesia. Bukan karena tarif yang naik pada waktu tertentu. Tetapi, sebanyak 61% listrik yang diproduksi di Indonesia berasal dari pembangkit listrik tenaga batu bara. Batu bara tersebut mempunyai andil besar menghasilkan polusi udara yang tinggi. Oleh sebab itu, perlu adanya tindakan nyata yang mampu mengurangi jumlah pembangkit listrik tenaga batu bara. Juga, meningkatkan kontribusi dari energi terbarukan,  hingga tiga kali lipat pada sektor ketenagalistrikan di tahun 2030 mendatang.

Konsumsi listrik yang tinggi akan berdampak pula pada konsumsi batu bara yang tinggi. Maka dari itu, untuk mengurangi konsumsi batu bara, perlu adanya pemngurangan konsumsi energi listrik. 

Tindakan tersebut bukan hanya dilakukan oleh perusahaan besar, industri atau usaha lainnya. Tetapi, tindakan untuk mengurangi energi listrik bisa bermula dari kita dalam lingkungan keluarga. Maka, hal yang saya lakukan untuk mewujudkan Net Zero Emissions (NZE) dari sektor kelistrikan lingkungan keluarga adalah  menghemat penggunaan listrik sehemat mungkin.    

Hal yang saya lakukan adalah mencabut kabel listrik ketika tidak digunakan. Saya juga melakukan penghematan listrik besar-besaran saat malam hari. Di mana, saya hampir mematikan semua perangkat listrik atau lampu ruangan. Saya hanya menyalakan lampu kecil berdaya 5W. Hal yang saya lakukan sangat efektif mengurangi konsumsi listrik. Dan, bisa menghemat tagihan listrik setiap bulannya.  

Menghemat pemakaian listrik (Sumber: dokumen pribadi)
Menghemat pemakaian listrik (Sumber: dokumen pribadi)
 

Pemakaian Energi Bersih Gas untuk Memasak

Saat ini, tantangan Indonesia adalah mendorong pemerataan akses bahan bakar bersih untuk memasak, dan menutup kesenjangan antara masyarakat desa dan kota. Sebanyak 91% penduduk perkotaan Indonesia memasak dengan bahan bakar yang lebih bersih, dibandingkan dengan 64% penduduk perdesaan. Total penduduk Indonesia yang belum memiliki akses bahan bakar bersih sebanyak 51 juta, yang mana 13 juta berada di perkotaan dan sebanyak 38 juta di pedesaan.

Perlu diketahui, ada perbedaan mencolok pemakaian bahan bakar bersih untuk memasak, antara 91% penduduk perkotaan dibandingkan dengan 64% penduduk perdesaan Indonesia. Oleh sebab itu, akses bahan bakar bersih untuk memasak memerlukan perhatian yang serius dan tindakan yang cepat.

Salah satu hal yang saya lakukan untuk pemanfaatan bahan bakar bersih adalah dengan menggunakan gas elpiji untuk memasak. Pemanfaatan gas elpiji, tidak menimbulkan polusi udara. Juga, memasak menjadi lebih efeisin. Memasak dengan menggunakan gas elpiji ini merupakan salah satu langkah kecil yang berdampak besar. Jika, masyarakat Indonesia menggunakan gas elpiji seluruhnya, maka mampu mendukung perwujudan  Net Zero Emissions (NZE).

 

Penggunaan bahan bakar bersih gas elpiji untuk memasak (Sumber: dokumen pribadi)
Penggunaan bahan bakar bersih gas elpiji untuk memasak (Sumber: dokumen pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun