Tentu, Pemerintah mempunyai alasan kuat melakukan larangan mudik. Yaitu, mencegah timbulnya penyebaran Covid-19 di kampung-kampung atau tujuan mudik. Pemerintah tidak ingin terjadi lonjakan positif Covid-19 seperti yang terjadi di negara India. Hingga, negara tersebut melakukan  lockdown.
Namun, sepertinya larangan mudik tersebut tidak dipatuhi oleh banyak orang. Dengan alasan, mudik sangat penting karena terjadi setahun sekali. Juga, agar bisa bersilturahmi dengan orang tua dan anggota keluarga lainnya. Perlu diketahui bahwa orang yang memaksa mudik, tidak peduli apa yang akan terjadi. Jika, terjadi kluster baru penyebaran Covid-19.
Saya pribadi, sudah 2 kali mengalami Hari Raya Idul Fitri di perantauan saat Pandemi. Mematuhi anjuran Pemerintah untuk tidak melakukan mudik ke kampung halaman. Dengan alasan, takut terjadi penularan Covid-19 selama perjalanan mudik. Bukan itu saja, Pemerintah yang melakukan penyekatan di beberapa titik, menjadi barikade ketat untuk pemudik. Dan, pemudik akan dipaksa untuk balik arah ke tempat asal.
Kondisi Pandemi yang masih terjadi hingga sekarang, membuat saya dan keluarga bertahan untuk tidak mudik dulu. Sebenarnya, saya dan keluarga juga kangen dan ingin pulang kampung. Untuk menemui orang tua, keluarga dan teman di kampung halaman. Namun, kesehatan saya dan keluarga di kampung lebih penting dari segalanya.
Bahkan, sholat Idul Fitri pun saya lakukan di rumah saja. Saya benar-benar takut jika terjadi kluster baru penyebaran Covid-19. Apalagi, Pemerintah Kota Denpasar tidak merekomendasikan untuk diadakannya sholat Idul Fitri di masjid atau mushola. Semua demi kebaikan bersama, demi pemulihan ekonomi dan pariwisata Bali.
Â
SILATURAHMI VIRTUAL TETAP ASIK
Â
Peraturan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas melalui Surat Edaran (SE) Nomor 7 Tahun 2021Â Tentang Panduan Penyelenggaraan Salat Idul Fitri Tahun 1442 H/2021 M di Saat Pandemi. Beberapa hal penting dari surat edaran tersebut berisi tentang aturan takbiran.
Di mana, takbir keliling ditiadakan untuk mengantisipasi keramaian. Sebagai gantinya maka kegiatan takbiran dapat disiarkan secara virtual dari masjid atau mushola. Jikalau terpaksa diadakan di masjid atau mushola. Maka, batas maksimal hanya 10 persen dari kapasitas masjid atau mushola. Dengan mengedepankan protokol kesehatan.
Bukan hanya masalah takbir keliling, masalah sholat idul fitri di masjid, mushola atau tanah lapang juga ditiadakan. Tentu, untuk mencegah terjadinya  kerumunan yang berpotensi bisa menyebarkan Covid-19.