Kedatangan kami disambut dengan jamuan lontong sayur. Cocok banget, menu yang menjadi kesukaan anak saya. Anak saya duduk di lantai sambil menonton televisi. Di depannya, tersaji lontong sayur dan setengah kaleng krupuk udang. Dia benar-benar menikmati lontong sayur tersebut. Â Â
Topik pembicaraan kami lebih ke arah kondisi keluarga Mbak Tuti. Juga, kondisi kesehatan yang baru saja pulih. Meskipun, pulih dari perawatan, dia masih saja mengeluh kesakitan. Dan, rasa sakit tersebut datangnya secara tiba-tiba.Â
Mbak Tuti sangat terbuka menceritakan tentang kondisi kesehatannya kepada istri saya. Dia juga menceritakan kondisi suaminya. Kehadiran orang ketiga sangat mengganggu kondisi rumah tangganya. Dia benar-benar lepas kendali. Dan, mencurahkan isi hatinya yang selama ini terpendam.
Di penghujung acara silaturahmi Idul Fitri, kami pun pamit pulang. Saya berpesan agar beliau tetap bersabar. Dalam menghadapi masalah yang dihadapinya. Juga, tidak lupa untuk berdoa kepada Allah SWT.
Percaya atau tidak, silaturahmi Idul Fitri tersebut adalah yang pertama dan terakhir kali. Di mana, kami bisa berkomunikasi dari hati ke hati.
Kanker Rahim Stadium Akhir
Kurang lebih 3 bulan, sejak kami silaturahmi Idul Fitri ke Nusa Dua. Kami mendapat kabar buruk. Mbak Tuti dirawat di Rumah Sakit Gatot Subroto Denpasar Bali. Kami pun membesuknya pada malam hari, kekira pukul 20.00 WITA.
Saya melihat Mbak Tuti tergolek lemah di ranjang rumah sakit. Badannya dalam posisi miring ke kanan. Atau, membelakangi posisi kami.
Saya dan istri tak bisa berkomunikasi dengan Mbak Tuti lagi. Karena, kondisi beliau tidak sadar. Sebagai gantinya, kami berkomunikasi dengan suaminya yang bernama Mas Sigit.
Mas Sigit berkeluh kesah masalah kondisi kesehatan Mbak Tuti. Di mana, yang bersangkutan divonis dokter menderita kanker rahim stadium akhir.