Mohon tunggu...
Casmudi
Casmudi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Seorang bapak dengan satu anak remaja.

Travel and Lifestyle Blogger I Kompasianer Bali I Danone Blogger Academy 3 I Finalis Bisnis Indonesia Writing Contest 2015 dan 2019 I Netizen MPR 2018

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Pro dan Kontra "Pecingan", Salam Tempel Khas Brebes dalam Tradisi Lebaran

11 Juni 2018   04:12 Diperbarui: 11 Juni 2018   04:36 1380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekarang, berapa keuntungan jasa penukaran uang yang setiap harinya  bisa melepaskan uang nominal kecil hingga ratusan juta rupiah? Kondisi inilah yang banyak mengundang apresiasi dari berbagai kalangan bahwa jasa penukaran uang bisa masuk dalam kategori "riba". Wallahu a'lam bissawab.     

 Lanjut, di kalangan pejabat daerah, pecingan juga kadangkala menjadi ajang politik saat menjelang Pilkada. Acara open house yang dilakukan oleh incumbent atau bakal calon Kepala Daerah bisa menjadi lahan untuk mendulang suara atau simpati masyarakat. Jika tidak jeli, maka pecingan bisa menjadi ajang Money Politic.  

Salah satu acara open house yang dilakukan  pejabat daerah (Sumber: Tribun Batam)
Salah satu acara open house yang dilakukan  pejabat daerah (Sumber: Tribun Batam)
Jadi, tradisi pecingan menjadi hal yang mengundang kontra saat dilakukan untuk hal-hal yang berujung merugikan baik sang pemberi maupun yang menerima. Seperti, tradisi pecingan di kampung saya yang pada dasarnya tidak menjadi sebuah keharusan  bagi sang perantau. Tetapi, saat pecingan tidak bisa diberikan maka "nama baik" dan rasa malu tidak bisa tertahankan.

Sunguh berbeda dengan lingkungan keluarga saya di Ngawi Jawa Timur dan Solo Jawa Tengah , justru pecingan berlaku bagi anggota keluarga "yang dituakan" atau "merasa tua" dalam silsilah keluarga. Maka, anggota keluarga yang dianggap masih muda meskipun mereka sukses dalam karir atau berhasil dalam pekerjaan tertentu tidak diharuskan untuk memberikan pecingan. Bahkan, anak-anak mereka mendapatkan pecingan dari keluarga yang dianggap tua.

Sejatinya, memberikan pecingan merupakan proses atas  kesadaran diri sendiri. Setiap anggota keluarga saling memahami bahwa tidak selamanya keberhasilan menghinggapi para perantau. Ya, pecingan seharusnya tidak membebani bagi jiwa-jiwa yang ingin merayakan hari kemenangan di kampung halaman.

Pecingan juga hendaknya tidak menghalangi  para perantau untuk sungkem di depan orang tuanya. Karena, sejatinya bukanlah pecingan yang bisa kita harapkan saat hari Lebaran. Tetapi, kehadiran dan kekuatan hubungan silaturahmi adalah yang utama. Hubungan keluarga tidak bisa dibeli dengan uang, tetapi pecingan bisa hilang kapan pun saja.

 Denpasar, 11 Juni 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun