"Dulu Zinta, tiga tahun lalu. Tapi sekarang, ibu tidak tahu sama sekali. Ibu sudah mencoba mencari jejaknya tapi tidak menemukannya. Ibu sudah putus asa" katanya lirih. Tidak terasa air mata membasahi pipi ibu. Aku berusaha mengusapnya. Dan, usapan air mata itu ternyata saat terakhir aku begitu memanjakan ibu. Â Orang yang paling berharga mengisi hidupku kini terbujur kaku tak berdaya menunggu saat pemandian jenazah dan pemakaman.
***
Satu tahun kemudian.
Alhamdulillah, aku diterima kuliah di sebuah universitas swasta di Surabaya. Berbekal harta peninggalan almarhum ibu, aku beranikan menimba ilmu di ibukota Jawa Timur tersebut. Aku menyadari bahwa akulah yang membuat masa depanku.
Meninggalkan rumah di kampung halaman yang kini sunyi terasa berat. Memang, kini aku hidup sendiri di rumah karena tidak ada lagi teman yang bisa menemani. Untuk mengusir kesediahnku sepeninggal ibu, maka kuliah adalah jalan terbaik. Bisa bertemu teman-teman baru yang bisa diajak untuk bertukar cerita.
Tahun pertama, kulewati masa kuliah dengan sukacita karena biaya kuliah dan kebutuhan hidup sehari-hari masih bisa di-cover oleh bekal dari rumah. Aku berusaha untuk menghemat pengeluaran karena saya merasa tidak ada seorang pun yang bisa membantu kekuranganku. Kecuali aku sendiri.
Aku bekerja sampingan menjadi guru privat yang berpindah dari rumah ke rumah mengajarkan anak orang lain. Tetapi, pendapatanku masih belum mencukupi kebutuhan hidupku.
Tanpa disangka, pergaulan yang ada di sekelilingku membuatku risih. Gaya borju dan glamour teman kuliah yang tinggal dalam satu komplek kost-kostan membuatku tanda tanya. Teman cewek kuliahku selalu berpakaian mewah dan setiap senja berganti malam mulai sulit untuk ketemuan. Dan, aku pun menjadi penjaga kost-kostan saat senja berganti malam itu.
Tanpa sengaja di suatu senja, aku sempat melihat dari balik tirai jendela di mana teman kuliahku Winda dan Yesi memakai baju seksi dengan dandanan yang menor dan lipstik tebal memasuki sebuah mobil mewah. Aku tanpa berpikir negatif karena mereka memang melakukan profesi sampingan sebagai penyanyi kafe di sela-sela tugas kuliah.
Mereka berdua hidup berkecukupan dan selalu mentraktir aku di restoran mewah.
"Gila, dapat duit dari mana kalian ya" kataku setiap ngumpul di sebuah kafe.