Museum Rumah Atsiri (Sumber: facebook/rumahatsiri/diolah)
Jika berbicara tentang museum di Indonesia, kadangkala saya hanya mengelus dada. Setiap memasuki ruang demi ruang di museum, saya seperti memasuki ke sebuah dunia lain, dunia sepi, bisu, temaram dan menjemukan. Betapa tidak, berbagai museum yang ada di Indonesia kondisinya hampir sama, sepi bagai tak berpenghuni, hidup segan mati tak mau, mati suri. Lain halnya dengan museum-museum yang ada di luar negeri, seperti: Museum Madame Tussaud. Setiap orang berlomba-lomba ingin memasukinya.
Banyak orang, memasuki sebuah museum di luar negeri seperti kebanggaan tersendiri. Mengapa? Menurut saya, beberapa hal yang membuat museum di Indonesia menjadi sepi pengunjung karena kurangnya program penyebaran informasi untuk memberitahu kondisi museum. Dalam bahasa halusnya adalah memasarkan nilai lebih dari museum, seperti: selebritis atau pejabat penting baik lokal maupun internasional menyempatkan diri untuk berkunjung.
Apalagi, museum dikunjungi oleh selebriti atau pejabat penting yang banyak fansnya, dijamin museum menjadi terkenal dan makin ramai dikunjungi. Meskipun, pada kenyataannya sebuah museum dengan dikunjungi selebritis atau pejabat penting tidak menjamin museum tersebut ramai dikunjungi. Tetapi, pelajaran terbaik adalah memberikan informasi adalah langkah jitu di dunia digital sekarang ini. Semakin kenal semakin saying, kata pepatah.
Bukan hanya itu, untuk mengenalkan museum ke masyarakat, Pemerintah, pihak terkait atau pengelola museum harus rela untuk mengubah kesan (image) museum yang sepi, angker, dan hanya untuk para peneliti atau orang pintar. Keberadaan museum hendaknya dibuat seperti kawasan yang menyenangkan untuk belajar berbagai disiplin ilmu.
Bagaimana dengan Museum Atsiri Indonesia? Museum yang dahulu berupa pabrik Minyak Atsiri berada di sebelah Kelurahan Plumbon, Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah. Yang menarik adalah pabrik tersebut dibangun pada tahun 1963 hampir bersamaan dengan pabrik Citronella yang berlokasi di Aceh, sama-sama dibangun dengan sistem produk sharing dengan negara Bulgaria, pada jaman pemerintahan Presiden Soekarno. Lebih membanggakan lagi, pabrik minyak Atsiri tersebut merupakan pabrik Atsiri terbesar di Asia Tenggara pada masanya. Hebat bukan?
(Sumber: Ruang17.wordpress.com)
Banyak kalangan beranggapan bahwa Museum Atsiri Indonesia tersebut merupakan Program “Mercusuar” pada masa pemerintahan Presiden Soekarno. Sebagai informasi bahwa pada tahun 1961 sampai dengan 1969, Presiden Soekarno melakukan program Pembangunan Nasional Semesta Berencana. Proyek-proyek yang dibuat pun sungguh fantastis, seperti: Monumen Nasional (Monas), di Jakarta pada tahun 1961 yang dirancang oleh arsitek Sudharsono. Gedung Pola, di Jakarta pada tahun 1962 yang dirancang oleh arsitek Silaban. dan Conefo (sekarang DPR-MPR), di Jakarta pada tahun 1964 yang dirancang oleh oleh arsitek Sujudi.
Lho, apa hubungannya dengan Museum Atsiri Indonesia dengan Proyek Mercusuar Presiden Soekarno? Jika kita melihat tahun pembangunannya yang berkisar tahun 1964-1965, maka besar kemungkinan bangunan pabrik tersebut juga masuk dalam daftar sejumlah proyek mercusuar Bung Karno, yang lalu ‘hilang’ dari catatan dokumentasi arsitektur Indonesia karena letaknya yang jauh di kaki Gunung Lawu, Tawangmangu.
Andaikata, dibangun di kawasan ibukota Jakarta, mungkin berita pembangunan Museum Atsiri Indonesia masuk dalam berita yang menghebohkan. Apalagi, berita tentang pembangunan Museum Atsiri tersebut sempat mandek (kurang lebih 80% yang sempat dibangun) karena meletusnya peristiwa pemberontakan G30S/PKI tahun 1965. Kondisi tersebut dimaklumi karena pembangunan Museum Atsiri Indonesia sebanyak 20% tenaga ahli didatangkan dari negara Bulgaria yang ketika itu negara Bulgaria dianggap beraliran komunis.
Jika kita menilik laman tamanatsiri.com, kita bisa melihat sejarah berdirinya Museum Atsiri Indonesia berawal dari gedung Citronella, yaitu:
- Agustus 1963 – April 1965, Penyelenggaraan pembangunan dilakukan oleh PNPR Kimia Yasa.
- April 1965 – Mei 1966, Pelaksanaan pembangunan diserahkan kepada PNPR Leppin Karya Yasa.
- Juni 1966, Pelaksanaan pembangunan diteruskan oleh Komando Proyek Citronella
- 1990, dilakukan penjualan seluruh saham PT. LEPPIN, dan selanjutnya dijual keada PT. Intan Purnama Sejati,
- 2015, Bangunan dijual ke PT. Rumah Atsiri Indonesia.
(Sumber: rumahatsiri)
Dari sejarah pembangunan, ternyata Museum Atsiri pun sebelumnya berganti-ganti penggunaannya dan sempat mangkrak lama dan tidak berpenghuni. Bahkan, gedung Museum Atsiri tersebut pernah dibeli secara perseorangan untuk digunakan lahan bisnis memelihara sarang burung Walet. Tetapi, karena burung Sriti yang diharapkan tidak kunjung datang di gedung tersebut akhirnya maqngkrak kembali. Untungnya, gedung Museum Atsiri dibeli oleh PT. Rumah Atsiri Indonesia untuk dijadikan tempat yang mampu memberikan pendidikan bagi generasi bangsa. Bersyukurlah Museum Rumah Atsiri tersebut bisa kita selamatkan jejaknya mengenai betapa hebatnya Indonesia pernah mempunyai kawah candradimuka tentang pembuatan minyak Atsiri yang terkenal di Asia Tenggara. Dan, jejak itu bisa kita nikmati hingga sekarang.
Mungkin, masyarakat awam masih belum memahami apa sih sebenarnya minyak Atsiri itu? Minyak atsiri merupakan senyawa organik yang berasal dari tumbuhan dan bersifat mudah menguap, mempunyai rasa getir, dan bau mirip tanaman asalnya. Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak terbang, atau sering pula disebut minyak essential. Bahan baku minyak ini diperoleh dari berbagai bagian tanaman seperti daun, bunga, buah, biji, kulit batang, akar, dan rimpang. Bahan-bahan yang pernah disuling di Museum Atsiri tersebut seperti: sereh, akar wangi, cengkeh, dan kayu putih sebagai bahan baku industri parfum, bahan pewangi, aroma, farmasi, kosmetika dan juga aromaterapi.
Jangan heran, Museum Atsiri Indonesia terletak di daerah yang jauh dari penduduk, bahkan dikelilingi sawah. Hal ini dikarenakan dengan pembangunan pabrik pada tempo dulu yang berlokasi di pegunungan diharapkan bisa dengan mudah mendapatkan bahan baku, dimana syarat tumbuh dan budidaya sereh umumnya tumbuh di daerah dengan ketinggian 4.000 mdpl dengan curah hujan 1.800-2.500 mm/tahun. Itulah alasan kuat yang mendasari mengapa Museum Atsiri terletak di lereng Gunung Lawu.
Sekarang, apa yang harus dilakukan agar Museum Atsiri Indonesia bernasib seperti museum-museum di luar negeri, tidak berteman sepi, angker bahkan mampu memberikan ilmu bagi generasi kita. Kuncinya, tebarkan informasi tentang Museum Atsiri sesering mungkin. Apalagi, melalui dunia digital tanpa batas hendaknya pihak yang bersangkutan harus bahu-membahu melakukan kerja sama yang bisa mendongkrak kedatangan pengunjung. Oleh karena itu, Revitalisasikan Museum Atsiri secepatnya!
Saya mengharapkan Museum Atsiri Indonesia seperti Museum Benteng Vredeburgatau Taman Pintar di Yogyakarta yang ramai setiap hari. Lakukan kolaborasi dengan berbagai pihak adalah cara terbaik untuk membuat susasana ramai dan menyenangkan bagi pengunjung. Ingat, yang berkunjung ke Museum Atsiri Indonesia diharapkan dari semua kalangan dan umur. Oleh sebab itu, Museum Atsiri Indoensia harus berbenah, fasilitas apa saja yang perlu dilengkapi dan fokus apa yang akan ditekankan untuk meningkatkan nilai lebih. Lalu, sebarkan informasi seluas-luasnya!
Saya pribadi bersyukur, kawasan di sekitar Museum Atsiri Indonesia telah ditanami dengan berbagai sayuran atau bahan baku yang nantinya bisa disuling. Bahan baku seperti: sereh wangi atau citronella, sereh dapur atau lemon grass merupakan jenis atsiri dari daun-daunan. Ada juga akar wangi jenis atsiri dari akar-akaran. Jahe jenis atsiri dari empon-empon, bunga Mawar Melati Kenanga Lavender jenis bunga-bungaan, Kayu Putih, Masoi, Gaharu dan lain-lain.
Membuat kawasan Museum Atsiri Indonesia menjadi kawasan sains merupakan langkah cerdas yang harus ditingkatkan. Di sinilah letak sejatinya bahwa Museum Atsiri Indonesia bisa dijadikan tempat edukasi atau penelitian yang fokus pada minyak Atsiri. Bila perlu mengajak kerja sama dengan Pemerintah Kabupaten setempat untuk dijadikan City Tour. Ini cara yang ampuh seperti kawasan pura peninggalan jaman dahulu yang tidak tersentuh pengunjung di Kota Denpasar Bali menjadi ramai dikunjungi banyak orang. Jangan lupa, mengajak para blogger untuk selalu memberikan kabar terbaik tentang Museum Atsiri Indonesia di mata dunia. Kerja sama adalah penting yang diimbangi dengan program Revitalisasi.
Kondisi Museum Atsiri Indonesia juga harus dibuat senyaman mungkin baik buat anak-anak maupun orang dewasa. Fasilitas yang diperlukan seperti: tempat bermain, ruang baca, laboratorium, ruang referensi atau perpustakaan, toilet dan lain-lain jangan terlewatkan. Akses jalan masuk menuju Museum Atsiri Indonesia juga harus mudah diperoleh, tidak membingungkan bagi pengunjung yang baru datang ke lokasi.
Saya pun terpesona jika Museum Atsiri Indonesia digunakan sebagai pusat pelatihan ketrampilan produksi minyak Atsiri yang berisi: 1) Balai Latihan Ketrampilan Produksi Minyak Atsiri; 2) Balai Latihan budidaya tanaman atsiri; dan 3) Balai Latihan Penelitian dan Pengembangan Produk Minyak Atsiri. Bukan hanya itu, Museum Atsiri Indonesia juga digunakan sebagai tempat penelitian & pengembangan hilirisasi produk Atsiri yang berisi: 1) Balai Latihan Penelitian dan Pengembangan; dan 2) Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Hilirisasi Produk Atsiri.
(Sumber: Rumahatsiri)
Terpenting, kita patut bersyukur bahwa kita masih mempunyai peninggalan ilmu penyulingan yang terdapat di Museum Atsiri Indonesia dan masih eksis hingga sekarang. Tugas kita adalah membuat wanginya Atsiri tetap menyebar sampai kemanapun melalui berbagai disiplin ilmu yang kita punya. Kita bersama memberi kabar gembira ke dunia luar bahwa Indonesia masih mempunyai pusat penyulingan minyak Atsiri yang terbesar se-Asia Tenggara pada masanya dan masih ada hingga sekarang.
Semua kalangan dan stakeholder yang berkepentingan juga harus bergotong-royong merevitalisasi Museum Atsiri Indonesia menjadi pusat studi, penelitian, wisata, dan lain-lain yang menyenangkan. Saatnya, museum bukan kawasan yang sepi, angker dan membosankan, tetapi tempat yang menyenangkan untuk mendapatkan ilmu, wisata rekreasi, penelitian dan mengenalkan pada anak-anak kita tentang masa kejayaan Indonesia tempo dulu. Ingat, jangan hentikan wanginya Atsiri, tetapi sebarkan wanginya ke mana saja. Semoga.
Referensi:
Facebook Rumah Atsiri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H