Mohon tunggu...
Casmudi
Casmudi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Seorang bapak dengan satu anak remaja.

Travel and Lifestyle Blogger I Kompasianer Bali I Danone Blogger Academy 3 I Finalis Bisnis Indonesia Writing Contest 2015 dan 2019 I Netizen MPR 2018

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menelusuri Makam Miura Jo, Pejuang Bali dari Jepang yang Terlupakan

10 Maret 2016   08:23 Diperbarui: 11 Maret 2016   04:32 899
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Komplek makam Miura Jo (dokpri)"]

[/caption]
[caption caption="Komplek makam Miura Jo dari samping (dokpri)"]
[/caption]Di pagar pembatas makam sebelah kanan tersebut terdapat sebuah prasasti berwarna putih yang memberikan keterangan tentang sosok yang berada di makam tersebut. Tulisan yang terdiri dalam 2 bahasa, yaitu Bahasa Jepang (kanji) dan bahasa Indonesia memperjelas siapa yang ada di makam tersebut.

Dalam prasasti tersebut memberikan keterangan bahwa Miura Jo lahir di Tokyo tanggal 10 Agustus 1888 dan meninggal di Denpasar pada tanggal 7 September 1945. Yang menarik adalah di prasasti tersebut terdapat kalimat “NIPPON BALIKAI” yang artinya kurang lebih Perkumpulan masyarakat Jepang di Bali (maaf kalau salah mengartikan).

[caption caption="Prasasti penunjuk makam (dokpri)"]

[/caption]

Di samping prasati penunjuk makam, terdapat prasasti besar berwarna hitam yang terdapat di sebelah timur makam tersebut. Prasasti besar yang terpahat dalam 2 bahasa juga yaitu Bahasa Jepang (kanji) dan bahasa Indonesia memberikan pemahaman lebih serius tentang keberadaan Miura Jo di kalangan masyarakat Bali.
Saya mencoba untuk membacanya perlahan dalam huruf bahasa Indonesia. Dan yang membuat saya tertegun adalah tulisan yang ada di prasasti tersebut adalah ungkapan atau ringkasan pidato dari salah satu masyarakat Bali ketika peringatan hari ke-12 setelah wafatnya Miura Jo. Untuk lebih jelasnya, saya bisa paparkan tulisan yang ada di prasasti sebagai berikut:

TENTANG Bp. MIURA
Oleh I Goesti Ketoet Katon

Seluruh penduduk Kabupaten Badung, menjalin Keharmonisan
Bersama Bp.MIURA seperti Keluarga.
Semasa hidup dan sesudah beliau meninggalpun, bukan hanya 
penduduk tapi pejabatpun, semuanya menganggap beliau
adalah “Bapak Kami”.
Keramahan hati beliau dikenal oelh seluruh orang, dan
Banyak (beribu-ribu) orang yang meminta bantuan atau
pertolongan kepada beliau. Tapi tidak ada satupun permintaan
yang ditolak. Beliau tidak membedakan pangkat, derajat,
martabat dan kebangsaan untuk membantu orang. Dan hal
sekecil atau tidak penting sekalipun, beliau tetap berussaha 
membantu dengan segenap hati. Sejaksaya mengenal beliau, 
beliau menganggap saya seperti anak sendiri dan selalu
menasehati kami, oleh karena itu kami merasa tenteram berada
di samping beliau.
Menjelang hari terakhir, banyak orang meminta kepada beliau 
untuk tetap hidup dan tetap seperti selama ini,mengasuh,
merawat kami. Tetapi “kepergian saya adalah jalan untuk
kesejahteraan anak-anak, yaitu seluruh penduduk dan tanah
Bali. Meskipun jasmani tidak bersama-sama lagi, tetapi jiwa 
tetap bersama selama-lamanya dengan seluruh penduduk Bali.”
Artinya, hal tersebut menjadi ketetapan hati beliau sebagai dasar
Untuk kehidupan penduduk Bali dalam mencapai cita-cita yang 
luhur. 
Setelah kepergian beliau Sekarang keharuman nama beliau di
Kenal oleh seluruh penduduk Bali.

19 September 1945
Hasil ringkasan
Pidato upacara memperingati hari ke-12 
Setelah wafatnya Bp.MIURA

[caption caption="Prasati peringatan (dokpri)"]

[/caption]

[caption caption="Tulisan prasasti yang terpahat dalam dua bahasa (Indonesia dan Jepang/kanji) (dokpri)"]

[/caption]Dalam suasana hanyut memandang prasasti dan sesekali memandangi makam Miura Jo, saya pun semakin dibuat penasaran siapa sebenarnya sosok Miura Jo yang telah disebut sebagai Bapaknya masyarakat Bali. Ternyata, Miura Jo adalah seorang pengusaha Jepang yang mengelola usahanya di Bali dalam bentuk usaha Trading Company dan Toko Sepeda bernama “Toko Sepeda Tuan Jepang/トコ・スペダ・トン・ジャパング”. Selama hidupnya, Miura Jo suka membantu masyarakat di sekitarnya.

Miura Jo juga bertugas sebagai penerjemah tentara militer Jepang, ketika Jepang dan Belanda mengekspansi Bali. Saking cintanya terhadap Bali, Miura Jo pun berbalik arah untuk bergabung dengan tentara Indonesia untuk melawan Jepang yang notabene negerinya sendiri. Miura Jo pun berjanji pada masyarakat Indonesia khususnya Bali agar bisa menggenggam kemerdekaan.

Tetapi, kenyataannya Jepang tidak mampu memberikan kemerdekaan sesuai dengan janjinya terhadap masyarakat Bali. Merasa malu di hadapan masyarakat Bali akan janjinya, Miura Jo melakukan bunuh diri dengan menembak pistol di kepalanya pada tanggal 7 September 1945.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun