[caption caption="Komplek makam Miura Jo (dokpri)"]

[caption caption="Komplek makam Miura Jo dari samping (dokpri)"]

Dalam prasasti tersebut memberikan keterangan bahwa Miura Jo lahir di Tokyo tanggal 10 Agustus 1888 dan meninggal di Denpasar pada tanggal 7 September 1945. Yang menarik adalah di prasasti tersebut terdapat kalimat “NIPPON BALIKAI” yang artinya kurang lebih Perkumpulan masyarakat Jepang di Bali (maaf kalau salah mengartikan).
[caption caption="Prasasti penunjuk makam (dokpri)"]

Di samping prasati penunjuk makam, terdapat prasasti besar berwarna hitam yang terdapat di sebelah timur makam tersebut. Prasasti besar yang terpahat dalam 2 bahasa juga yaitu Bahasa Jepang (kanji) dan bahasa Indonesia memberikan pemahaman lebih serius tentang keberadaan Miura Jo di kalangan masyarakat Bali.
Saya mencoba untuk membacanya perlahan dalam huruf bahasa Indonesia. Dan yang membuat saya tertegun adalah tulisan yang ada di prasasti tersebut adalah ungkapan atau ringkasan pidato dari salah satu masyarakat Bali ketika peringatan hari ke-12 setelah wafatnya Miura Jo. Untuk lebih jelasnya, saya bisa paparkan tulisan yang ada di prasasti sebagai berikut:
TENTANG Bp. MIURA
Oleh I Goesti Ketoet Katon
Seluruh penduduk Kabupaten Badung, menjalin Keharmonisan
Bersama Bp.MIURA seperti Keluarga.
Semasa hidup dan sesudah beliau meninggalpun, bukan hanya
penduduk tapi pejabatpun, semuanya menganggap beliau
adalah “Bapak Kami”.
Keramahan hati beliau dikenal oelh seluruh orang, dan
Banyak (beribu-ribu) orang yang meminta bantuan atau
pertolongan kepada beliau. Tapi tidak ada satupun permintaan
yang ditolak. Beliau tidak membedakan pangkat, derajat,
martabat dan kebangsaan untuk membantu orang. Dan hal
sekecil atau tidak penting sekalipun, beliau tetap berussaha
membantu dengan segenap hati. Sejaksaya mengenal beliau,
beliau menganggap saya seperti anak sendiri dan selalu
menasehati kami, oleh karena itu kami merasa tenteram berada
di samping beliau.
Menjelang hari terakhir, banyak orang meminta kepada beliau
untuk tetap hidup dan tetap seperti selama ini,mengasuh,
merawat kami. Tetapi “kepergian saya adalah jalan untuk
kesejahteraan anak-anak, yaitu seluruh penduduk dan tanah
Bali. Meskipun jasmani tidak bersama-sama lagi, tetapi jiwa
tetap bersama selama-lamanya dengan seluruh penduduk Bali.”
Artinya, hal tersebut menjadi ketetapan hati beliau sebagai dasar
Untuk kehidupan penduduk Bali dalam mencapai cita-cita yang
luhur.
Setelah kepergian beliau Sekarang keharuman nama beliau di
Kenal oleh seluruh penduduk Bali.
19 September 1945
Hasil ringkasan
Pidato upacara memperingati hari ke-12
Setelah wafatnya Bp.MIURA
[caption caption="Prasati peringatan (dokpri)"]

[caption caption="Tulisan prasasti yang terpahat dalam dua bahasa (Indonesia dan Jepang/kanji) (dokpri)"]

Miura Jo juga bertugas sebagai penerjemah tentara militer Jepang, ketika Jepang dan Belanda mengekspansi Bali. Saking cintanya terhadap Bali, Miura Jo pun berbalik arah untuk bergabung dengan tentara Indonesia untuk melawan Jepang yang notabene negerinya sendiri. Miura Jo pun berjanji pada masyarakat Indonesia khususnya Bali agar bisa menggenggam kemerdekaan.
Tetapi, kenyataannya Jepang tidak mampu memberikan kemerdekaan sesuai dengan janjinya terhadap masyarakat Bali. Merasa malu di hadapan masyarakat Bali akan janjinya, Miura Jo melakukan bunuh diri dengan menembak pistol di kepalanya pada tanggal 7 September 1945.