artinya membutuhkan waktu 80 jam !
Dari hitungan "kasar" jelas terlihat banyak pemotor yg tidak terangkut.
Saya prediksi tanggal 17 desember besok, kemungkinan besar bisa terjadi chaos, atau paling tidak pemotor akan "terpaksa" naik angkutan2 yg berbayar.
Atau paling mungkin jalan2 non protokol akan semakin macet dan akan berdampak macet pula disimpul2 perempatan penghubung ke jalan protokol seperti sekitar sudirman, BI, Harmoni.
Menurut saya, ini merupakan kebijakan "sia-sia" yang akhirnya akan tetap terjadi kemacetan, dan pastinya memicu "konflik" sosial krn berkaitan dgn hajat org (kecil) banyak.
Siapa yang diuntungkan ?
Pastinya pemerintah krn akan ada penambahan pemasukan pajak dr ERP dan parkir, kalangan pengusaha angkutan, pengelola parkir liar, dan pastinya pihak2 swasta penerima tender proyek2 Bus dan ERP ini.
Pada akhirnya nantinya semua jalan2 dijakarta hanya boleh orang berdompet tebal, yang bisa beli mobil dan pastinya harus mampu bayar ERP.
Alasan regulasi ini dijalankan karena sudah "Teruji" ?
Mungkin salah satu memaksakan kebijakan ini dijalankan karena sudah teruji dan "berhasil"Â dilakukan pada berbagai negara salah satunya seperti di cina, didukung ketersedia angkutan publik yang lengkap, dan terpadu, serta daya beli masyarakat yang tinggi.
Sedangkan di jakarta, dgn daya beli masyarakat masih rendah, plus angkutan umum yang masih "morat marit". Yang menjadi pertanyaan besar, kenapa kemacetan dijakarta harus diawali dgn "menguras" kantong rakyat jakarta dulu ?
Pemasukan ERP dan Parkir, apakah untuk "kejar setoran" PAD ?