******
Minggu demi minggu berlalu, Arga terus berusaha mendekati Mia. Dia belajar gitar lebih keras, mencoba menulis lagu-lagu romantis, dan bahkan mencoba menyelipkan humor untuk membuat Mia tertawa. Namun, setiap kali dia mendekat, Mia selalu ramah, tetapi tetap menjaga jarak.
"Bagaimana rasanya terus-terusan berada di zona friendzone?" goda salah satu teman Arga di klub.
Arga hanya menggelengkan kepala, "Aku tidak akan menyerah. Aku yakin suatu hari Mia akan melihatku lebih dari sekadar teman."
Tetapi, semakin lama Arga berusaha, semakin sulit baginya untuk menyembunyikan perasaannya. Dia merasa seperti sebuah lagu yang terputus di tengah jalan, tidak tahu bagaimana melanjutkan iramanya.
*******
Beberapa bulan kemudian, Arga mengumpulkan keberaniannya lagi. Kali ini, dia merasa lebih siap. Setelah latihan di klub musik, dia melihat Mia duduk sendirian di kursi taman sekolah. Arga menguatkan hatinya dan mendekatinya.
"Mia, boleh aku duduk di sini?" tanya Arga dengan suara sedikit bergetar.
Mia mengangguk sambil tersenyum, "Tentu, Arga. Ada apa?"
Arga menarik napas dalam-dalam. "Mia, aku ingin bicara sesuatu yang penting. Aku tahu aku sudah pernah mengatakan ini sebelumnya, tapi perasaanku belum berubah. Aku masih suka sama kamu."
Mia terdiam sejenak, tampak ragu. "Arga, kamu benar-benar tulus ya?"