Abah Dim kembali lama terdiam . Saya sempat mau memohon kembali soal amalan agar istiqomah, tapi tiba-tiba Beliau meneruskan cerita alas robban, "
Nah, Kang Maman. Kiai-kiai yang kumpul di Alas Roban itu iatiqomah membaca 'assabiyyat, tujuh ayat utama ', saat menunggu Kiai Cholil dan Kiai Nawawi Mereka terus membaca ayat-ayat itu. Padahal Belanda mengepung hutan tersebut. Saat itu yang dibaca Al-Ikhlas. Jadi yang terdengar Belanda adalah Huu...huuu...huuu".
Pukul 20. 30 Kami pamit karena harus mengisi pengajian di Pondok Tahfidul Quran yang dipimpin Kiai Ali Shodiqun al Hafidz, yang disebut Gus Alam sebagai Kiai Ali Suwuk.
Alhamdulillah, Saya kembali bertemu dengan Abah Dim, Nyai dan Para Puteranya. Hadir juga Keluarga Kiai Adib Hasan Noor. Inilah kekhsaan lain Kiai Pesantren. Saling berkunjung dan menguatkan pesantren-pesantren baru yg dirintis Kiai-kiai Muda.
Usai doa, di hadapan Kiai-Kiai muda, Abah kembali mengingat bahwa, " hari ini pesantren lebih banyak dari masa lalu. Tapi Ulama yang Alim dan Alamah sangat sedikit".
Pukul 12. 45 Abah Cerita Kiai Abul Fadhol bin Abdul Syakur, berasal dari Senori Tuban (Jawa Timur). Â
" Kiai Fadhol itu alamah. Tapi sangat tawadhu', sederhana dalam penampilan, dan rendah hati. Saat takziah di pemakaman Kiai Zubaer, tidak satupun yang mengenal Kiai Fadhol yang berpakain sederhana dan kopiah yang sudah agak menguning. Baru setelah Kiai Maemun cium tangan dan menyambut hangat, orang-orang baru tau ini toch Ulama Besar dari Senori itu".
Subhanallah.
Terima Kasih Abah Dim. Kami santri Abah mendapat Kisah-kisah penuh berkah dari Abah. Semoga tetap sehat dan sabar membimbing kami agar istiqomah memperjuangkan Islam Ahlussunah Wal Jamaah ala NU.
Al-Fatihah.
#CaritaKangMaman