Sore itu, cahaya keemasan berpendar dari balik awan. Membuat garis-garis lurus yang ujungnya entah di mana. Bandung tidak mendung,walaupun kumpulan awan berusaha menutupi matahari. Angin kemarau masih terasa dingin menerpa kulit.
"Tidak ada orang tua yang ingin menjerumuskan anaknya." Ujar Ajeng.
"Apa Jeng?" Gyas hanya ingin memastikan ucapan Ajeng itu. Bisi salah dengar. Rada aneh juga Ajeng tiba-tiba menanggapinya dengan serius.
"Eh, itu teorinya sih," ralat Ajeng. "Setiap orang tua memberikan yang terbaik untuk anaknya. katanya begitu. Aku pikir Pak Rusli juga begitu."
Ajeng mempercepat langkahnya. Seolah percakapan yang barusan tidak pernah terjadi. Muka terlihat mendadak pucat.
====
Waktu yang dibutuhkan untuk membaca cerita ini kurang lebih 2 menit. Cerita ini dibuat sebagai dukungan kepada lembaga pemberantasan korupsi. Atas kegundahan setiap kali mendengar kasus korupsi mengemuka. Â
Untuk cerita sebelumnya bisa dikunjungi di sini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H