Saya adalah pengguna angkot alias angkoters di Bandung. Jika ada orang yang bertanya mengapa saya paling hobi naik kendaraan umum (selain angkot seperti bus damri) saya akan menjawab karena saya malas. Bagi saya terlalu cape harus mengendalikan sebuah kendaraan. Berkendraan di Bandung sangat menguras emosi. Harus kuat iman pula.
Banyaknya yang beralih pada kendaran pribadi membuat penurunan pendapatan buat sopir angkot (katanya sih, gak tau juga ya... aslinya).
[caption id="attachment_351447" align="aligncenter" width="420" caption="Suasana Angkot pada Hari Sabtu Jam 12.30 WIB"][/caption]
Jumlah penumpang yang sedikit, tidak berdesak-desakan membuat saya kadang-kadang bisa sambil membaca buku.
Itu gambarnya muter, saat itu kami hanya bertiga. Sopirnya juga baik, tidak ugal-ugalan dan juga tidak terlalu pelan, jadi bisa sambil baca buku Gelombang - Dee Lestari.
Bus Damri di Bandung lumayan sudah harus segera diregenerasi, selain tempat duduknya yang gak nyaman (dikiranya kita liliput sampai ada pemotongan kursi buat kursi 3), juga kalau asap knalpotnya bikin Bandung langsung mendung. Hitam pekat.
Tentunya ada beberapa perbedaan yang saya rasakan naik angkot/angkutan umum sekitar tahun 1990-an dengan sekarang. Paling signifikan adalah masalah keamanan. Dulu saya masih bisa tertidur di dalamnya dan tidak terjadi apa-apa (dengan jarak yang lumayan cukup jauh). Sekarang hal itu tidak bisa dilakukan, untuk jarak dekat sekalipun saya tidak berani walaupun jaraknya masih dalam satu kecamatan. Terlalu ngeri.
Kejahatan bergerombol itu paling banyak ditemukan (pernah sekali menemukan dan langsung memutuskan turun begitu mereka masuk). Sering juga anak-anak jalananan yang tiba-tiba masuk. Mengamen dengan lagu-lagu menyindir pemerintahan yang mereka sendiri tidak mengerti. Lalu menggerutu jika tidak dikasih. Sebetulnya mereka enak menurut saya, mereka tidak merasakan penderitaan kami, kaum pekerja dibawah boss yang lebih sadis. Itu lah kehidupan sebenarnya :( (ah, jadi curhat yaa...).
Ini beberapa kebiasaan yang bisa saya bagikan selama jadi Angkoters (riset yang terjadi akibat menjadi angkoters sejati) :
Penumpang
Ada beberapa tipe penumpang.
1. Duduk miring, makan ruang dan tidak mau bergeser. Tipe duduk miring seperti putri ini biasanya pelaku utamanya noni-noni cantik dengan range usia dari (anak SMP yang keburu kenal asmara sampai Mamah muda yang harus menjaga penampilan). Tapi ada juga sih Mamah usia lanjut walaupun jumlahnya tidak begitu banyak. Ada dua kemungkinan, pertama jarang sekali mamah lanjut naek angkot. Kedua kalau pun ada mereka biasanya bergerombol (pergi-pulang pengajian) jadi langsung tertib. Mind set nya mungkin harus seperti ini, kita berada dalam angkot bukan di gedung DPR jadi kalau menggeser sedikit kursi, kekuasaan kita gak akan berkurang koq, percayalah.
2. Penumpang yang naik turun sembarangan. Selain tepat di depan Marka (Seperti Letter S, dll) Sering kali ada yang ingin berhenti di perempatan, pas lampu hijau menyala. Ini sebetulnya no comment. Mungkin harus disarankan untuk belajar membaca kembali
3. Turun angkot di tempat nanggung terus mencari-cari uang dulu di semua saku baju dan tas. Bisa membuat kemacetan. Pelakunya biasanya  noni-noni yang  duduk ala putri juga akang-akang yang berponi miring dengan celana melorot. Walaupun tidak menutup kemungkinan ada juga yang berpenampilan biasa tetapi terlalu serius dengan gadget (padahal cuman ngasih makan ayam, nyabutin rumput, barter baud dan mur) tetapi berdampak serius. Sialnya lagi mereka tidak punya uang pecahan kecil... jadi supir harus memberi kembalian. Jadi lumayan buat kendaraan diantrian belakangnya harus sabar.
4. Merokok , untuk beberapa tahun terakhir, masalah rokok cukup tertib. Biasanya (kaum laki-laki) yang merokok akan langsung mematikan rokoknya ketika ada orang yang langsung menutup hidung. Walaupun masih ada yang keukeuh, jumlahnya sedikit (semoga cepat insyaf saja).
5. Sampah, urusan membuang sampah  paling banyak di dominasi kaum wanita, biasanya setelah nyemil-nyemil cantik dilanjutkan dengan menyempil-nyempil sampah di bawah jok atau di setiap sela yang mereka temukan. Saudari-saudari harap diingat, ini angkot bukan Tempat Sampah. Baiknya disimpan dulu dan dibuang di tempat sampah terdekat yang bisa ditemukan.
Itu tadi dilihat dari penumpangnya, jika ada yang ingin menambahkan silahkan.
Sekarang dari sisi pengemudinya (tentunya dilihat dari kacamata angkoters juga)
Pengemudi alias sopir Angkot
1. MENGETEM. Waktu adalah uang (kata penumpang) salah satu alasan karena boros waktu orang beralih memakai kendaraan pribadi, karena jarak yang dekat pun jadi lama karena kebiasaan ini. Yang lebih menggelikan saya pernah numpang angkot, pengemudinya tiba-tiba berhenti dibawah pohon rindang dan dia menelepon pacarnya.
2. Merokok, jika penumpang bisa tertib, mereka belum.
3. Ugal-ugalan, ini sangat menakutkan.
4. Dibawah pengaruh 'sesuatu'. Beberapa kali tindakan ugal-ugalan karena pengemudi dibawah pengaruh sesuatu. Karena terburu-buru saya pernah naik angkot tanpa memperhatikan pengemudinya, ternyata dia bawah 'sesuatu', penumpang sudah panik. Ketika dia berhenti mendadak dibelakang mobil yang sedang parkir lalu dia teriak (Wooooiiii... maju wooooii, macet) kami semua langsung turun.
5. Kalau penumpang menyempil-nyempil sampah, kalau pengemudi langsung membuangnya ke jalan. Bagi mereka Jalan adalah Tempat sampah yang tak berbatas.
6. Membawa angkot lebih pelan dari bus pariwisata, lalu berhenti ngetem di depan gang. Ini lah Gang Ijan, atau Inilah gang disisi jalan Inhoftank. Lalu bercengkrama dengan pedagang gorengan. Hanya satu kata "Haddddeeeuuuuh!!!"
7. Paling Heboh kalau BBM naik, serasa yang paling kena dampak. Padahal ya, bapak-bapak sopir beserta pengurus organda. BBM naik, gaji kita belum tentu naik lhoo.... jadi jangan langsung sewot gitu.
Urusan pengemudi saya sempat kepikiran dan ingin mengusulkan pakai outsourching saja yang sudah terdidik, terlatih dsb. Tapi mesti dipikirkan lagi juga ya...
Kedepannya, tentunya ingin ada perbaikan dalam urusan transportasi ini. Banyak faktor tentunya (selain karena saya angkoters sejati). Tentang isu  soal cadangan bahan bakar dari fosil juga semakin menipis, untuk mengurangi emisi karbon. Banyak lah kalau mau dicari-cari alasan.
Sekian dulu laporan dari Bandung dan angkotnya. Nanti dilanjut kembali...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H