Mohon tunggu...
Carissa Caroline
Carissa Caroline Mohon Tunggu... Mahasiswa - A Psychology student at Brawijaya University

Hi! Carissa here. Currently studying Psychology at Brawijaya University.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Fenomena Psikologi Fear of Missing Out: Jurang Pikiran Penghalang Potensi Diri

4 Desember 2021   02:50 Diperbarui: 4 Desember 2021   02:59 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pagi ini hal pertama yang saya lakukan adalah menghidupkan benda persegi panjang seukuran genggaman tangan saya yang dilengkapi dengan fitur sidik jari. Kemudian pandangan saya tertuju pada satu aplikasi berwarna dasar pink dengan gradasi warna kuning dan ungu di sekitarnya. 

Setelah membuka aplikasi tersebut, di sana terpampang wajah seorang adik kelas yang sudah lama tidak bertemu sapa dengan saya, mengingat adanya situasi pandemi COVID-19 saat ini. 

Wajahnya tampak lebih dewasa, dan di sekitar foto yang diunggah terdapat tulisan “An Ambassador for....”. Wah, hebat sekali, pikir saya. 

Di usianya yang jauh lebih muda, ia sudah memiliki pencapaian yang cukup keren bagi saya. Namun entah mengapa, tiba-tiba muncul perasaan ceman dalam diri saya.

Dan saya pun termenung, ‘Kok hidup, gini-gini aja ya…’. Saya mengamati diri saya sendiri yang sedang rebahan menatap langit-langit putih kamar. Hembusan nafas kembali keluar seiring dengan beban pikiran yang bertambah. Saya merasa di usia saya yang ke-sekian, saya belum memperoleh pencapaian apa-apa. ‘Aku FoMO banget nih…’, gumam saya sambil menarik selimut.

Nah, pasti kalian pernah mendengar istilah yang satu ini, bukan? Cukup sering dong, pastinya! Saya yakin kebanyakan dari kalian pasti juga sering menggunakan frasa ini. Nampaknya, istilah FoMO ini memang sedang naik daun di kalangan anak muda. Lalu, apa sih sebenarnya FoMO itu? Mari langsung saja kita simak penjelasan berikut ini, yuk!

Fear of Missing Out atau ‘FoMO’, merupakan istilah yang pertama kali muncul pada tahun 2000 dalam sebuah makalah yang ditulis oleh Dan Herman, seorang marketing strategist.

Dalam psikologi, Fear of Missing Out awalnya dikonseptualisasikan sebagai reaksi psikologis negatif yang dialami oleh seseorang ketika mereka curiga bahwa mereka dikucilkan dari kelompok sosialnya, atau merasa bahwa orang lain memiliki pengalaman yang lebih berharga daripada mereka. 

FoMO menghadirkan kecemasan sosial pada seseorang. Mereka cenderung khawatir apabila orang lain memiliki hidup yang lebih sempurna daripada mereka atau merasa tidak nyaman ketika melihat seseorang melakukan sesuatu yang lebih baik daripada mereka. Fenomena FoMO juga diasosiasikan dengan kondisi mood yang negatif atau merasa tidak puas dengan keadaan atau hidupnya. 

Mengonsumsi dan menerima informasi dari media sosial sudah merupakan bagian dari keseharian kawula muda. Dibantu dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat di era digital sekarang, kesempatan kita untuk mengakses dan menyerap ribuan informasi kapan saja dan dimana saja semakin besar. Media sosial kini menjadi sumber utama kita memperoleh informasi. 

Namun, bersamaan  dengan peran dan manfaat media sosial yang begitu besar dalam kehidupan kita, nyatanya tidak sedikit pula dampak yang kurang menguntungkan dari media sosial bagi para penggunanya. Salah satu dampak tersebut adalah fenomena Fear of Missing Out ini. 

Bagi mereka yang mengalami fenomena FoMO, konektivitas dengan internet setiap saat merupakan suatu keharusan untuk dipenuhi karena mereka khawatir akan tertinggal informasi penting. 

Seseorang dengan FoMO memiliki kebiasaan untuk selalu berusaha mencari tahu kegiatan yang dilakukan orang lain melalui sosial media. Hal ini yang dapat secara sadar maupun tidak sadar membuat seseorang membandingkan kondisi hidupnya dengan kondisi hidup orang lain. 

Penelitian menyatakan bahwa orang dengan gangguan FoMO memiliki kesejahteraan psikologis yang rendah. Perasaan Fear of Missing Out membawa individu-individu yang merasakannya mengalami gangguan stres, baik secara psikis maupun fisik. 

Interaksi dengan media sosial secara terus menerus membuat seseorang kurang memiliki waktu untuk fokus dengan diri sendiri. 

Mereka cenderung lebih senang mengamati kehidupan orang lain. 

Hal ini kemudian menimbulkan perasaan-perasaan gelisah, cemas, hingga frustasi karena mereka merasa kehidupan orang lain jauh lebih sempurna dibanding kehidupan mereka. Tanpa sadar, jurang pikiran ini sebenarnya menahan individu-individu tersebut untuk mengembangkan potensi yang ada dalam diri mereka.

Fenomena Fear of Missing Out memang bukanlah suatu fenomena yang dapat disengaja untuk terjadi, karena wajar bagi kita sebagai manusia untuk merasakan perasaan-perasaan seperti itu. Namun, fenomena ini dapat kita dapat cegah agar tidak terjadi. 

Kalau begitu, apa saja usaha yang dapat kita lakukan?  

Pertama, Kurangi Waktu Jelajah Dunia Digital. Mengurangi waktu penggunaan media sosial dapat membantu mengurangi kemungkinan munculnya rasa cemas dalam diri kita. 

Dari pada terus menerus memantau informasi-informasi baru dari media sosial, lebih baik kita pusatkan fokus dan perhatian kita pada diri kita masing-masing. 

Waktu yang biasa kita pakai untuk menjelajahi media sosial dapat kita gunakan untuk self-reflection dan fokus pada hal-hal yang dapat membantu kita untuk bertumbuh menjadi pribadi yang utuh.

Kedua, Habiskan Waktu di Luar. Salurkan energi dan tenaga yang tadinya kita habiskan di internet untuk melakukan kegiatan yang kita sukai di luar ruangan. Ada begitu banyak hal yang dapat kita jelajahi. Seperti salah satu kutipan dari Etty Hillesum, “That Fear of Missing Out on things makes you miss out on everything”, saat kita hanya terpaku pada segala sesuatu yang terjadi dalam dunia maya, kita akan melewatkan kesempatan-kesempatan yang nyata dalam kehidupan

Ketiga, Live Mindfully and Express Gratitude. Berhenti membandingkan diri kita dengan orang lain. Jangan menjadikan kesuksesan seseorang sebagai titik tumpu standar kesuksesan kita. Bersyukur dan fokus pada apa yang kita miliki saat ini, bukan apa yang tidak kita miliki. Hidup dengan pola pikir ini akan membantu kita untuk bebas dari segala belenggu kekhawatiran dan rasa cemas yang tidak ada akhirnya. 

Daftar Pustaka 

Afdilah, I. H., Hidayah, N., & Blasius Boli Lasan. (2020). Fear of missing out (FoMO) in analysis of cognitive behavior therapy (CBT). Advances in Social Science, Education and Humanities Research, 501. 220-223. 

Dalle, J., Akrim, A., & Baharuddin. (2020). Pengantar teknologi informasi. RajaGrafindo Persada. 

McBride, M. (2021) The fear of missing out phenomenon and belongingness in secondary students. Master of Science in Education: Master's Theses. 33. https://doi.org/10.33015/dominican.edu/2021.EDU.08 

Nandi, K., dkk. (2021). Social media: The paralyzing agent of human mental health. World Journal of Pharmaceutical Research. 10(11). 2519-2542. 

Shabahang, R., Aruguete, M. S., & Shim, H. (2021). Online news addiction: Future anxiety, fear of missing out on news, and interpersonal trust contribute to excessive online news consumption. Online Journal of Communication and Media Technologies, 11(2), e202105. https://doi.org/10.30935/ojcmt/10822

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun