Masih tetap populer dan dianggap sebagai pengobat rindu dalam hati masyarakat setelah mengenal kontribusinya dalam menata kota , fakta yang terjadi memang sulit disangkal untuk sosok Basuki Tjahaja Purnama (BTP).
Tanggal 24 Januari 2019, hari yang menjadi bebasnya BTP menjalani hukuman kurungan, tidak hanya disambut oleh keluarga dan tanggapan politisi yang pro dan kontra saja, masyarakat biasa pun, sebagian besar memberi tanggapan positip untuk BTP.
Status mantan napi yang melekat pada diri seseorang ketika berada di balik jeruji. Sekeluarnya setelah bebas nanti, banyak harapan dan keinginan yang ingin dikerjakan untuk menjadi lebih baik di dalam masyarakat.
Namun, predikat mantan napi sering berkata lain dari harapan yang diinginkan. Sanksi sosial yang di dapat dari masyarakat dari kehadiran seorang mantan napi, sering menjadi hukuman yang lebih berat daripada terkurung di balik sel tahanan.
Sama seperti yang di alami BTP dengan status mantan napi, namun sambutan yang diberikan oleh masyarakat saat kebebasannya amat berbeda jika dibandingkan dengan politisi lainnya yang telah menjalani masa hukuman di penjara.
Di Indonesia, banyak rekam jejak yang bisa kita temukan, sosok politisi lainnya setelah menyelesaikan hukuman, pamor dan ketenarannya menurun draktis bahkan akan hilang di telan hiruk pikuk berita politik tokoh baru yang lain, setelah bebas dari tahanan.
Basuki Tjahaja Purnama Bisa Beda?
Bedanya nasib yang dialami politikus lain dibandingkan dengan BTP sangat menarik perhatian saya. Tentu perbedaan sikap masyarakat kepada sosok mantan napi juga mengelitik dan membuat cemburu politisi dengan status tersangka lainnya.
Wajar saja jika ada politikus dengan status mantan napi merasa iri dengan perbedaan sambutan yang diberikan masyarakat pasca keluar dari tahanan. Apalagi, tingkat kepopuleran BTP bukannya pudar, malah tidak hilang, mungkin bisa dikatakan menjadi makin meningkat.
Kehadiran BTP dalam panggung politik Indonesia sejak awal berkarir, telah sedemikian fenomena di hati masyarakat.
Ada yang pro dan kontra atas tingkah laku yang dilakukan BTP, menurut saya itu adalah soal argumentasi dari sudut pandang masing masing, Tapi memang BTP itu adalah magnet yang sangat kuat, bahkan di media sosial seperti Facebook jika kita lakukan pencarian untuk groups atau fans club, ada banyak berdiri berdasarkan kategorinya.
Alasan BTP Masih Populer
Banyak alasan yang bisa dijadikan argumentasi sebagai pelengkap sosok BTP demikian dicintai masyarakat umum. Meski dirinya melekat sebagai minoritas pada berbagai sisi, hal tersebut tidak mampu membendung rasa kerinduan hati warga.
Terlebih untuk masyarakat DKI Jakarta yang pernah dekat atau minimal berdialog dengan dirinya, terkadang hal itu menghapus stigma yang menjadi alasan mereka sedemikian kontra dengan Basuki Tjahaja Purnama.
Beberapa alasan mengapa BTP masih diinginkan masyarakat, saya mencoba merangkum berdasarkan pendapat pribadi saya. Mungkin saja pendapat yang saya sampaikan mendapat komentar yang berbeda, namun menurut saya hal tersebut karena kita punya pengalaman yang beda. Seandainya kita mau menilai dari sudut tengah, apakah masih tetap sama ?
1. BTP, Pribadi yang Tidak Gila Hormat
Gila hormat mungkin kata yang terlalu kasar bagi sebagian orang. Namun, pribadi BTP salah satu orang yang tidak gila dengan perhormatan. Kabar terbaru yang disampaikan oleh BTP pasca bebas dari tahanan, di media sosial ada semacam penyambutan untuk dirinya.
Untuk sosok yang gila hormat, penyambutan yang akan dilakukan oleh masyarat dan pendukungnya bisa dijadikan ajang pembuktian dan show kekuatan kepada mereka yang kontra, sebagai bukti sekaligus bantahan untuk menyakitkan hati sekaligus sindiran telak.
" meski gua di tahanan, lu liat sendiri kan sambutan masyarakat setelah gua bebas ! "
Kira kira begitu perkiraan penulis jika ada sosok yang gila hormat.
Namun, BTP sejak jauh jauh hari justru melarang dan sudah menghimbau tidak usah dilakukan penyambutan yang bikin macet.
Himbauan yang disampaikan BTP jauh jauh hari sebelum kebebasannya, diyakini akan dituruti oleh pendukungnya dan juga masyarakat yang ingin melihat sosok BTP yang demikian dirindukan.
Soal masih adanya sambutan yang dilakukan, menurut saya itu hanya sebagian kecil yang merasakan kedekatan dengan BTP.
2. Musuh Koruptor
Sejak awal mula karir di politik, rekam jejak BTP dalam kebersihan dalam penggunaan dana anggaran yang jelas dan sesuai fungsinya, mudah ditemukan di mesin pencari. Sikap tersebut, akhirnya terbawa sampai dirinya menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Sosok BTP yang dianggap sok bersih oleh oknum penguras anggaran siluman dalam setiap kemungkinan bisa meraih keuntungan pribadi atau golongan, membuat dirinya menjadi musuh yang harus dilengserkan.
Ada banyak oknum yang berselisih paham dari tingkat rendah sampai yang tinggi, yang tak jarang memberi umpatan untuk diri BTP.
3. Nantangi Koruptor
Jika pembuat kebijakan sering memilih untuk berdamai dengan oknum koruptor setelah berselisih paham soal penggunaan anggaran dana. Sosok BTP malah makin kencang teriak di media berita.
Tau sendiri dari hal tersebut, malah bikin oknum koruptor menjadi kebakaran jenggot dan berusaha melakukan pembelaan.
Dalam kebijakan yang di buat BTP dalam mengamankan APBD DKI Jakarta, terdapat perubahan penting dalam pelaksaan penyusunan anggaran yang berbeda dengan sebelumnya sebelumnya. Diantaranya perubahan dalam pengelolaan keuangan dan aset daerah menggunakan implementasi sistem informasi dan teknologi yang terpadu.
Beberpa sistem yang sudah berjalan dalam Pemprov DKI Jakarta, seperti e Budgeting, e katalog dan sitem lainnya.
Sikap dan tindakan tanpa toleransi yang dilakukan BTP soal dana dana siluman selama menjadi Gubernur DKI Jakarta, ia tidak segan untuk mencoret dan menghapus dana siluman tersebut.
4. Terobosan Efisiensi Kerja
Fakta lain yang sulit dibantah dalam era BTP selama menjabat Gubernur DKI Jakarta bukan sekedar membangun dan mendirikan sarana serta prasarana publik ke arah yang lebih baik saja. Perubahan lain yang dilakukan BTP dalam jajaran Pemprov DKI Jakarta seperti PNS, ia tidak segan segan menganti jajarannya yang dinilai tidak bekerja maksimal sesuai fungainya.
Pengantian yang dilakukan nya pun tidak semena mena dan atas dasar suka dan tidak suka. BTP menggunakan penilaian yang masuk dari laporan laporan yang disampaikan langsung oleh warga DKI Jakarta dengan aplikasi smartphone.
Selain itu, BTP bersama Djarot membuat pengukur dengan Key Performance Indicator (KPI) untuk mengetahui kinerja ekselon 1 dan 2 dalam jajarannya dan sistem scorecard untuk mengetahui kinerja camat dan lurah dalam melayani warga Jakarta.
Ada banyak lagi yang pernah di lakukan BTP selama menjabat Gubernur DKI Jakarta yang bisa menjadi alasan sosoknya masih dirindukan masyarakat Jakarta.
Namun yang disayangkan adalah saya agak males nulis panjang lebar, karena perlu melakukan pekerjaan lain😁, selain itu juga, penulis memberi kesempatan kepada orang lain yang pernah merasakan kinerja dan cara kerja yang sudah diterapkannya dalam kebijakan yang sudah dibuat, yang efisien tanpa retorika belaka dalam teori dan bisa dilakukan staf setelah memperhatikan kisi kisi yang disampaikannya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI