_Ranting sarungan_
Cahaya lampu terlihat satu-satu dinyalakan, kelap kelip lampu dari rumah-rumah penduduk sudah mulai menerangi sebagian besar rumah warga. Kumandang adzan shubuh terdengar merdu, Wasirun mengumandangkan adzan dengan suara khasnya membangunkan manusia-manusia muslim dari peraduannya , bergegas bangkit menuju tempat wudhu,ada diantaranya langsung menuju masjid untuk wudhu disana.
Satu-satu berdatangan meski dengam muka yang beraneka macam, capek, ngantuk dan lelah tapi keceriaan tampak diwajah mereka saat saling bersalaman bertemu di teras masjid.
Para Pemuda membuka obrolan dengan kisah hari yang lalu di temani semilir angin pagi....
Masjid Assalam adalah masjid sejarah yang penuh kisah di awal pendiriannya, masjid penuh kenangan bagi siapapun yang pernah muda di kampung ini, dan masjid yang sejuk bagi siapapun pendatang yang mendirikan sholat disini. Bukan karena tempatnya yang luas maupun lokasinya yang strategis tapi ada ruh dakwah didalamnya, ada lantunan dzikir di setiap waktunya karena jama'ah menyadari bahwa Masjid adalah pusat peradaban manusia dari dulu dan yang akan datang. Pusat studi bagi penimba ilmu para generasi sholeh... tanpanya hampa dunia dari _ruhul jihad._
Kami sebut dengan ranting sarungan, bukan karena jamaah masjid rutin memakai sarung, dan bukan pula pemuja sarung sebagai tradisi para santri, tapi lebih kepada nilai historis dan sejarah bahwa sarung pernah menjadi ikon dakwah para santri, dengannya semangat dakwah muncul kembali dengan aneka metode,
Warga peryarikatan selalu berduyun-duyun mendatangi masjid saat adzan berkumandang, meninggalkan segala aktifitas perdagangan, pelaku usaha mewajibkan karyawan untuk segera mengambil air wudhu melaksanakan panggilan Allah. Mungkin inilah yang namanya berkah, dan inilah konsep dakwah yang benar di era digital tanpa meninggalkan syariat yang diajarkan _salafussholeh._
Desember 2016, Ahad tanggal 16 Tepat jam 08.00 WIB, gema lagu persyarikatan dikumandangkan dari pengeras suara Gedung Pertemuan, dilanjut alunan Murottal dari syaikh Sudais menyiratkan agenda pertemuan akan segera dimulai, beberapa panitia duduk di kursi depan penerima tamu dengan memegang gadget, menjawab komentar di group WA tentang agenda hari itu, beberapa anak-anak IPM hilir mudik menyiapkan perangkat proyektor, yang lainnya sibuk merapian kursi dan meja yang terlihat kurang rapi.
Mereka adalah kader-kader ummat yang sengaja pulang kampong menyempatkan bertemu dan menggelar even "Friends Gathering". Setiap tahun PRM memberangkatkan kader-kader muda untuk menimba ilmu, baik dipesantren maupun ke sekolah-sekolah kader diberbagai kota diantaranya sudah kembali dengan menyandang gelar sarjana. Semua lewat dana Zakat, Infak, Shodaqoh dari Ummat yang tentunya dikembalikan untuk ummat dalam wujud beasiswa kader.
Gagasan warga tentang satu rumah satu sarjana disambut baik bahkan disupport penuh oleh beberapa perguruan tinggi Muhammadiyah, sehingga menjadikan Mekar Wangi menyandang predikat sebagai kampung sarjana. Tidak terbayang saat itu, 20 tahun yang lalu, membangun sebuah konsep peradaban di sebuah kampung terbelakang yang bernama Mekar Wangi
_One home one hundred books_