Mohon tunggu...
cantika bulan
cantika bulan Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

suka membaca dan menulis, suka menonton film genre horor dan sebagainya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mereview Buku Bab Regulasi dalam Ekonomi Syariah Karya Muhammad Julijanto

31 Oktober 2023   23:18 Diperbarui: 31 Oktober 2023   23:52 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Artikel ini publikasikan oleh Cantika Bulan Putri Hendi dengan nim (222111106) Mahasiswa Kelas 5A Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta. Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Hukum dengan Dosen Pengampu Bapak Muhammad Julijanto, S.Ag., M.Ag. 

REVIEW BUKU BAB 1

REGULASI DALAM EKONOMI SYARIAH 

Identitas Buku 

Judul Buku : Ekonomi Syariah

Dalam Dinamika Hukum Teori dan Praktik

Penulis : Muhammad Julijanto ddk. 

Penerbit : Gerbang Media Aksara, Yogyakarta

Tahun Terbit : 2022 

Bab 1 buku ini berisi mengenai Efisiensi Birokrasi Penerbitan Sertifikat Halal di Indonesia. Kewajiban bersertifikat halal bagi produk di Indonesia pada dasarnya untuk menjamin setiap pemeluk agama beribadah dan menjalankan ajaran agamanya. Negara berkewajiban memberikan pelindungan dan jaminan tentang kehalalan produk yang dikonsumsi dan digunakan masyarakat, jaminan penyelenggaraan produk halal bertujuan memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan produk, serta meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk memproduksi dan menjual produk halal.

Masyarakat harus dapat informasi yang benar dan jujur serta tidak menyesatkan. Informasi ini dapat disampaikan secara lisan atau tulisan melalui brosur, iklan, atau media lainnya. Memperoleh pangan halal adalah perwujudan dari hak konstitusional seorang muslim, maka negara harus menjamin sebagai bentuk pelaksanaan hak asasi manusia. Persoalan kehalalan sebuah produk pangan memerlukan penelitian melalui laboratorium, Ia juga memerlukan fatwa untuk menentukan kehalalan mengonsumsinya. Semua itu tidak dapat dilakukan dengan ijtihad secara individual, melainkan harus melalui sebuah ijtihad kolektif.

Pada masa lalu kehalalan makanan dapat dengan mudah diketahui dengan melihat bahan baku yang digunakan. Akan tetapi semakin berkembangnya masa menjadi tidak sesederhana itu. Dengan dikeluarkan dan diberlakukannya UU Jaminan Produk Halal No. 33 tahun 2014, diharapkan kepentingan konsumen, khususnya konsumen muslim akan mendapatkan jaminan kepastian halal setiap makanan yang dikonnsumsinya. Hal ini disebabkan, di dalam UUJPH semua produk makanan, minuman, kosmetik, obat dan sebagainya yang beredar di masyarakat wajib bersertifikat halal. Pasal 4 disebutkan bahwa produk yang diperdagangkan dan beredar di Indonesia wajib bersertifikat halal. 

Untuk melaksanakan tanggung jawab pemerintah maka dibentuklah Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Kewenangan BPJPH antara lain merumuskan dan menetapkan kebijakan jaminan produk halal, menetapkan norma, standar, prosedur dan kriteria jaminan produk halal, menerbitkan dan mencabut sertifikat halal pada produk luar negeri, serta melakukan registrasi sertifikat halal pada produk luar negeri (Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, 2015). Dalam menjalankan kewenangan sebagaimana diatur di dalam UUJPH, maka BPJPH bekerjasama dengan MUI dan lembaga pemeriksa halal (LPH). Mekanisme penerbitan sertifikat halal sebagaimana diatur dalam UUJPH berbeda dengan penerbitan sertifikat halal sebelum ada pengaturan UU ini. 

Bab 2 membahas mengenai Regulasi Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dan Perkembangan Keuangan Syariah (Eksistensi Lembaga Fatwa dan Lembaga Keuangan Syariah) Studi keuangan syariah di Indonesia dititikberatkan mengenai fungsinya sebagai media untuk mengatasi persoalan kemiskinan, produk, dan implementasinya di lembaga keuangan syariah, atau aturan dan kesesuaian antara praktik keuangan syariah dengan ketentuan syariah/ hukum Islamnya. Hefner mengkaji eksistensi Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai lembaga fatwa mendorong islamisasi lembaga keuangan (Hefner, 2003), yang tampak dari jenis produk transaksinya. MUI, terutama Dewan Syariah Nasional berfungsi sebagai 

lembaga fatwa telah mendorong perkembangan keuangan syariah Indonesia. Misalnya, Bank Muamalat Indonesia berdiri tahun 1991 setelah adanya diskusi dan workshop mengenai bunga bank dan perbankan dalam Islam oleh MUI 18-20 November 1990. Seiring dengan pertumbuhan lembaga keuangan syariah tersebut, kebutuhan akan fatwa mengenai praktik keuangan Islam kemudian diakomodir oleh MUI melalui lembaga Dewan Syariah nasional semenjak tahun 2000. Kini DSN MUI sudah memproduksi 152 fatwa per Juni 2022. Fatwa DSN MUI cenderung lahir dari kegelisahan praktik yang telah berjalan di lembaga keuangan syariah di Indonesia karena pada awalnya fatwa DSN MUI dikeluarkan untuk merespons permintaan dari masyarakat terkait produk keuangan syariah/sistem transaksi yang dilakukan oleh lembaga keuangan syariah berdasarkan hukum Islam. 

Kehadiran fatwa DSN MUI tidak saja memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan praktisi, tetapi juga khususnya mendorong pertumbungan keuangan syariah di Indonesia. (Regulasi Fatwa DSN MUI Terkait Keuangan Syariah) Berdasarkan deskripsi di atas, fatwa DSN MUI fatwa DSN MUI telah berperan sesuai dengan status dan fungsinya, yakni sebagai salah satu sumber hukum Islam dalam praktik keuangan syariah telah memberikan arahan dan kepastian hukum bagi masyarakat dan praktisi. 

Meskipun fatwa tidak memiliki kekuatan hukum memaksa dan tidak bersifat memaksa untuk dilaksanakan, namun fatwa DSN MUI telah dijadikan sumber hukum formil di lembaga keuangan syariah, baik itu lembaga perbankan syariah maupun lembaga keuangan non perbankan syariah. (Pentingnya Regulasi Fatwa DSN MUI bagi Perkembangan Keuangan Syariah di Indonesia) Regulasi fatwa DSN MUI dapat dimaksudkan untuk memberikan kekuatan legalitas fatwa sehingga peraturan yang pasti dan mengikat, seperti dijelaskan berikut: 

Pertama, memberikan kekuatan legalitas yang pasti dan mengikat. UU No 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan menyebutkan bahwa hierarki peraturan peundang-undangan di Indonesia adalah UUD 1945, Ketetapan MPR, Undang-Undang/Perpu, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Kedua, kepentingan praktis sosial kemasyarakatan. Fatwa DSN MUI memliki struktur isi yang khas, yaitu dasar hukum Islam yang mencakup al-Qur'an, hadith, ijma', qiyas, kaidah fiqhiyyah, dan pendapat ulama, yang diikuti dengan definisi istilah serta ketentuan umum suatu akad atau yang berkaitan dengan praktik ekonomi dan keuangan syariah. 

Dalam bab 3 akan membahas mengenai Penyelenggaraan Hotel Syariah dalam 

Perspektif Fatwa DSN-MUI No.108/DSN-MUI/X/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pariwisata Berdasarkan Prinsip Syariah. Berdasar pemaparan dan analisis data di atas maka penyelenggaraan Hotel syariah di Surakarta dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pola penyelenggaraan Hotel Syariah di Surakarta dengan menerapkan pada:

a. Aspek Produk, menyediakan fasilitas 

kebutuhan tamu hotel yang memberi kenyamanan dan keamanan sesuai dengan kemampuan hotel. Pemenuhan 

syariahnya dapat dilihat dari ketersediaan fasilitas umum yang dipisahkan antara laki-laki dan perempuan, ketersediaan tempat ibadah, perlengkapan ibadah, baik di tempat umum maupun di kamar, interior nuansa islami, makanan dan minuman halal, tidak menyediakan minuman beralkohol, dan tidak menyediakan tempat 

hiburan yang mengarah pada kemaksiatan, asusila, dan kemusyrikan. 

b. aspek pelayanan, berupaya untuk 

memberikan layanan terbaik kepada para tamu hotel. Hal ini diwujudkan dengan sapa, senyum, dan santun dalam menerima tamu hotel. Aspek kesyariahan 

terlihat pada kontrol tamu, dimana untuk menghindari perzinaan pihak hotel tidak menerima tamu beda jenis yang bukan mahramnya dalam satu kamar dan 

setiap tamu non muslim harus mengikuti aturan yang ditetapkan oleh hotel.

c. aspek pengelolaan, berupaya menjalankan bisnis syariah dengan mengacu pada SOP, semua pengelola hotel harus berpakaian sesuai dengan syariah, baik laki-laki maupun perempuan. Dalam hal transaksi pihak hotel syariah 

ada yang menggunakan jasa keuangan syariah, walaupun terkadang masih ada yang menggunakan bank konvesional.

Berdasarkan perspektif fatwa DSN-MUI tentang penyelenggaraan hotel syariah, maka dapat disimpulkan bahwa pola penyelenggaaraan hotel syariah di Surakarta secara umum telah telah memenuhi dan sesuai dengan ketentuan 

aturan dasar yang telah ditetapkan pada fatwa tersebut. Namun, ada dua aspek yang belum dipenuhi oleh beberapa 

Hotel Syariah di Surakarta, yaitu aspek kehalalan makanan dan minuman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun