Isyarat itu sangat kentara terlihat, ketika pemimpin Taliban mengunjungi Rusia, China, Iran, bahkan ke Indonesia. Banyak orang memandang bahwa langkah Taliban mulai tergelincir ketika mereka duduk sebahu dengan China, Iran, dan Rusia.
Padahal China telah dan sedang melakukan kejahatan besar terhadap etnis Uighur yang muslim. Semestinya Taliban tidak akan memaafkan negara manapun yang menyakiti umat muslim apalagi bersahabat.
Dalam konteks ini banyak misteri yang belum diketahui, duduknya Taliban dalam diplomasi sebenarnya mewakili sebuah harga yang mahal, tidak bisa didikte sebab mereka menggenggam kekuatan militer yang menakutkan, kepala mereka tegak.
Bahkan saat dijamu oleh Presiden Rusia Vladimir Putin secara jujur ia memberikan apresiasi kepada Taliban yang sukses mengatasi situasi di Afganistan dalam jangka waktu 1x24 jam setelah kekuasaan ditangan mereka paska hengkangnya AS.
Ini artinya Taliban berhasil mendapatkan buah diplomasi dari pihak asing. Dan dalam kesempatan itu juga Taliban meyakinkan pemimpin Rusia untuk memperhatikan hak-hak perempuan dalam kepemimpinan mereka selanjutnya.
Selain alasan road show mencari dukungan politik, secara geografis Taliban pun berada dekat dengan perbatasan tiga negara yang tadi disebutkan yaitu China, Rusia, dan Iran, sehingga sudah sewajarnya jika Taliban yang baru berkuasa sowan ke negara tetangga dan membawa pesan kedamaian.
Taliban bisa saja menggempur habis-habisan pemerintah boneka dan pendukungnya, namun itu tidak dilakukan. Justru Taliban merangkul mereka dan seluruh pekerja yang sebelumnya dibawah AS untuk berkolaborasi membangun negeri Afganistan. Catat, ini sebuah kemajuan pesat.
Kabar gembira ini seyogyanya mesti kita syukuri dan perkuat dengan dukungan positif untuk pemerintah Afghanistan yang baru. Bahwa Taliban juga manusia biasa yang ingin hidup tenang dan damai, meski alat politik yang digunakan berbeda dengan negara-negara barat.
Hal tersebut bukan berarti Taliban boleh disingkirkan dalam percaturan politik dunia. Sebagai bangsa dan negara berdaulat, Afganistan tentu memiliki hak yang sama untuk menerapkan sistim politik yang dianutnya, sesuai dengan kebijaksanaan lokal bangsa tersebut.
Yang perlu diingat bahwa, sistem demokrasi atupun sistem Syariat Islam hanyalah alat untuk mencapai tujuan. Lalu mengapa memperdebatkan alat?
Akhir Tulisan
Amerika, Taliban, dan China kini memasuki babak baru dalam panggung internasional. Kelihatannya Amerika memutar haluan radar kearah negeri Tirai bambu sebagai musuh baru menggantikan Taliban yang dibiarkan memimpin Afganistan.