Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) selalu dielu-elukan sebagai pelaku ekonomi yang hebat, kuat, dan tahan banting. Tesis tersebut merujuk pada fakta bahwa UMKM menjadi penyelamat ekonomi Indonesia pada saat kondisi ekonomi negara sedang sulit saat itu, tepatnya ketika krisis ekonomi menghantam Indonesia.
Namun pernahkah Anda tahu bahwa sebenarnya UMKM kita masih belum kuat seperti yang dipersepsikan? Masih banyak kelemahan yang ada pada pelaku usaha yang jumlahnya sangat besar di Indonesia.
Berbagai masalah masih mendera UMKM, sehingga tidak mampu memperdayakan dirinya sendiri. Akibatnya, bukan malah semakin maju, yang ada justru semakin mundur.
Dari pengamatan saya yang selama ini banyak mendampingi mereka dalam pengembangan usaha. Rata-rata kapasitas UMKM dalam bidang manajemen usaha sangat lemah. Bahkan untuk penataan administrasi usaha sama sekali tidak dilakukan dengan baik. Termasuk pencatatan keuangan usaha.
Rendahnya kapasitas pelaku UMKM telah menyebabkan kemampuan mereka untuk bersaing di pasar bebas mengalami hambatan. Sehingga berpengaruh terhadap kemajuan usaha. Bahkan banyak UMKM yang gulung tikar. Ditambah lagi dengan kualitas produk yang kurang kompetitif.
Tidak Paham Akuntansi
Dalam bidang keuangan, UMKM sangat awam dengan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan. Berdasarkan observasi yang pernah saya lakukan dalam sebuah pelatihan, 90 persen peserta (dari 40 orang) yang notabene dari UMKM tidak paham dengan akuntansi. Karena itu, saya menduga salah satu penyebab utama yang membuat UMKM kita sulit bersaing diera pasar bebas ini.
Bahkan menurut laporan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), saat ini masih banyak UKM terutama usaha mikro dan kecil yang belum mampu menyusun laporan keuangan sesuai Standar Akuntansi Keuangan (SAK).
Kondisi ini menjadi perhatian semua pihak karena laporan keuangan akan memudahkan UMKM mengakses berbagai program yang ada, termasuk dalam mengakses pembiayaan dari perbankan dan lembaga keuangan lainnya.
Kekurangan Modal Kerja
Masih ada kaitannya dengan faktor pertama, akibat tidak memiliki pencatatan keuangan usaha yang baik. Menyebabkan pihak penyedia modal tidak dapat mengakomodir kebutuhan modal kerja yang diajukan UMKM.
Sebagaimana diketahui, perbankan sebagai lembaga resmi yang beroperasi dengan prosedur yang ketat, dan sebagai lembaga keuangan yang taat azas, perbankan selalu mensyaratkan adanya laporan keuangan usaha dalam proposal pengajuan pinjaman modal kerja UMKM.
Jika semua persyaratan yang telah ditetapkan tidak mampu dipenuhi oleh UMKM, maka proposal mereka pasti ditolak oleh bank. Dengan begitu, modal kerja yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha oleh UMKM tidak dapat diperoleh.
Tidak Menguasai Pasar
Pada umumnya UMKM melakukan kegiatan usaha belum sampai pada tingkat mengelola sebagai sebuah bisnis. Mereka hanya menciptakan sebuah kegiatan yang memberikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan kata lain bisa dikatakan, mereka melakukan kegiatan tersebut sebagai mata pencaharian. Sehingga targetnya hanya agar ada uang belanja sehari-hari.
Cara pandang UMKM tersebut membuat pengelolaan usaha secara manajerial yang baik menjadi kurang maksimal. Termasuk didalamnya kapasitas pemahaman pasar yang rendah. Mereka tidak dapat menjelaskan secara pasti siapa calon pembeli produk-produknya. Bagaimana membidik segmen pasar yang dituju, bagaimana perilaku konsumen dalam membuat keputusan pembelian, dan lain sebagainya.
Akibatnya produk UMKM menjadi kurang mendapat perhatian pasar. Karena tidak jelas siapa segmen pasarnya. Sedangkan UMKM sendiri jarang berpikir bagaimana merancang sebuah strategi pasar yang terencana, terstruktur, dan sesuai dengan keinginan pasar. Sehingga menyebabkan tidak fokus dalam sistem pemasaran produk. Atau penjualan dengan cara yang tidak tepat.
Berbiaya Tinggi
Soal bisnis berbiaya tinggi di Indonesia bukan isapan jempol belaka. Konon salah satu alasan investor asing enggan menanamkan modalnya di negeri ini disebabkan karena biaya yang harus mereka keluarkan sangat besar. Mulai dari biaya perizinan sampai realisasi investasi. Semuanya membebani pelaku usaha.
Dalam konteks ini, maka sangat tepat ketika pemerintah membuat kebijakan yang memangkas beberapa prosedur agar lebih singkat. Sehingga pengurusan perizinan jadi lebih mudah, dan murah.
Tidak efesiennya ekonomi Indonesia diakui oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan ketika dalam sebuah wawancara dengan awak media di sebuah stasiun televisi swasta beberapa waktu lalu.
Bagi UMKM dengan pengeluaran biaya produksi yang demikian tinggi membuat harga jual menjadi tidak kompetitif. Kondisi tersebut menyulitkan pelaku UMKM untuk mengatur pengeluaran dan menetapkan harga dengan stabil.
Biaya tinggi paling besar kontribusinya adalah pada harga perolehan barang-barang input. Mahalnya bahan baku yang dibutuhkan oleh UMKM membuat usahanya mereka tidak efesien. Bahkan beberapa sektor UMKM yang menggunakan bahan baku impor terpaksa menurunkan kapasitas produksinya karena kekurangan modal kerja. Disisi lain, harga jual yang meningkat membuat konsumen beralih ke produk pesaing yang lebih murah.
Kurang Dukungan
UMKM meskipun secara kuantitas jumlahnya sangat besar di Indonesia, namun mereka belum terkonsolidasi dengan kuat. Keberadaan mereka masih terpencar atau tidak solid. Walaupun UMKM memiliki paguyuban dan organisasi yang menaungi mereka.
Lemahnya kemampuan berjejaring membuat daya tawar mereka juga lemah. Sehingga masing-masing bergerak sendiri dan berjuang sendirian. Padahal dengan memperjuangkan kepentingan bersama dan secara bersama-sama akan memudahkan UMKM memperoleh segala dukungan yang diperlukan.
Misalnya bagaimana UMKM dapat memperoleh dukungan dalam perlindungan usaha dan persaingan usaha dari pemerintah atau lembaga lainnya. Dengan demikian akan lahir kebijakan-kebijakan yang pro pada pemberdayaan UMKM dalam konteks semakin berdaya saing.
Daya dukung yang kuat terutama dari pemerintah akan mendorong UMKM menuju sektor usaha yang menguntungkan. Sekaligus memotivasi mereka untuk semakin meningkatkan kapasitas pengetahuan, semangat bersaing secara sehat, dan yang paling penting UMKM bisa menjadi tuan di negeri sendiri.
Inilah barangkali beberapa pandangan saya yang sangat awam dalam permasalahan UMKM. Akan tetapi pada setiap pertemuan dan perbincangan saya dengan banyak pelaku UMKM, ketika diminta menjelaskan apa masalah yang mereka hadapi dalam mengembangkan usaha. Maka kelima hal tersebut di ataslah poin-poinnya.
Salam***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H