Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

UMKM Aceh tak Diberdayakan?

2 Juli 2018   18:01 Diperbarui: 2 Juli 2018   21:27 1037
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia bahkan terbukti menjadi katup pengaman perekonomian nasional dalam masa krisis beberapa dekade yang lalu, serta menjadi dinamisator pertumbuhan ekonomi pasca krisis ekonomi. 

Selain menjadi sektor usaha yang paling besar kontribusinya terhadap pembangunan nasional, UMKM juga menciptakan peluang kerja yang cukup besar bagi tenaga kerja dalam lokal, sehingga sangat membantu upaya pengurangan pengangguran  yang berpengaruh pada penurunan tingkat kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM RI (2015) jumlah UMKM di Indonesia mencapai 56 juta unit lebih dengan pertumbuhan rata-rata 2,38 persen setiap tahunnya. Sehingga secara kuantitas UMKM sangat mempengaruhi aktivitas ekonomi masyarakat karena jumlahnya mencapai 98,79 persen dari keseluruhan pelaku usaha di tanah air (Hamdani, 2016). 

Dengan jumlah yang demikian besar tersebut UMKM mampu menyumbang produk domestik bruto (PDB) sebesar 58,05 persen dan menyerap tenaga kerja paling banyak. Sebab itu secara umum UMKM di Indonesia telah mendapatkan perhatian pemerintah secara lebih baik. Namun berbeda halnya dengan UMKM Aceh terkesan lagee glang lam uroe tarek (kondisi sulit) alias tidak berdaya.

Tidak Menguasai Pasar

Salah satu kunci keberhasilan UMKM adalah adalah tersedianya pasar bagi produk yang ditawarkan. Segmentasi konsumen besar dan memiliki daya beli yang kuat. Namun saat ini justeru UMKM Aceh kurang mampu mengembangkan pasar, lemah dalam persaingan dan kurang menguasai teknologi pemarasan. 

Ditambah lagi berbiaya tinggi, buruknya sarana transportasi yang memiliki akses langsung ke sumber-sumber produksi juga menjadi hambatan bagi UMKM dalam mengakses pasar dengan efesien. Misalnya jalan dari tempat pendaratan ikan (TPI)  menuju pasar kecamatan dan pasar kabupaten masih banyak yang belum beraspal bagus.

Menghadapi mekanisme pasar yang semakin terbuka dan kompetitif, penguasaan pasar merupakan prasyarat untuk keberlangsungan usaha jangka panjang. Oleh karena itu, peran pemerintah dan lembaga pemberdayaan ekonomi masyarakat kecil diperlukan dalam rangka mendorong kemampuan UMKM untuk memperluas akses pasar melalui intervensi kebijakan kemitraan dan promosi produk UMKM secara masif dan meluas.

Dari sisi daya saing, UMKM bukan hanya lemah dalam akses pasar, namun dalam manajemen juga masih menjadi kendala klasik sehingga kapasitas kinerja usahanya tidak optimal. Sebagai contoh; usaha pertanian dan perikanan merupakan sektor usaha yang paling lemah dalam manajerial usaha sehingga produktivitasnya rendah dan tidak inovatif dalam tata kelola.

Barangkali hal ini sangat terkait dengan tingkat pendidikan atau pengetahuan yang dimiliki oleh pelaku usaha itu sendiri, namun yang perlu digaris-bawahi adalah bukan hanya persoalan pengetahuan (knowledge) tetapi juga masalah keahlian (skill). Dengan mempraktekkan tata kelola yang baik secara terus menerus sehingga pengetahuan berubah menjadi keahlian (skill).

Dalam konteks UMKM kita perlu mendorong pelaku usaha untuk terus menerus mau berlatih dan membiasakan diri menerapkan fungsi-fungsi manajemen dalam usahanya. Misal; membuat rencana produksi, rencana penjualan, pencatatan usaha, dan yang lebih penting adalah bisa menilai perkembangan usaha dalam perspektif manajemen dan bisnis. 

Pemerintah perlu menciptakan lebih banyak program-program penguatan kapasitas (capacity building) bagi pelaku UMKM melalui pendidikan dan pelatihan, baik pelatihan mengenai manajerial usaha, pembukuan usaha, tehnik dan strategi pemasaran menggunakan teknologi informasi.

Disamping itu pemerintah perlu menyusun kebijakan ekonomi makro dan fiskal yang berpihak kepada UMKM. Bagaimana menjaga laju inflasi, menghapus pajak UMKM, menumbuhkan tingkat konsumsi konsumen terhadap barang dan jasa UMKM termasuk memberikan perlindungan (proteksi) yang memadai sehingga persaingan UMKM dengan usaha-usaha besar akan berjalan dengan baik dan sehat bahkan menjadi mitra usaha (partnership). 

Kita tidak menginginkan keberadaan UMKM justru semakin terpinggirkan akibat ketidakpedulian pemerintah terhadap pelaku usaha yang jumlahnya cukup banyak ini.

Butuh Modal Usaha

Persoalan lain yang dihadapi UMKM dalam meningkatkan daya saing adalah terbatasnya modal usaha. Modal kerja dengan tingkat suku bunga yang rendah sehingga biaya produksi menjadi lebih murah. Bagaimanapun konsumen selalu menginginkan harga yang rendah. 

Rata-rata kebutuhan modal kerja UMKM berkisar Rp10 juta -- Rp15 juta per unit UMKM dan tingkat suku bunga kredit yang diharapkan di bawah 7 persen. Dengan jumlah pinjaman modal UMKM ke bank dalam lima tahun terakhir adalah sebesar Rp7,090 juta. Namun begitu UMKM masih merasa kesulitan dalam mengakses pinjaman ke bank kendati pun pemerintah sangat gencar mempromosikan kredit usaha rakyat (KUR) di televisi dan koran-koran.

Jika lembaga keuangan baik perbankan. maupun non perbankan membuka pintu lebar-lebar bagi UMKM, maka persoalan terbatasnya modal usaha dapat teratasi. Dengan pinjaman atau kredit yang dapat diakses oleh UMKM dengan tingkat bunga yang rendah dapat memberikan dorongan dan peluang bagi UMKM untuk menciptakan barang dan jasa yang berkualitas serta bersaing dalam harga. 

Namun sekali lagi,  mendapatkan kepercayaan lembaga keuangan terutama bank juga bukan persoalan yang mudah bagi UMKM. Kendalanya juga beragam, bukan hanya dari sisi bank akan tetapi dari sisi pelaku UMKM juga sangat banyak. Misalnya; prosedur pengajuan pinjaman yang tidak dipahami oleh UMKM, kurang tersedianya agunan tambahan bahkan masih ada UMKM yang tidak berani untuk datang ke bank karena belum terbiasa.

Di sisi perbankan juga masih belum begitu "serius" untuk membuka pasar yang lebih luas kepada UMKM. Misalnya, bank sangat tidak berani untuk memberikan pinjaman kepada usaha pertanian, perikanan dan perkebunan rakyat, padahal dari sisi permintaan cukup besar. 

Bank lebih suka memberikan dananya untuk usaha perdagangan, mungkin dengan alasan perputaran arus kas (cash flow) yang relatif lebih cepat atau resikonya lebih kecil.

Rekomendasi Kebijakan

Pemerintah Aceh perlu kiranya membuat suatu kebijakan yang dapat mendorong UMKM untuk meningkatkan motivasi berusaha, produktivitas dan daya saing sehingga jumlah output yang dihasilkan semakin bertambah dari waktu ke waktu. 

Pemerintah Aceh juga perlu menjaga stabilitas harga-harga inputan produksi dengan mengatur dan mengawasi jalur distribusi bahan baku yang dibutuhkan dengan baik. 

Dengan demikian UMKM  dapat melakukan kegiatan usaha dengan berkelanjutan dan adanya kepastian harga. Jika output agregat meningkat dan serta adanya nilai tambah atas kegiatan produksi, maka pertumbuhan ekonomi akan mudah dicapai. 

Hal ini dapat mempengaruhi perbankan secara signifikan untuk menambah jumlah kredit yang akan disalurkan ke dunia usaha.

Beberapa kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan kontribusi UMKM dapat dilakukan antara lain; (1) memberikan stimulus atau insentif dalam bentuk perijinan usaha baik dari segi biaya, waktu maupun kemudahan birokrasi; (2) memberikan keringanan pajak atau menghapus beban retribusi bagi UMKM; (3) memberikan bantuan teknis dalam bentuk pelatihan (capacity building) bagi UMKM secara berkala dan rutin; (4) memberikan pendampingan usaha bagi UMKM; (5) membuka akses pasar secara luas dan memfasilitasi pasar eksport; (6) memberikan jaminan usaha dan perlindungan usaha.

Selain kebijakan dalam bentuk regulasi maupun insentif, pemerintah Aceh juga perlu menyegerakan pembangunan sarana dan prasarana berupa infrastruktur yang menopang kegiatan perekonomian. Misalnya membangun akses jalan menuju tempat produksi, pelabuhan dan sarana transportasi yang memudahkan UMKM untuk melakukan kegiatan-kegiatan usaha dan akses pasar. Seperti halnya pada sektor pertanian, perkebunan dan kelautan/perikanan. Sehingga dapat memicu pertumbuhan dan menekan biaya (efesien).

Strategi lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah pemerintah dapat menerbitkan paket kebijakan ekonomi secara spesifik. Salah satu poin kebijakan tersebut ditujukan bagi pemberdayaan sektor UMKM. Pemerintah Aceh harus mendorong meningkatnya kemandirian ekonomi, dan daya saing di pasar lokal, domestik maupun  internasional. Wallahu`alam...

Artikel ini sudah tayang di kolom Opini Harian Serambi Indonesia, Senin 02/07/2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun